Minggu, 15 Mei 2011

PROFESI KEPENDIDIKAN DAN KEMAMPUAN DASAR MENGAJAR

PROFESI KEPENDIDIKAN DAN KEMAMPUAN DASAR MENGAJA

A.   Pengertian Profesi Kependidikan
1.   Profesi
Profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persiapan pendidikan yang relatif lama di perguruan tinggi atau lembaga tertentu yang dikuasai oleh kode etik tertentu yang memenuhi karakteristik dan ciri-ciri tertentu pula.
2.   Profesional
Profesional adalah suatu proces of change atau proses perubahan mengenai suatu pekerjaan dari yang non profesi menuju ke profesi yang sesungguhnya atau proses memprofesionalkan pekerjaan dengan memenuhi sifat-sifat esensi profesi.
Kemampuan profesional guru/dosen yang dituntut dalam profesi kependidikan meliputi (1) Menguasai materi pelajaran, 2) Menguasai program belajar, 3) Mengelola kelas,  (4) Mampu menggunakan media/sumber belajar, (5) Mampu mengelola interaksi belajar mengajar, (6) Menilai prestasi belajar siswa/mahasiswa, (7) Menguasai landasan kependidikan, (8) Mengenal fungsi dan program belajar Bimbingan dan Penyuluhan, (9) Mengenal dan dapat melaksanakan administrasi sekolah, (10) Memahami prinsip-prinsip dan mampu menafsirkan hasil penelitian pendidikan.
Guru yang berkualitas ialah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai poendidik. Dalam suatu studi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa guru yang bermutu memiliki paling sedikit empat kriteria utama yaitu :
1.     Kemampuan profesional  (profesional capacity)
2.     Upaya profesional (profesional Effort)
3.     Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (time devotion)
4.     Imbalan atas hasil kerjanya (profesional rent)

Ciri-Ciri guru yang Profesional dan Efektif menurut Davis Thomas (1997) adalah
1.     Memiliki Kemampuan Interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan emphaty, penghargaan dan ketulusan  kepada siswa
2.     Memiliki hubungan baik dengan siswa
3.     Mampu menerima, mengakui dan memperhataikan siswa secara tulus
4.     Menunjukkan minat dan antosias yang tinggi dalam mengajar
5.     Mampu menciptakan tumbuhnya kerjasama dan keharmonisan anggota kelompok.
6.     Mampu melibatkan siswa dalam  mengorganisasikan dan  merencana-kan kegiatan pembelajaran
7.     Mampu mendengarkan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berbicara
8.     Mampu meminimalkan friksi-friksi di kelas.

Guru yang sukses mengajar menurut Bell (1993:37) adalah guru yang memiliki beberapa power berikut ini :
1.     Guru yang memiliki Power With  yaitu guru yang senantiasa dapat bekerjasama dengan siswa (kolaboratif). Guru model ini senang memotivasi dan memimbing siswa untuk mencapai  tujuan pembelajar-an tanpa pamrih.
2.     Guru yang memiliki Power For yaitu guru yang selalu  berpikir untuk kepentingan proses belajar-mengajar (rela berkorban)
3.     Guru yang memiliki Power On  yaitu guru yang selalu menganggap dirinya lebih pandai dan tahu segala-galanya. Guru jenis ini tidak bersedia disalahkan, melainkan ia selalu menganggap dirinya benar dan selalu ingin berada distas kapan dan dimana saja.
4.     Guru yang memiliki Power Off  yaitu guru yang tidak mau ambil peduli dengan kesulitan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran.

Kemampuan Profesional (profesional capacity) adalah kemampuan intelegensi, sikap, dan prestasi sesuai dengan pekerjaannya. Secara sederhana kemampuan profesionalisme ini bisa ditunjukkan dengan kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran yang diajarkan termasuk upaya untuk selalu memperkaya dan meremajakan pengetahuannya. Kemampuan Profesional guru bisa juga ditunjukkan dengan tinggi-rendahnya score hasil tes yang mengukur kemampuan menguasaai materi pelajaran yang diajarkan. Guru yang bermutu adalah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar, dan hasuil, dan untuk itu guru harus menguasai keahlian baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun dalam metodologi pengajarannya.

Upaya profesional (Profesional Efforts) adalah upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya kedalam tindakan mendidik dan mengajar secara nyata dan berhasil. Upaya profesional guru tersebut ditunjukkan oleh penguasaan keahlian mengajar, baik keahlian menguasai materi pelajaran, pengelolaan kegiatan belajar murid, maupoun upaya memperkaya serta meremajakan kemampuannya dalam mengembangkan program pengajaran.

Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s time) menunjukkan intensitas waktu dari seorang guru yang dikonsentrasikan untuk tugas-tugas profesinya. Teacher’s time ini merupakan salah satu indikator  penting dari mutu guru, seperti ditunjukkan oleh konsep “waktu belajar” (time on task) yang diukur dari intensitas belajar siswa secara perorangan. Time on task ini  ditemukan melalui berbagai studi dan berbagai penelitian di berbagai negara termasuk Indonesia sebagai salah satu prediktor terbaik dari mutu hasil belajar siswa. Guru dikatakan profesional jika pekerjaannya dapat menjamin kehidupan mereka. Pendapatan seorang profesional sangat ditentukan oleh kemampuan dan prestasinya dalam bekerja.

B.  Kriteria Profesi Kependidikan
Menurut komisi kebijaksanaan Pendidikan NEA Amerika Serikat (Dalam Oteng Sutisna, 1985 : 304) menyebutkan ada enam macam kriteria profesi kependidikan yaitu :
1.     Profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan.
2.     Profesi mengejar kemajuan dalam kemampuan para anggotannya
3.     Profesi melayani kebutuhan para anggotanya (akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesional).
4.     Profesi memiliki norma-norma etis.
5.     Profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidangnya (mengenai perubahan-perubahan kurikulum, struktur organisasai pendidikan), persipan profesional.
6.     Profesi memiliki solidaritas kelompok profesional.

Guru yang profesional adalah guru yang memiliki sejumlah kemampuan dasar (KD). Hasan Walinono (1985:5) mengemukakan kemampuan dasar tersebut adalah  :
1.     Mengembangkan kepribadian
2.     Menguasai landasan kependidikan
3.     Menguasai bahan pelajaran
4.     Menyusun program pengajaran
5.     Melaksanakan program pengajaran
6.     Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang   telah  dilaksanakan
7.     Menyelenggarakan program bimbingan
8.     Menyelenggarakan administrasi pendidikan
9.     Berintegrasi/berinteraksi dengan   teman  sejawat/kalangan pendidikan dan masyarakat.
10.   Menyelenggarakan  penelitian  sederhana  untuk   keperluan pengajaran.

Kesepuluh kemampuan guru yang dikemukakan di atas dijabarkan dalam bentuk yang lebih konkrit. :
Pertama, pengembangan kepribadian : (1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2)  Berjiwa Pancasila, (3) Menghargai seni budaya sendiri, (4) Disiplin, (5) Kreatif dan inisiatif  (6) Memiliki gagasan yang baik, (7) Rendah hati dan terbuka, (8) Memiliki cinta kasih yang tinggi (9) Tidak mudah putus asa.
Kedua, menguasai landasan kependidikan : (1) Mengenal tujuan pendidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, (2) Mengenal prinsip-prinsip pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar, (3) Mengenal fungsi satuan pendidikan dalam masyarakat.
Ketiga, menguasai bahan pelajaran : (1) Menguasai bahan pelajaran kurikulum satuan pelajaran yang bersangkutan, (2) Menguasai bahan pengayaan, (3) Menguasai sumber lingkungan yang dimanfaatkan sebagai bahan pengajaran.
Keempat, (1) Menetapkan tujuan pengajaran, (2) Memilih dan
pengembangkan bahan pengajaran, (3) Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai, (4) Memilih dan memanfaatkan sumber belajar.
Kelima, melaksanakan program pengajaran : (1) Menciptakan iklim  belajar mengajar yang tepat, (2) Mengatur lingkungan ruang belajar, (3) Mengelola interaksi belajar mengajar.
Keenam, menilai hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan : (1) Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran, (2) Menilai hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Ketujuh, menyelenggarakan program bimbingan : (1) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar, (2) Membimbingan siswa yang berkelainan dan berbakat khusus, (3) Membina wawasan siswa untuk menghargai berbagai pekerjaan di masyarakat.
Kedelapan, menyelenggarakan administrasi pendidikan : (1) Mengenal administrasi kegiatan pendidikan, (2) Melaksanakan kegiatan administrasi kegiatan pendidikan. Kesembilan, berintegrasi/berinteraksi dengan teman sejawat/kalangan pendidik dan masyarakat, (2) Berinteraksi dengan masyarakat dalam rangka menunaikan misi pendidikan.
Salah satu tujuan dari terbentuknya PGRI adalah untuk memeprtinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan guru. Sedangkan misi PGRI adalah :
1.     Misi politis/ideologis
2.     Misi perasatuan/oraganisatoris
3.     Misi profesi
4.     Misi kesejahteraan

Misi politis/idelogis yang dipikul oleh PGRI karena mengemban amanat yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa atas dasar ideologi negara Pancasila  dan UUD 1945. Misi perasatuan/Organisatoris berhubungan dengan bagaimana cara organisasi PGRI ini memberi imbas/dampak terhadap pembangunan bangsa. Misi profesi berhubungan  dengan usaha organisasi profesi ini untuk mengembangkan kemampuan anggotanya supaya lebih profesional dan asfek persyaratan profesi harus terpenuhi.  Misi kesejahteraan berhubungan dengan perjuangan nasib para anggotanya untuk memperoleh jaminan kesejahteraan yang layak untuk memenuhi kebutuhan anggota dan keluarganya.

C. Kode Etik Profesi Guru
Isi rumusan    “KODE ETIK GURU INDONESIA ” adalah sebagai beriku :
1.     Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
a.       Guru menghormati hak individu, Agama dan keperccayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari anak didiknya masing-masing.
b.       Guru menghormati dan membimbing kepribadian anak didiknya.
c.       Guru menyadari bahwa Intelegensi, Moral dan jasmani adalah tujuan utama pendidikan.
d.       Guru melatih anak didik memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasinya agar dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun.
e.       Guru  membantu  sekolah  didalam  usaha menanamkan           pengetahuan keterampilan kepada anak didik.
f.        Guru  memiliki   kejuruan   profesional  dalam  menerapkan    Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
g.       Menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didik masing-maasing.
h.       Guru hendaknya fleksibeldidalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didiknya masing-masing.
i.        Guru memberi pelajaran di dalam dan luar sekolah berdasarkan kurikulum dan berlaku secara baik tanpa membeda-bedakan jenis dan posisi sosial orang tua muridnya.
2.     Guru  mengadakan  komunikasi,  terutama  dalam  memperoleh informasi,  tentang  anak didik  tetapi menghindarkan diri segala bentuk penyalahgunaan.
a.     Komunikasi guru dan anak didik di dalam dan luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang.
b.     Untuk berhasilnya pendidikan, guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar belakang orang tuanya.
c.     Komunikasi hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan        pendidikan anak-anak didik.
3.     Guru menciptakan suasana kehidupan  sekolah dan memelihara  hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
a.     Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan belajar di sekolah
b.     Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbal balik untuk kepentingan anak didik.
c.     Guru senantiasa menerima dengan dada  lapang setiap kritik membangun yang disampaikan orang tua murid/masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya.
d.     Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam berbagai aktivitas.
e.     Guru mengusahakan terciptanya kerjasama yang sebaik-baiknya antara sekolah, orang tua murid, dan masyarakat bagi kesempatan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bedrsamaantara pemerintah, orang tua murid dan masyarakat.
4.     Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar   sekolahnya  maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
a.       Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
b.       Guru menyebarkan dan turut merumuskan program pendidikan kepada dan dengan masyarakat sekitarnya, sehingga sekolah tersebut berfungsi sebagai puasat pembinaan dan pengembangan kebudayaan di tempat itu.
c.       Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai pembaharu bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.

5.     Guru secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha
 mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
a.      Guru melanjutkan studinya dengan :
1.      Membaca buku-buku
2.      mengikuti workshop/seminar, konfrensi dan pertemuanpertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya.
3.      Mengikuti penataran
4.      Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian.
b.       Guru selalu berbicara, bersikap dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
6.     Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama  guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam   hubungan keseluruhan.
a.       Guru senantiasa saling bertukar informasi, pendapat, saling menasehati dan membentu satu sama lain, baik dalam hubungan pribadi maupun dalam penunaian tugas profesi.
b.        Guru tidak melaksanakan tindakan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan seprofesinya dan menunjang martabat guru, baik secara pribadi maupun secara keseluruhan.
7.     Guru  secara bersama-sama memelihara, membina dan  meningkat kan organisasi guru profesional sebagai  sarana pengabdiannya.
a.       Guru menjadi anggota dan membantu organisasi guru yang bermaksud membina frofesi dan pendidikan pada umumnya.
b.       Guru senantiasa berusaha menciptakan persatuan diantara sesama pengabdi pendidikan.
c.       Guru senantiasa berusaha membantu menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah dalam bidang pendidikan kepada orang tua murid dan masyarakat sekitarnya.
d.       Guru berusaha menunjang terciptanya kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau di daerahnya sebaik-baiknya  individu maupun untuk kelompok.
 
D.    Pendidik
 Yang dimaksud pendidik disini adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan rohani dan jasmaninya agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk sosial dan sebagai individu (pribadi) yang mandiri.
Orang dewasa yang terutama mempunyai tanggung jawab terhadap anaknya adalah orang tuanya. Mereka adalah sarana pertama akan terciptanya anak sebagai mahluk Tuhan. Orang tua dinamai pendidik kodrat. Karena orang tua tidak mempunyai kekuatan, kemampuan, waktu dan sebagainya untuk memberikan pendidikan yang diperlukan oleh anaknya, maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawab kepadanya kepada orang dewasa lain untuk membimbingnya : guru disekolah, guru agama dibidang pendidikan ketuhanan, pemimpin kepemudaan pada organisasi pemuda, tokoh masyarakat didalam masyarakat dan sebagainya.
Agar pendidik dapat berfungsi sebagai medium yang baik dalam menjalankan kegiatan pendidikan, ia harus memperlakukan beberapa peranan sebagai berikut :
a.     Ia wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak didik yang ada, dengan jalan : observasi, wawancara, pergaulan, angket dan sebagainya.
b.     Ia  wajib berusaha menolong anak didik dalam perkembangannya. agar pembawaan buruk tidak berkembang dan sebaliknya pembawaan baik terus berkembang dengan subur mendekati puncak kemungkinannya, dengan menyiapkan lingkuan yang di perlukan.
c.     Ia wajib menyajikan jalan yang terbaik dan menunjukkan arah perkembangan yang tepat. Pendidikan sebagai orang yang berpengalaman mampu melaksakan hal ini berhubungan ia sudah mengalami liku-likunya jalan dan mengetahui sesatnya jalan yang menimbulkan tidak tercapainya tujuan yang diinginkan. Cabang pekerjaan yang telah di pilihnya sebagai pendidik tidak saja di pandang sebagai sumber nafkah melainkan juga sebagai tempat tempat pengabdian kepada Nusa,bangsa dan Tuhan.
d.     Ia wajib setiap waktu mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik dalam usaha mencapai tujuan pendidikan sudah berjalan seperti yang diharapkan.
e.     Ia wajip memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada anak didik pada waktu mereka menghadapi kesulitan denan cara yang sesuai dengan kemampuan anak didik dan tujuan yang akan dicapai.
f.      Dalam menjalankan tugasnya, pendidik wajib selalu ingat bahwa anak sendirilah yang berkembang berdasarkan bakat yang ada padanya,namun mengembangkan bakat yang tidak ada padanya. Ia hanya dapat mempengaruhi situasi, agar anak agar anak dalam situasi yang baik dapat berkembangan dengan lebih cepat tidak sesat dan tidak membahayakan kelangsungan perkembangannya. Itulah yang dimaksud oleh Ki Hajar Dewantara bahwa mendidik adalah tutwuri handayani. Artinya :Tutwuri atau mengikuti anak berkembang sendiri dengan jalan sendiri dan andayani atau mempengaruhi agar perkembangan jalan lebih pesa, apabila ada bahaya yang menimpa dapat diakhirinya.
g.     Pendidikan senatiasa mengadakan penilaian atas diri sendiri untuk mengetahui apakah ada hal-hal tertentu dalam diri pribadinya yang harus mendapatkan perbaikan. Satu prinsip penting untuk melaksanakan pendidikan adalah bahwa pendidik harus sudah memeliki norma-norma yang ingin di serahkan kepada anak didik. hal ini sudah dibahas  dalam bab v tentang kewibawaan dan tanggung jawab pendidik, karenanya tidak akan di ulangi lagi disini. yang perlukan di tegaskan di sini adalah pendidik mutlak harus memiliki norma-norma yang akan dipindahkan, termasuk menguasai isi atau bahan pendidikan yang akan disampaikan kepada anak didik agar dengan demikian kewibawaan yang dipersyaratkan dalam kegitan pendidikan dapat diwujudkan.
h.     Pendidikan perlu memilih metode atau teknik penyajian yang tidak saja di sesuaikan dengan bahan atau isi pendidikan yang akan disampaikan tetapijuga disesuaikan dengan kondisi anak didiknya. Hanya bila di lakukan pemilihn metode atau teknik penyajian dengan cara yang demikian, kegiatan pendidikan yang dijalankan akan menjadi pengalaman yang disenanngi oleh anak didik dan ini merupakan landasan untuk keberhasilan usaha pendidikan tersebut. Oleh karena anak didik berbeda-beda sifatnya maka akibatnya penggunaan yang hanya satu macam seperti metode ceramah saja, sudah jelas dari sudut pertimbangan ini adalah tidak memadai dan karena itu bila dilaksanakan juga tidak akan memberi manfaat  banyak di dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

E.     Anak Didik
Yang dimaksud dengan anak didik disini adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan bibingan dan pertolongan dari orang lain yang sudah dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai mahluk Tuhan, sebagai suatu pribadi atau individu sendiri.  Anak didik disebut anak kandung apabila anak didik tersebut dalam lingkungan pendidikan keluarga, siswa dan mahasiswa adalah anak didik dalam lingkungan pendidikan disekolah dan lain-lain. Isi kurikulum (core curriculum content) yang berorientasi pada proses pembelajaran murid secara maksimal pada intinya terdiri dari dua kategori yaitu:
Isi kurikulum yang berkaitan dengan kemampuan dasar untuk belajar (basic learning skils) seperti kemampuan membaca (menyerap informasi melalui bahan bacaan secara tepat), berhitung (berlatih untuk memahami logika angka dan ruang), menulis (menuangkan gagasan melalui tulisan atau lisan), mendengar dan menyimak (menyerap informasi melalui pengamatan dan pendengaran), sertra mengenal permasalahan lingkungan agar dapat berlatih untuk memecahkannya.
Isi kurikulum yang berkaitan dengan substansi belajar (basic leaning contents) seperti pengetahuan, wawasan, nilai, sikap, dan keterampilan.  Konten pelajaran tidak perlu harus disampaikan  melalui kuliah atau ceramah karena perolehan pengetahuan bisa dilakukan melalui kegiatan membaca buku-buku pelajaran, manual, pengumuman, berita, serta pengamatan masalah di lapangan serta melalui mess media. Informasi yang diperoleh peserta didik selanjutnya ditelaah (reviewed) dan dijelaskan dengan konsep ilmu pengetahuan bersama guru dalam diskusi di kelas.
Pendekatan Teknis Kependidikan (technical approach); yaitu berkenaan dengan mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui pendekatan belajar tuntas (mastery learning). Pendekatan Pengelolaan Pendidikan (Managerial Approach)  yaitu mutu pendidikan ditingkatkan melalui penguatan kemampuan setiap satuan lembaga pendidikan dalam menerapkan strategi khusus secara sendiri-sendiri.

F.     KEMAMPUAN AKADEMIK DAN NON AKADEMIK
1.  Kemampuan akademik Guru diantaranya :
1.       Mengausasi materi pembelajaran sesuai dengan displin ilmunya
2.       menguasai meteri mengembangkan metodologi pembelajaran.
3.       ahli menyusun program pembelajaran dan melaklsanakannya.
4.       mampu menilai hasil & evaluasi pembelajaran.
5.       mampu memberdayakan siswa dalam pembelajaran.
2.   Kemampuan  non akademik Guru antar alain :
1.       menguasai paradiagma baru pendidikan.
2.       tidak buta teknologi 
3.       memiliki iman dan taqwa seimbang antara kehidupan duniawi dan akhirat
3.   Kriteria Ukuran Keberhasilan Mengajar :
1.     Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum;
2.     Keterlaksanaan mengajar oleh guru;
3.     Keterlaksanaan belajar  oleh siswa;
4.     Motivasi belajar;
5.     Aktivitas Siswa dalam kegiatan belajar;
6.     Interaksi guru siswa;
7.     Kemampuan/keterampilan guru mengajar;
8.     Prestasi belajar yang di capai oleh siswa;

4. Syarat-Syarat Kemampuan Guru Antara lain :Pengetahuan  (knowledge) di bidang tertentu terutama di bidang keguruan dan pendidikan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.
1.     Keterampilan (Skill) di bidang keguruan sehingga mampu memimpin /menguasai kelasnya secara efektif
2.     Kemampuan Menilai/mengevaaluasi (Evaluation)  sehingga gurau mampu menilai/mengevaluasi sejauh mana materi pellajaran telah disampaikan dan sejauh mana siswa mampu menguasai materi pelajaran itu.

a.     Syarat-Syarat Profesional Guru (Oemar Hamalik 1986:76)  :
1.     Persyaratan Fisik, yaitu  kesehatan jasmani  yang artinya seorang guru  harus berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan
2.     Persyaratan Psykis, yaitu sehat rohani yang artinya  tidak mengalami gangguan jiwa.
3.       Perssyaratan Mental, yaitu  memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi kependidikan, pengabdian serta memiliki dedikasi  yang tinggi pada tugas dan jabatannya
4.       Persyaratan Moral, yaitu memiliki budi pekerti yang luhur dan memiliki sikap susila yang btinggi
5.       Persyaratan  Intelektual, yaitu pengetaahuan dan keterampilan yang tinggi  yang diperoleh dari lembaga pendidikan  tenaga kependidikan  yang memberikan bekal guna menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik.

F. Karak Teristik Kemampuan Guru.
a.     Memiliki Tanggung Jawab, antara lain :
1)       Tanggung Jawab Moral, yaitu setiap guru harus memiliki  kemampuan  menghayati perilaku dan etika yang sesuai  dengan moral Pancasaila dan mengamalakaannya dalam kehidupan sehari-hari. 
2)      Tanggung jawab Pendidikan di Sekolah, yaitu setiap guru harus menguasai cara belajar-mengajar yang efektif, mampu membuat Satuan Pelajaran (SP), mampu memahami kurikulum, dan mampu mengajar di kelas.
3)      Tanggung jawab Kemasyarakatan, yaitu turut serta menyukseskan pembangunan dalam masayarakat, yaaitu guru mampu membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat.
4)      Tanggung Jawab Ke-Ilmuan, yaitu guru selaku ilmuan bertanggungjawab dan turut serta  memajukan ilmu yang menjadi spesialisasinya, dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan.
G.    Fungsi dan peran Guru meliputi :
1.        Guru  Sebagai Pendidik dan Pengajar, harus memiliki kestabilan emosional, bersikap realistis, jujur dan terbuka, peka terhadap perkembangan, terutama tentang inovasi pendidikan.
2.        Guru Sebagai  Anggota Masyarakat, harus pandai bergaul dengan masayarakat. Untuk itu guru harus menguasai Psikologi Sosial, Keterampilan menyelesaaikan tugas bersama dalam kelompok.
3.        Guru Sebagai Pemimpin, Guru  harus memilki kepribadian, menguasai Ilmu Kepemimpinan, Teknik Komunikasi, dan menguasai  berbagai aspek kegiatan organisasi yang ada di sekolah.
4.        Guru Sebagai Pelaksana Administrasi, Berhubungan dengan Administrasi yang harus di kerjakan di sekolah. Untuk itu tenaga kependidikan harus memiliki kepribadian , jujur, teliti, rajin, menyimpan arsip dan administrasi lainnya.
5.        Guru Sebagai Pengelola  Kegiatan Belajar Mengajar, Harus menguasai berbagai metode mengajar dan harus menguasai situasi belajar mengajar, baik di dalam maupun di luar kelas.

H.       Kemampuan Guru dalam  Proses Belajar Mengajar :
1.     Kemantapan dan integrasi Pribadi. Seorang guru dituntut  dapat bekerja secara teratur, konsisten, dan kreatif dalam menyelesaikan pekerjaannya sebagai guru.  Oemar Hamaalik (19982:18) mengatakan bahwa : “Kemantapan dalam bekerja hendaknya  merupakan karakteristik pribadainya, sehingga pola hidup seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai pendidik. Kemantapan dan integritas pribadi ini  tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui suatu proses belajar yang sengaja diciptakan”. Kemantapan pribadi berpengaruh pada tugas, demikian juga  dengan kemantapan pribadi guru dalam proses belajar mengajar yang diselenggaraaknnya. Kemanatapan dan integritas harus dimiliki oleh setiap  guru demi tercapainya tujuan pendidikan.
2.     Peka Terhadap Perubahan dan Pembaharuan. Guru harus peka terhadap apa yang sedang berlangsung di nsekolah dan sekitarnya. Artinya  apa yang dilakukan di sekolah  tetap konsisten dengan kebutuhan  dan tidak ketinggalan jaman. Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan dapat menambah  atau mengurangi kurikulum  pelajaran sesuai dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah dan desentralisasi serta otonomi pendidikan yang berlaku saat ini.
3.     Berpikir Alternatif. Guru harus mampu berpikir kreatif dan berwawasan luas dalam memecahkan masalah yang dihadapi di sekolah. Oleh karena itu seorang guru dituntut mampu berpikir secara alternatif , berpandangan kedepan dan berwawasan luas  dalam menyelesaikan  tugas dan permasalahan yang terjadi di sekolah agar diperoleh ketenangan dan aktivitas belajar mengajar berlangsung dengan tertib, aman, menyenangkan  dan harmonis.
4.     Adil, Jujur dan Objektif Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jujur berarti  tulus ikhlas menjalanakan fungsinya saebagai guru  sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Objektif artinya menjalankan aturan dan kriteria yang telah ditetapkan tanpa pilih kasih.
5.     Disiplin dalam Melaksanakan Tugas. Disiplin  muncul dari  kebiasaan hidup dan kehidupan yang teratur, serta mencintai dan menghargai pekerjaannya, disiplin memerlukan propses pendidikan dan pelatihan nyang memadai. Untuk itu maka guru memerlukan  pemahaman tentang  landasan Ilmu Pendidikan dan Keguruan.
6.     Ulet dan Tekun Bekerja. Keuletan dan ketekuanan bekerja  tanpa mengenal lelah  dan tanpa pamrih  merupakan sifat yang perlu dimiliki guru. Siswa akan memperoleh imbalan  dari guru yang menampilkan pribadi utuh, yang bekerja tanpa  pamrih dan tanpa mengenal lelah. Guru tidak mudah berputus asa. Guru harus ulet, dan tekun bekerja sehingga program pendidikan yang telah  ditetapkan dapat berjalan   dengan baik.
7.     Berusaha Memperoleh Hasil Kerja yang Baik. Dalam mencapai hasil kerja guru diharapkan selalu meningkatkan kemamapuan diri, mencarai cara baru, agar mutu pendidikan selalu meningkat, pengetaahuan umum yang dimilikinya selalu bertambah dengan menambah   bacaan di luar buku pelajaran. Dengan adanya usaha untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan keterampilan, maka kemampuan guru  akan bertambah pula  sehingga tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam proses belajar mengajar.
8.     Simpatik, Menarik, Luwes, Bijaksana, dan Sederhana. Sifat Kemampuan Pribadi Guru dalam  Proses belajar Mengajar, memerlukan kematangan pribadi, kedewasaan sosial, pengalaman hidup bermasyarakat, pengalaman belajar yang memadai, khususnya pengalaman dalam praktek mengajar. Oleh karena itu guru harus menguasai benar hal-hal yang berhubungan dengan  sifat Simpatik, Menarik, Luwes, Bijaksana, dan Sederhana seperti disebutkan diatas.
9.     Bersifat Terbuka. Guru diharaapkan dapat menampung aspirasi  berbagai pihak sehingga sekolah dapat berfungsi sebagai agen pembanagunan dan guru  berperan sebagai pendukungnya. Guru juga dituntut  berusaha meningkatkan  serta memperbaiki suasana kehidupan  sekolah berdasarkan kebutuhan dan tuntutan berbagai pihak.  Dengan demikian sifat terbuka akan dapat terwujud melalui proses belajar mengajar yang demokratis.
10.   Kreatif. Guru kreatif maksudnya guru harus mampu melihat berbagai kemungkinan yang menurut perkiraannya  sama baik. Kreativitas berhubungan erat dengan kecerdasan. Untuk mendapatkan kreativitas yang tinggi, guru harus lebih banyak bertanya, belajar dan berdedikasi tinggi.
11.   Berwibawa. Seorang guru harus berwibawa. Dengan adanya kebwibawaan proses belajar-mengajar akan dapat terlaksana  dengan baik, siswa mematuhi apa yang ditugaskan oleh guru.

I. Tugas dan Fungsi Utama Guru
Depdikbud (1984:7) mengindikasikan sedikitnya tiga tugas utama guru yaitu sebagai berikut :
1.     Tugas profesional yaitu; mendidik dalam rangka menyumbangkan kepribadian, mengajar dalam rangka menyimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan dan melatih dalam  rangka membina keterampilan.
2.     Tugas menusiawi, yaitu; membina anak didik dalam rangka meningkatkan danmengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusia yang optimal serta pribadi yang mandiri.
3.     Tugas kemasyarakatan, yaitu; dalam rangka mengembangkan terbentuknya masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sementara itu Suharsimi Arikunto (1980:268) mengatakan, diharapkan guru mampu memerankan fungsi-fungsinya  seperti :
a.     Guru sebagai pengelola proses Kegitan Belajar Mengajar. Kelas merupakan suatu organisasi yang semestinya dikelola dengan baik, mengacu pada fungsi-fungsi administrasi yang ada dan berlaku.
b.     Guru sebagai moderator. Menurut aliran baru dalam bidang pendidikan guru diharapkan bukan sebagai penyampaian materi semata tetapi juga lebih sebagai moderator, yaitu pengatur lalu lintas pembicaraan, jika ada jalur pembicaraan yang tidak dapat di selesaikan oleh siswa-siswi, maka gurulah yang wajib mendamaikan perselisihan tersebut.
c.     Guru sebagai motivator. Siswa adalah manusia yang di tempeli oleh sifat “memilih yang serba enak” dari pada harus susah-susah. Jika guru tidak dapat memancing kemauna siswa untuk aktif maka guru itu sendiri yang akan merasakan kesulitan dalam proses pembelajaran kerena dapat ditebak bahwa siswa akan pasif tanpa inisiatif.
d.     Guru sebagai fasilitator. Guru sebagai fasilitator memberikan kemudahan dan sarana kepada siswa agar dapat aktif belajar sesuai dengan  kemampuannya.
e.     Guru sebagai evaluator. Guru sebagai evaluator berperan setiap kegiatan selalu diikuti oleh motivasi jika orang-orang yang terlibat dalam kegiatan menginginkan terjadinya peningkatan atas kegiatan itu pada masa-masa yang akan datang.
           
Menurut Jhon Bolla (1983:20) Kemampuan melaksanakan pembelajaran tampak melalui  sikap dan perilaku guru,terutama dalam hal ;
1.     Menggunakan metode,media,bahan yang sesuai dengan tujuan mengajar
2.     Berkomunikasi dengan siswa.
3.     Mendemonstrasikan khasanah metode mengajar.
4.     Mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa dalam pengajaran.
5.     Mendemonstrasikan penguasaan materi pelajaran dan relevansisnya.
6.     Mengorganisasikan waktu, ruang dan perlengkapan pengajaran.
7.     Melaksanakan evaluasi pencapaian siswa dalam proses belajar-mengajar.

Indikator kemampuan guru menurut Suharsimi Arikunto (1989:285) adalah:
1.     Tingkat pendidikan (Ijazah pendidikan formal dan tambahan sertifikat penataran atau krusus-kursus lainnya),
2.     Pengalaman belajar, dan
3.     Keperibadian guru.
Kemampuan mengajar Guru menurut Dirjen Dikti (1984:20) ditunjukkan melalui   : Mampu menggunakan metode, media, dan bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pengajaran yaitu ;
1.        Mampu Berkomunikasi dengan siswa.
2.        Mampu Mendemonstrasikan khasanah metode mengajar.
3.        Mampu Mendorong dan menggalakkan keterampilan siswa dalam pengajaran.
4.        Mampu Mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan relevansisnya.
5.        Mampu Mengorganisasikan waktu, ruang, bahan dan perlengkapan pengajaran.
6.        Mampu Melaksanakan evaluasi pencapaian belajar siswa dalam proses belajar-mengajar.

Selanjutnya kemampuan  yang harus dimiliki atau dikuasai oleh guru tersebut  dipresentasikan sebagai berikut : 
a.     Kemampuan Menggunakan Metode dan Media Pengajaran.
Dalam mengajar seseorang guru dapat menggunakan berbagai metode  dan media pengajaran sesuai dengn tujuan pengajaran. Dalam memilih metode dan media mengajar Winarno Surachmad (1984:97)  ada beberapa faktor yang harus diperhatikan  dalam memilih metode mengajar, yaitu:
1).  Faktor murid, meliputi pelajaran atau petatar.
2).  Faktor tujuan, meliputi berbagai jenis dan fungsinya.
3).  Faktor situasi, meliputi berbagai keadaan.
4).  Faktor fasilitas, meliputi berbagai kualitas dan kuantitas.
5). Faktor pengajaran, meliputi penataran dan pelatihan yaitu guru yang memiliki  sarat kemampuan profesionalnya.
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, diharapkan metode mengajar yang digunakan oleh guru dapat sesuai atau cocok dengan materi pengajaran yang disampaikan, indikator pemilihan metode mengajar yang tepat adalah :
1)        Metode yang Digunakan Sesuai Dengan Tujuan Pengajaran.  Prinsip utama dalam memilih metode mengajar adalah kesesuaian antara metode yang di pilih dengan mata pelajaran yang akan di sampaikan, jika tujuan pengajaran  hanya ingin memberikan informasi kepada siswa, maka metode yang tepat adalah metode ceramah. Sedangkan jika tujuan pengajaran menghendakai agar siswa dapat ,mendemonstrasikan sesuatu obje, maka metode mengajar yang terpat adalah metode demonstrasi.
2)        Metode yang Digunakan Sesuai Dengan Situasi Siswa. Dalam memilih metode mengajar yang akan digunakan selain harus di dasarkan atas kemampuan guru juga harus di dasarkan pada kemampuan siswa. Guru yang menggunakan metode mangajar yang tepat adalah guru yang dapat memperhatikan kemampuan belajar siswa.
3)        Metode yang Digunakan Disesuaikan Dengan Fasilitas. Dalam kondisi seperti itu, guru hendaknya mampu memilih metode yang tepat sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia.
Dalam kaitannya dengn penggunaan media pengajaran, guru handaknya mampu menyelesaikan media pengajaran yang diterapkan dengan metode yang digunakan. Untuk itu dalam kondisi seperti itu guru dituntut mampu :
a.          Memilih dan atau menggunakan media pengajaran yang tepat sesuai dengan tujuan pengajaran.
b.          Media yang di gunakan dapat mengaktifkan siswa baik secara fisik
c.          Media yang digunakan dapat memperjelas pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang di sampaikan.

Disamping dituntut mampu mengunakan media pengajaran yang tepat, guru juga di tuntut mampu manyajikan materi pelajaran dengan tepat  pula.  Materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diukur melalui :
a.     Bahasa yang digunakan dalam menyajikan materi pelajaran tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda diantara  siswa.
b.     Materi yang disampaikan tidak menyimpang dari rencana pengajaran
c.     Mampu menggunakan contoh-contoh yang tepat sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa.
d.     Dapat melibatkan atau mengaktifkan siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar.

b.     Kemampuan Berkomunikasi Dengan Siswa
Seseorang guru dituntut memiliki kemampuan mengajar yang baik dan mampu melakukan komunikasi dengan siswa dengan baik pula. Kemampuan guru berkomunikasi dengan siswa dalam proses belajar-mengajar ditandai dengan : 
1).  Memperhatikan situasi dan kondisi siswa
2).  Memperhatikan kepentingan dan keinginan siswa.
3).  Tidak memisahkan diri dari siswa.
4).  Tidak menganggap siswa lebih rendah.
5).  Melakukan pembicaraan sepenuhnya.
6).  Melakukan kontak batin.
Kemampuan guru berkomunikasi dengan siswa dalam proses belajar mengajar sangat perlu dibina dan lestarikan. Dengan melakukan komunikasi dengan siswa, guru dapat mengoreksi informasi baik yang merupakan kelemahan maupun yang bersifat kelebihan siswa, dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa, memepermudah dan memperlancar jalannya guru dapat membina serta mambentuk kemampuan belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa, gampang bagi guru untuk mencari faktor apa yang perlu dilakukan untuk pembinaan. Sedangkan siswa yang mempunyai kelemahan gampang pula dibina dan diarahkan sesuai dengan tingkat potensinya, yang pada gilirannya prestasi belajar yang optimal  dapat tercapai.       

c.     Kemampuan Menggunakan  Metode Mengajar
Agar hasil pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal,  diperlukan penggunaan metode mengajar yang tepat sesuai dengan konteks bahan pelajaran yang disampaikan. Imansyah Alipandie (1984:71) mengatakan “Metode adalah cara yang sistematis yang dipergunakan untuk mencapai tujuan”. Selanjutnya dalam buku The Hol Basic Dictionary of American English mengatakan : “Method ; regular way of doing something”. Pengertian ini dilengkapi Hadari Nawawi mengatakan : “Metode dapat diartikan prosedur yang tetap dalam melaksanakan sesuatu, yang di dalamnya berisi langkah-langkah atau mekanisme berlangsungnya pekerjaan itu”.
Bertolak dari pendapat diatas, dapat penulis simpulkan, metode mengajar adalah cara atau prosedur yang dipergunakan   seseorang guru dalam mengajar yang berisi langkah-langkah yang disusun secara sistematis, guna mencapai tujuan mengajar.  Dalam pengertian metode ter kandung beberap unsur seperti  :  1)adanya cara/prosedur yang dipergunakan, 2)adanya langkah-langkah yang disusun secara sistematis, dan 3)adanya tujuan yang hendak dicapai.
Metode mengajar merupakan cara yang akan dipergunakan guru untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran, mendorong minat belajar siswa dalam proses belajar kearah hasil yang optimal. Cara mengajar yang mempergunakan berbagai jenis metode dan dilakukan secara tepat akan memperbesar minat belajar siswa, dan pada gilirannya akan mempertinggi hasil belajar siswa.
Metode mengajar berkaitan erat dengan tujuan mengajar. Metode mengajar merupakan alat untuk mencapai tujuan mengajar. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan mengajar diperlukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan bahan yang akan diajarkan.  Ketidakjelasan  perumusan tujuan yang akan dicapai akan mempengaruhi kesalahan pemilihan metode yang akan dipergunakan. Sebaliknya kejelasan dalam merumuskan tujuan mengajar merupakan syarat bagi pemilihan metode yang tepat. Oleh karena itu, dalam pemilihan metode mengajar guru hendaknya berpedoman kepada tujuan mengajar yang harus dicapai.
Tiap-tiap metode memiliki kelemahan dan kebaikan. Penggunaan metode ditangan satu guru belum tentu baik untuk guru lainnya. Karena kebaikan dan kelemahan setiap metode mengajar masih bersifat relatif. Untuk itu semua berpulang kepada masing-masing kemampuan guru  menggunakannya untuk mengusahakan dan mempertinggi efektifnya metode yang dipakai.
Tim Didaktik  Kurikulum IKIP Surabaya (1987:39) menyebutkan sedikitnya ada empat langkah dalam memilih  metode  mengajar yaitu  :
1.     Selalu berorientai pada tujuan
2.     Tidak hanya terikat pada satu alternatif saja
3.     Kerap dipergunakan satu kombinasi dari berbagai metode
4.     Juga kerap kali dipergunakan berganti-ganti dari satu metode ke metode lainnya.

Selanjutnya Soejono (1980:144) mengatakan : ”Metode yang tepat adalah metode yang sesuai dengan bahan pengajaran, sesuai dengan faktor dalam dan faktor luar, serta sesuai dengan tujuan mengajar”. Berdasarkan  beberapa pendapat tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa pemilihan metode mengajar perlu mempertimbangkan beberapa faktor, sebagai berikut: 1)Tujuan yang akan dicapai, 2)Bahan yang akan disampaikan, 3)Kondisi kelas dan lingkungan sekitarnya, 4)Waktu yang tersedia, 5)Kemampuan guru, 6)Sarana dan prasarana belajar
Berikut ini dikemukakan beberapa metode mengajar yang dapat dipergunakan guru mata pelajaran dalam mengajar PPKn. Menurut Sofyan Aman (1982;16) menyebutkan sebagai berikut :
a.     Metode tanya jawab
b.     Metode diskusi
c.     Metode karyawisata
d.     Metode inkuiri
e.     Metode pemecahan masalah
f.      Metode ceramah bervariasi
g.     Metode simulasi
h.     Metode permainan (game)
i.      Metode bermain peran (role playing)

Metode tanya jawab adalah suatu cara untuk menyajikan bahan pengajaran dalam bentuk pertanyaan dari guru yang harus dijawab oleh siswa atau sebaliknya pertanyaan dari siswa yang harus dijawab oleh guru baik secara lisan maupun secara tulisan.
Metode diskusi adalah metode penyajian bahan pelajaran dengan cara siswa membahas, bertukar pendapat mengenai suatu topik atau masalah tertentu, guna memperoleh suatu kesepakatan atau kesimpulan. Metode karyawisata adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa siswa langsung kepada objek yang akan dipelajari di luar kelas. Metode Inquiri adalah suatu kegiatan atau penelaahan sesuatu dengan cara mencari kesimpulan, keyakinan tertentu melalui proses berpikir dan penalaran secara teratur, runtut dan bisa diterima oleh akal. Metode Pemecahan Masalah adalah cara penyajian yang menitik beratkan pemecahan suatu masalah secara rasional, logis. Metode Ceramah Bervariasi adalah suatu cara penyajian dengan melalui penuturan (penjelasan lisan) oleh guru kepada siswa disertai dengan bermacam-macam penggunaan metode pengajaran lain seperti tanya jawab, pembelian tugas, diskusi dan lain sebagainya. Metode Simulasi adalah suatu cara penyajian untuk memperoleh pemahaman akan hakikat suatu prinsip atau keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau pelatihan dalam siatuasi tiruan (tidak dengan sesungguhnya). Metode Permainan (game) adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian atau konsep tertentu. Metode Bermain Peran (role playing). Adalah salah satu bentuk permainan pendidikan (educational games) yang dipakai untuk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan sudut pandang dan cara berpikir orang lain (membayangkan diri sendiri seperti dalam keadaan orang lain). Pemeranan itu dilakukan tanpa membawa naskah.
Dari kesembilan metode tersebut diatas, apabila dipergunakan guru dalam mengajar PPKn di sekolahnya maka dapat tercipta program belajar siswa aktif dan situasi belajar dan sekaligus sebagai pertanda perwujudan kemampuan guru menggunakan strategi pembelajaran.



d.     Kemampuan Melibatkan Siswa dalam Pembelajaran.
Kemampuan guru melibatkan siswa dalam pembelajaran sangat penting artinya dalam rangka mrncapai prestasi belajar yang di harpkan. Siswa yang merasa dirinya di libatkan dalam suatu kegiatan, merasa dirinya dihargai dan dihormati. Dalam kondisi demikian siswa mudah dipacu untuk meningkatakn kemampuan belajarnya. Rasa hormat dan rasa di hargai yang tertanam dalam diri siswa akan menimbulkan kepercayaan pada diri siswa. Timbulnya rasa kepercayaan pada diri seserang merupakan langkah utama untuk membuat siswa  berprestasi.
Keterlibatan serta keikutsertaan siswa dalam proses belajar mengajar akan merangsang siswa untuk dapat berbuat banyak baik untuk kemajuan dirinyan yang  berkenaan dengan pembinaan sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari . dengan dem9kian secara taka di sadari telah terlatih mengunakan aspek pisikomotornya, yang pada akhirnya terampildalam berbuat dan bertindak baik untuk kepentingan bersama maupun untuk kepentingan dirinya sendiri, sikap terampil dan bertindak yang tertannan dalam diri siswa merupakan dasar untuk menciptakan sumber daya, manusia yang handal dan tangguh. Agar siswa merasa  terdorong untuk ikut serta dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu melakukan :         
1.     Pemberitahuan tujuan pengajaran yang akan di capai.
2.     Mengajak siswa untuk mengungkapkan pengalamannya.
3.     Mengundang siswa untuk bertanya.
4.     Memberikan penguatan seperti memberikan pujian, penghargaan dll. 

e.     Kemampuan Menguasai Materi Pelajaran
Barangkali tidak ada yang lebih penting bagi seseoang guru yang akan mengajar selain menguasai materi pelajaran yang akan di sampaikan. Kemampuan guru menguasai materi pelajaran, akan meningkatkan kereadibilitas seoranmg guru di mata murid-muridnya.
Guru adalah orang yang di tiru dan di puja . selain prilaku, sikap dan tindak tanduk seseorang guru yang harus di puji, kemampuan guru yang menguasai materi pelajaran yang akan di sampaikan juga harus manjadi pantauan. Siswa akan merasa banga, kagum dan hormat kepada guru yang dinilainya memiliki kemampuan lebih, terutama dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, sikap siswa yang telah tertanam rasa banga, kagum dan hormat pada gurunya, akan mudah di bina dan di bentuk sesuai dengan keinginan guru, terutama dalam hal peningkatan prestasi belajar. Kemampuan dan kelebihanyang di miliki seseorang akan sangat membantu guru dalam menegakan kewajibannya. Kewibawaan merupakan syarat mutlak yang harus di miliki seseorang guru yang baik.  Dengan model kewibawaan yang di milikinya, seseorang guru dapat berbuat apa saja yang positif terhadap murid-muridnya, ynag pada gilirannya denagn model kewibawaan guru dapat menguasai siswa, menguasai kelas dan sekolah. Kemampuan menguasai siswa, kelas dan sekolah merupakan syarat untuk dapat mencapai keamanan ketentraman, ketertiban, kebersihan, keindahan dan kekeluargaan di sekolah.
Agar sesdeorang guru dapat menuasai materi pelajaran, guru perlu membuat persiapan sebelum mengajar, baik persiapan tertuliw maupun persiapan mental. Guru yang memiliki persiapan yang matang tidak akan grogi dan atau salah tingkah manakala menyajian materi pelajaran. Guru yang memiliki persiapan yang matang, tidak akan kehabisan bahan atau materi pelajaran yang di sampaikan. Kekurangan bahan atau materi pelajaran merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan guru dalam mengajar. Kegagala mengajar akan menurun kewibawaan seseorang tidak dapat berbuat banyak. Bahkan guru yang demikian identik dengan guru yang tidak berhasil.
Kemampuan guru manguasai materi pelajaran tidak terlepas dari penguasaan metode mangajar. Kemampuan guru menguasai metode mangajar akan merangsang kemampuan  siswa  belajar serrta materi pelajaran yang di sampaikan akan mudah dicern adn di kuasai. Siswa yang apad gilirannya akan menciptakan prestasi belajar siswa. 
      
f.         Kemampuan Mengatur Waktu, Ruang dan Bahan Pengajaran.
Disamping di tuntut menguasai materi pelajaan, seseorang guru di tuntu pula mampu mengorganisasikan waktu, ruang, bahan dan fasilitas mengajar.
Pengorganisasian waktu atau alokasi waktu mangajar sangat perlu di perhatikan. Setiap bidang studi memiliki waktu yang sudah diatur sedemikian rupa dalam kurikulum sekolah. Seseorang guru di tuntut mampu membaca situasi dan mampu penempati waktu yang sudah di tetapkan.
Kekurangan atau kelebiham dari alokasi waktu yang sudah di tetapkan akan mengangu pelajaran bidang studi lain. Apa bila hal demikian berlangsung secvara terus menerus akan dapat menimbulkan kekacauan sekolah. Kekacauan dalam proses belajar mengajar akan berakibat gagalnya guru manguasai sekolah. Sekolah yang kacau tidak mungkin dapat mencapai prestasi belajar se[perti yang di harapkan.
Disamping waktu, guru juga harus dapat mangadakan pengaturan ruang yang tepat. Pengaturan ruang belajar yang keliru akan berpengaruh terhadap kemampuan belajar siswa. Siswa menjadi malas, mengantuk, lemah semangat dan malas beraktivitas yang pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar siswa.
Ruang belajar yang tidak menentang cahaya, tidak menghadap jalan raya, tidak lembab, tidak dekat atau ,mengeluarkan bau-bau yang tidak sedap dan tidak membuat siswa gaduh. Tidak semua sekolah yang memiliki gedung dan lokal belajar yang cocok sesuai dengan keinginan. Tatapi di sinilah letak di tuntut kemampuann sesorang guru, membuat pengaturan runag yang tepat, yang jelak menjadi baik, yang apik menjadi cerah, yang kusam manjadi sempurna.
Untuk dapat berbuat seperti yang di auraikan di atas, seseorang guru harus bertanam rasa memiliki sekolah yang tinggi dan rasa kecintaan yang dalam dan tulus iklas, bukan karena paksaan, tetapi lahir karena kesadaran dan kesungguh-sungguhan.
Disamping di tuntut mampu mengorganisasikan waktu dan runag seperti di sebutkan di atas, seseorang guru di tuntut mampu mengunakan sarana dan prasarana belajar akan membantu siswa memahami amteri palajaranyang di sampaikan. Dengn demikian siswa merasa terdoreong untuk terus belajar dan belajar. Kemampuan guru menciptakan fasilitas belajar akan membuat nilai tambah tersendiri bagi guru. Seskolah yang memiliki fasilitas belajar yang lengkapakan memacu prestasi belajar siswa.       
g.     Kemampuan  Melaksanakan  Evaluasi Belajar
“Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses nilai untuk menentukan dari pada sesuatu”. (Wayan, 1986:6). Berkenaan denagn tiu (Reoijakers, 1980:36) menyebutkan :”Evaluasi adalah memberikan informasi tentang hasil belaja yang di berikan”. Selanjutnya (David, 1974:81) menegaskan : “Evalatioan is a continuous process of collecting and interprenting information in order to assess desicion made in designing a learning system”.
Bertolak dari beberapa pendapat di atas, dapat di simpulkan evaluasi adalah suastu kegiatan yang di lakukan secara sengaja dan berencana untuk menentukan atau unutk memperoleh nilai dari suatu pelajaran atau objek tertentu.
Evaluasi belajar adalah sesuatu kegiatan yag di lakukan oleh guru secara berencana,bertahap dan berkesinambungan untuk mengetahui tingkat pencapaian belajar siswa serta penguasaan materi pelajaran oleh siswa.
Tujuan evaluasi belajar menurut Depdikbut (1993:17) ; dalam Kurikulum (1994:3) adalah :    
1.     Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki program belajar mengajar dan  mengadakan  remedial program pada murid.
2.     Untuk menentukan kemajuan atau hasil belajar masing-masing murid yang  antara lain  diperlukan untk memberikan laporan kepada orang tua, menentukan kenaikan kelas dan menentukan lulus tidaknya murid.
3.     Untuk menempatan murid dalam situasi belajar –mengajar yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan murid.
4.     Untuk mengenal latar belakang (pisikologi, fisik dan lingkungan) murid  yang mengalami kesulitan belajar yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan belajar.

Dalam mengetahui pengertian dan tujuan diadakannya evaluasi belajar, diharapkan guru dapat lebih mampu mengadakan evaluasi. Evaluasi belajar tidak dapat dilakukan asal suka saja, tetapi evaluasi mengajar harus memperhatikan :     
a.     Garis-garis besar program pengajaran. (GBPP)
b.     Sejauh mana materi palajaran yang telah di sampaikan.
c.     Waktu yang tepat untuk melaksanakan evaluasi.
d.     Tingkat keukaran materi evaluasi.
e.     Fasilitas belajar yang di perlukan.
f.      Prinsip-prinsip evaluasi dan sebagainya.

Kemampuan mangadakan evaluasi yang baik dan banar, akan menggugah semangat siswa untuk belajar secara optimal. Dengan pelaksanaan evaluasi yang tepat dan banar siswa bersaing/berkompotensi untuk memperoleh nilai yang tinggi. Dengan dmikian secara tidak disadari siswa dirangsang untuk belajar yang pada gfilirannya siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang optimqal sesuai denagn yang di harapkan.
H.    Ciri-Ciri Berkemampuan Mengajar
Perkerjaan mendidik adalah suatu proses atau keahlian, oleh karena itu tidak semua orang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas mendidik. Hanya mereka yang disebut gurulah yang memporeleh kemampuan untuk melaksanakan tugas mengajar di lembaga pendidikan formal. Untuk dapat berkerja secara profesional diperlukan suatu sikap, yaitu sikap untuk mengembangmkan diri sebagai personal yang mampu mengintergrasikan dirinya dalam sesenap aspek kehidupan. Mengembang-kan profesipnalisme guru berarti meningkatkan kemampuan mengajar guru. Kemampuan mengajar guru merupakan suatu tuntutan yang mutlak tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam menyongsong era globalisasi  ini.
Berkenaan dengan kemampuan mengajar, Gagne (1985:134) menyebutkan sedikitnya sebelas langkah yang harus dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan mengajar yaitu :
1.     Memperhatikan integritas pribadinya.
2.     memahami konsep-konsep dasar keilmuan untuk berpikir ilmiah dan bersikap profesional.
3.     memahami murid dengan prilaku yang simpatik.
4.     memahami hakekat dan penyelengaraan pendidikan.
5.     memahami proses pengembangan kurikulum.
6.     menguasai bahan atau materi pelajaran.
7.     merancang proses belajar mengajar
8.     melaksanakan peranannya dalam bimbingan dan penyuluhan.
9.     menyelengarakan administarsi sekolah.
10.   memanfaatkan kondisi lingkungan sekolah muatan lokal demi kelangsungan proses belajar mengajar.
11.   mengadakan penelitian sederhana.

Pengembangan kemampuan mengajar guru seperti disebutkan di atas merupakan upaya manusia yang berdaya dan berhasil guna, yang pada giliranya akan mampu meciptakan kesiapan belajar siswa yang diharapkan.
Kriteria suatu jabatan dapat disebut profesi termasuk jabatan guru apabila memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a.     Perkerjaan itu merupakan panggilan hidup.
b.     Memerlukan pengetahuian dan kecakapan tertentu atau keahlian khusus untuk melaksanakannya.
c.     Perkerjaan itu harus baku bersifat universal, didasari teori-teori, prinsip prosedur dan anggpan dasar yang baku pula.
d.     Merupakan bidang atau wadah tempat pengabdian.
e.     Memerlukan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif.
f.      Bersifat otonomi.
g.     Memiliki norma dan kaidah tertentu.
h.     Bertujuan memberikan pelayanan dengan objek yang jelas.
I.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Mengajar Guru.
Untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui prestasi belajar siswa, harus didahului dengan meningkatkan kualitas dan kemampuan dan mengajara guru. Kemampuan mengajar guru di pengaruhi oleh beberapa faktor.  Faktor-faktor tersebut sangat menentukan kualitas mengajar guru secara profesional. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas dan kemampuan mengajar guru tersebut menurut Hamid (2004) meliputi: a)tersedianya sarana dan prasaran pendidikan, b)pengaskuan terhadap individu guru yang sama denagn individu (guru) lainnya, c)kondisi iklim yang dikembangkan mendorong pengembangan sikap dan tangung jawab, d)sikap dan etika kerja serta motivasi kepercayaan unutk melaksanakan perkerjaan dan kekempatan untuk menegmbangkan diri, e)keamanankerja yang memungkinkan perkerjaannya dengan rasa penuh tangung jawab, f)tempat kerja yang mendukung penghasilan/dan atau insentif yang memadai dan lain-lain.
Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas, menurut Suharsimi Arikunto, (1980:227) ada babarapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap kualitas guru sebagai pengelola peroses pembelajaran, yaitu:”(a).pandangan terhadap profesi guru. (b) sikap terhadap ugas-tugas keguruan, dan (c) kemampuan umum yang di miliki guru yang merupakan daya dukung untuk melaksanakan tugas-tugas keguruan.”
Terwujudnya beberapa faktor seperti diuraikan di atas, akan menciptakan produktivitas kerja guru dan kemampuan mengajar guru yang handal, yang apda gilirannya diharapkan mampu melahirkan siswa-siswa yang berprestasi belajar yang tinggi.
Guru yang memiliki banyak daya  dukung dapat dikatakan sebagai guru yang memilki kualitas tinggi. Selanjutnya dengan didasarkan atas kualitasnya itu guru diharapakan akan sangup mamainkan peranan penting, yang menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas tinggi agar tercapai  prestasi belajar yang tinggi pula. Untuk menciptakan guru yang prefosional atau kemampuan mengajar guru yang optimal diperlukan pembinaan yang berlangsung secara terus menerus. perbaikan kemampuan mengajar guru yang profesional dan berkualitas harus melalui kegiatan penataran, job trainding, in serviese training, pelatihan seminar-seminar, lokakarya dan sebagainya.


J.     Kesiapan  Belajar Siswa.
a.  Kesiapan Belajar dan Prestasi Belajar 
Menurut Winkel (1984:164) “Kesiapan belajar dan Perstasi belajar adalah bukti yang dapat dicapai“. Menurut (Tim Bakti guru, Yogyakarta, 1989:17), belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, penilaian tentang pengetahuan, sikap, dan keterampilan”. Berkenaan dengan itu Depdikbud (1985:2) menyebutkan bahwa “Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang sedang belajar baik potensi maupun aktualnya”.
Berkaitan dengan uraian di atas, Hadari Nawawi (1976:25)” menyebutkan “Kesiapan belajar menyangkut prestasi belajar. Prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor, yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”.
Bertolak dari uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa kesiapan belajar adalah sebagai bukti keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar. Bukti belajar tersebut baru dapat diperoleh bila mana siswa telah mengikuti ujian atau tes tertentu. Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kesiapan belajar. Prestasi belajar akan diketahui melalui test. Semakin tinggi nilai yang diperoleh siswa semakin tinggi pula presentasi belajarnya.
b.     Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Kesiapan Belajar.
Bimo Walgito (1983:124) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kesiapan/prestasi belajar siswa adalah : “a)fktor anak atau individu yang belajar, b)faktor lingkungan tempat tinggal anak dan,c)faktor bahan atau materi yang dipelajari. Faktor individu anak yang belajar dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis. Kondisi fisik dan psikis anak yang baik akan memungkinkan mereka belajar secara optimal.
a.     Faktor Fisik; Faktor fisik anak yang belajar berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Seseorang siswa yang sehat fisiknya akan dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dibandingkan dengan seorang, siswa yang tidak sehat fisiknya. Untuk itu untuk menjaga kesehatan badan, siswa perlu kesadaran untuk dapat berolah raga secara teratur, makan makanan yang bergigizi, teratur istrahat, teratur berkerja dan selalu berpikir positif. oleh karena itu guru sebagai pendidik hendaknya dapat menanamkan cara-cara disiplin dan teratur sejak dini.
b.     Faktor Psikis;  Faktor fisikis berhubungan dengan rohniah dan kejiwaan. Faktor pisikis berkaitan dengan denagn motif, perhatian intelegensinya, daya ingat, rasa aman dan sebagainya . kendatupunseseorang siswa memiliki fisik yang kuat tetapi fisikisnya lemah, maka cendrung seseorang siswa sulit mencapai prestasi yang baik. Oleh sebab itu untuk dapat berprestasi belajar yang tinggi, baik pisik maupun pisikis dua-duanya harus sejalan, serasi dans seimbang.
c.     Faktor Lingkungan Tempat Tinggal; Disamping faktor individual yang belajar meliputi faktor fisik dan psikis, masalah tempat tinggal/lingkungan juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, tempat tinngal yang aman dan nyaman akan sangat mendukung kegairahan belajar. Kegairahan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan berpengaruh positif terhadap kondisi kesiapan belajar seseorang, termasuk faktor fisik dan fisikis yang pada akhirnya akan menciptakan kesiapan belajar yang mantap dan pestasi belajar yang gemilang.

c.     Faktor Bahan/Materi Pelajaran
Disamping faktor individu yang belajar dan faktor lengkungan tempat tinggal. Faktor materi pelajaran yang terlampau sukar akan mambuat siswa malas belajar dan malas berusaha. Jika kondisi demikian berlangsung secara terus menerus akan berakibat fartal, tidak saja merugikan dirinya sendiri, tetapi juga akan sangat merugikan sekolah dan target pencapaian hasil belajar.
Sedangkan materi pelajaran yang terlampau mudah akan mengundang siswa mengangap gampan, malas belajar dan tidak berinisiatif. Jika kondisi demikian berlangsung terus menerus akan sangat merugikan dirinya sendiri dan pencapaian tujuan sekolah. Oleh sebab itu seorang guru dituntut mampu memantau situasi dan kondisi belajar siswa, baik dalam evaluasi belajar harian maupun evaluasi belajar formatif dan sumatif.
Kemampuan adalah kepemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dituntut dari seseorang guru dalam melaksanakan tugas mengajar, Nana Sudjana (1989:36) menyebutkan kemampuan yang dituntut dari seseorang guru dalam melaksanakan tugas mengajar  : 
1.     Mampu manjabarkan bahan pengajaran dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan problematis untuk di diskusikan dengan siswa, dalam bentuk skenario untuk di simulasikan dan atau diadministrasikan melalui probelm solving, dalam bentuk konsep dan prinsip untuk di aplikasikan oleh para siswa dan alain-lain.
2.     Mampu merumuskan Tujuan Intruksional kognitif tingkat tinggi seperti analisis, sistensis, evaluasi, sekurang-kurangnya aplikasi.
3.     Menguasai cara-cara belajar yang efektif seperti cara belajar mandiri, cara belajar kelompok atau bersama, cara mempelajari buku, cara bertanya atau mengajukan pertanyaan, cara mengemukakan pendapat.
4.     Memiliki sikap yang positif terhadap tugas profesionalnya, mata pelajaran yang diasuhnya, sehingga selalu berupaya meningkatkan kemampuan melaksanakan tugasnya sebagai guru;
a.     Terampil dalam membuat alat peraga pengajaran sederhana sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan mata pelajaran yang diasuhnya, serta penggunaannya dalam proses pengajaran.
b.     Terampil menggunakan metode-metode mengajar yang mendorong CBSA seperti metode pemberian tugas, metode diskusi dan metode demonstrasi, metode eksprimen, metode pemecahan masalah, dan lain-lain.
c.     Terampil menggunakan model mengajar yang menumbuhkan CBSA sehinga di peroleh hasil belajar yang optimal.
d.     Terampil dalam melakukan intraksi dengan para siswa dengan mempertimbangkan tujuan dan bahan pengajaran, kondisi siswa, suasana elajar, jumlah siswa, waktu yang tersedia, dengan faktor yang berkembang dengan diri guru sendiri.
e.     Memahami sifat dan karateristik siswa, terutama kemampuan belajarnya, cara dan kebiasaan belajar, minat terhadap mata pelajaran, motivasi untuk belajar, dan hasil-hasil belajar yang dicapainya.
f.      Terampil menggunakan sumber-sumber belajar yang ada sebagai bahan ataupun media belajar para siswa dalam proses belajar mengajar.
g.     Terampil mengelola kelas atau memimpin siswa belajar.
Dengan mewujudkan kemampaun mengajar tersebut, seorang guru diharapkan dapat menanamkan kesiapan belajar  siswa terhadap pelajaran yang disampaikan serta mudah diserap oleh siswa, sehingga dapat memperoleh prestasi belajar yang diharapkan.
Sebaliknya, kemampuan mengajar guru yang rendah akan berakibat timbulnya sikap apatis, bosan, bahkan benci dari para siswa yang menerimanya sehingga akhirnya akan menciptakan  hasil belajar yang rendah pula.
                                   
L.     DAFTAR  PUSTAKA
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Depdikbud (1985), Pedoman Proses Belajar Mengajar, Jakarta.
------------, (1984) Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Sekolah Pengembangan Sekolah Sebagai Masyarakat Belajar dan Peningkatan Ketahanan Sekolah. Jakarta : Direktorat SLTP
Dahrin, D.2000.Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas,Forum Rektor Indonesia.Vol.1 Hlm 24.
Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000. Hlm. 2-9.
Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999. Hlm. 14-22.
Hamid Darmadi (2008) Profesi Kependidikan ; Landasan Konsep dan Implementasi; Bandung Alfabeta
Hamid Darmadi (2009) Kemampuan Dasar Dasar Mengajar ; Landasan Konsep dan Implementasi; Bandung Alfabeta
Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
Nawawi Hadari, (1986) Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University Press
-------------, (1976), Azas-azas Didaktik Dalam Mengajar Tentang Teknik  Evaluasi Pendidikan, Pontianak : FIP-UNTAN.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70
Nurkancana, Wayan dan Sumartana, P.P.N (1986), Evaluasi Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional.
Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.
Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/ PTRFWEB/ journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)
Robert, Gagne, (1979) Principle of Intructional Design Second Edition, Florida State University.
Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.
Soedjono Agus (1984) Didaktik Metodik Umum  Bandung : Bina Karya
Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. hlm. 46-49).
Sudjana, Nana, (1989), CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru.
Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. Hlm. 9-11.
Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.
Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.
Tim Kurikulum (1987) Tim Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya . Jakarta : CV Raja Wali
Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. Hlm. 5-18.
Walgito Bimo, (1983) Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta : Yayasan Penelitian  Fakultas Psikologi UGM.
Winkel WS, (1984), Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta : Gramedia.


BAB II
PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

A.     Peran Guru dalam Proses Pembelajaran 
Sesungguhnya amat banyak peran guru dalam implementasi KBK di sekolah. Diantara peran yang amat banyak tersebut Zevin  (Swarma (1999:8) menyebutkan tiga peran utama guru yaitu  : 1)guru sebagai didaktik (didactic roles), berfungsi sebagai sumber pengetahuan, 2)guru sebagai reflektif (reflective roles) berfungsi sebagai pengembang konsep, dan 3)guru sebagai afektif (affective roles) berfungsi sebagai pengembang  keterampilan siswa
Soetrisno (2000:43) menambahkan peran guru dalam pembelajaran ada tiga bagian utama yaitu ; 1)guru sebagai guru, 2)guru sebagai Kepala Sekolah dan 3)guru sebagai pengawas. Bertalian dengan peran guru tersebut, Depdiknas (2001) menyebutkan  paling sedikit tujuh peran guru  dalam pembelajaran yaitu  :

1. Peran Guru sebagai guru
Guru sebagai guru yaitu setiap orang yang dengan sengaja memepengaruhi orang lain  untuk mencapai kedewasaannya. Guru dalam hal ini difokuskan pada pengertian  guru secara formal yaitu guru di sekolah. Guru hingga saat ini memiliki kelemahan yang sangat menghambat kemajuan kualitas pendidikan yaitu; 1)Rendahnya kesadaran dalam melaksanakan tugas, 2)Rendahnya disiplin secara menyeluruh, contohnya disiplin waktu dan disiplin dalam mencapai target dan 3)Rendahnya kualitas pelaksanaan tugas pokok dalam proses belajar mengajar.

2. Peran Guru Sebagai  Pengajar
Guru sebagai pengajar paling sedikit harus menguasai  dan mempraktekan secara terampil kemampuan dalam menjalan tugas pokoknya yaitu : 1)Merumuskan tujuan instruksional khusus, 2)Menentukan dan menguasai materi pelajaran, 3)Menentukan metode mengajar, 4)Mengadakan evalusi, 5)Kemampuan menganalisis butir soal dan hasil evaluasi serta 6)kemampuan mengadakan perbaikan dan pengayaan.

3. Peran Guru Sebagai Pendidik
Guru sebagai pengajar dan berperan mengantarkan siswa menjadi manusia dewasa yang cerdas dan berbudi luhur atau manusia yang secara kognitif, afektif dan psikomotorik  berkembang secara seimbang. Oleh karena itu sebagai pendidik guru memiliki kualitas kepribadian prima dan matang, mampu membentuk kebiasaan-kebiasaan siswa yang positif, memiliki keterampilan membangkitkan minat siswa, kreatif, inovatif, dan berpikir secara antisipatif proaktif, yaitu secara terus menerus melakukan pembaharuan terhadap ilmu yang dimilikinya (life long education)


4. Peran Guru Sebagai Pemimpin Kelas
Sebagai pemimpin, guru bertanggungjawab atas situasi dan kondisi proses kegiatan belajar mengajar di kelas/sekolah. Oleh karena itu apa yang terjadi pada diri siswa selama  berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar di sekolah harus diketahui dan menjadi tanggung jawab guru. Oleh karena itu adalah tidak dibenarkan apabila siswa berkeliaran di luar kelas/sekolah ketika belangsungnya kegiatan belajar mengajar.

5. Peran Guru Sebagai Pemimpin/Kepala Sekolah
Baik buruknya kondisi suatu sekolah banyak ditentukan oleh kemampuan profesional Kepala Sekolah sebagai manajernya. Oleh karena itu seorang Kepala Sekolah paling sedikit harus menguasai  empat  kemampuan dasar Kepala Sekolah (Soetrisno 2000:46)  yaitu kemampuan : 1)Menyusun program kegiatan sekolah, 2)Menetapkan prosedur mekanisme kerja, 3)Melaksanakan monitoring, evaluasi, supervisi dan membuat laporan kegiatan sekolah, 4)Meningkatkan dan memantapkan disiplin guru dan siswa.
Guru sebagai Kepala sekolah paling sedikit harus mampu melaksanakan tujuh butir kegiatan kepemimpinan pendidikan yaitu :
1)     Mengadakan prediksi
2)     Melakukan inovasi
3)     Menciptakan strategi
4)     Menyusun perencanaan
5)     Menemukan sumber-sumber pendidikan
6)     Menyediakan falitas pendidikan
7)     Melakukan pengendalian atau kontrol (Soetrisno 2000:46)

6. Peran Guru Sebagai Pengawas Sekolah
Guru sebagai pengawas dalam pendidikan memiliki fungsi kontrol dan pembinaan  terhadap keberhasilan pendidikan. Peran pengawas amat menentukan terhadap pencapaian target kurikulum. Untuk itu seorang pengawas yang ideal harus mempunyai minimal empat  kemampuan mengawasi yaitu : 1)Membuat rencana kerja yang bersifat rasional, 2)Memonitor kerja guru dan Kepala Sekolah serta hasilnya, 3)Mengorganisir pertemuan-pertemuan Kepala Sekolah, 4)Bersama dengan Kepala Sekolah mengorganisir pertemuan guru.
Idealnya Pengawas diangkat dari Kepala Sekolah yang prestasi kerja tinggi, dan tidak hanya di dasarkan atas faktor  usia dan masa kerja saja seperti yang banyak terjadi selama ini. Hingga saat ini sebagian besar Pengawas  Sekolah  diangkat berdasarakan faktor usia dan masa kerja, sehingga mereka belum dapat melaksanakan tugas  secara optimal. Oleh karena itu untuk kemajuan pendidikan Soetrisno (2000:47) mengusulkan agar : 1)Pengawas diangkat dari orang yang profesinya di bidang pendidikan yaitu dari Kepala Sekolah yang berprestasi, 2)Pengawas berkantor di sekolah-sekolah yang ada di wilayah kerjanya, 3)Pengawas harus selalu mengadakan evalusi terhadap proses pendidikan  di sekolah-sekolah di wilayahnya dan melakukan tindak lanjut, 4)pengawas harus mampu bertindak secara tegas dan berani mengambil resiko.

7.   Peran Guru Sebagai Pengembang Model Pembelajaran 
Agar pembelajaran dapat terarah pada sasaran yang diharapkan, diperlukan kemampuan guru sebagai pengembang model pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran menurut Davies (1987) Arikunto (1986)  dapat diformulasikan  berikut ini  :

     PENGUMPULAN               PERENCANAAN            MENGORGANI              PELAKSANAAN
     BAHAN AJAR                      KBM                              SASIKAN                       KBM
 
















                                                              EVALUASI/
                                                           PENGAWASAN
                                                                       











                                                               MENILAI
                                                               KBM






                                                    OUTPUT SEKOLAH :
         PERBAIKAN                        MUTU PENDIDIKAN
         STRATEGI KBMK                 (NEM/NUAN)
                                  


Sumber : Davies (1986) Suharsimi Arikunto (1987)

B. Peran Guru dalam Manajemen Sekolah

Depdiknas (2001) mengindikasikan ada empat belas langkah peran guru dalam memanajemen sekolah yaitu : 1)menciptakan proses kegiatan belajar mengajar yang efektif, 2) Menciptakan Kepemimpinan Sekolah Yang Kuat, 3)Menciptakan Lingkungan Sekolah Yang Aman dan Tertib, 4)Mengelola Tenaga Kependididikan Sekolah Yang Efektif, 5) Memiliki Budaya Meningkatkan Mutu, 6)Memiliki Teawork Yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis, 7)Memiliki Kewenangan, 8)Menciptakan Partisipasi Yang Tingggi Dari Warga Sekolah dan Masyarakat, 9) Memiliki Keterbukaan Manajemen, 10)Memiliki Kemauan Untuk Berubah dan Berkembang, 11)Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan/inovatif, 12)Memiliki Responsif dan Antisipatif Terhadap Kebutuhan Sekolah, 13)Menciptakan Komunikasi Yang Baik, 14)Memiliki akuntabilitas.

1.   Langkah-Langkah Manajemen Sekolah

Depdiknas (2001) mengindikasikan empat belas langkah kepemimpinan  Kepala Sekolah. Keempat belas langkah kepemimpinan  Kepala Sekolah tersebut  dapat dideskripsi kasebagai berikut :
a.  Menciptakan Proses Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif.
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah memiliki efektitivitas proses kegiatan belajar mengajar yang tinggi. Hal ini  ditunjukan oleh sifat proses belajar mengajar  yang menekankan pada pemberdayaan (empowerment) peserta didik. Proses belajar mengajar (PBM) tidak hanya sekedar menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan  sehingga tertanam dan berfungsi  sebagai muatan hati nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik  (pathos). Proses belajar menagjar yang efektif juga lebih menekankan  pada belajar mengetahui (learning to know) belajar bekerja (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be) belajar hidup bersama dengan orang lain (learning to live together).
b.  Menciptakan Kepemimpinan Sekolah Yang Kuat.
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah, Kepala Sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan segala sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan Kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah yang ingin dicapai sekolah melalui program-program yang  dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh kerana itu  Kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif serta prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Kepala sekolah yang tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan sekolah.
c.   Menciptakan Lingkungan Sekolah Yang Aman dan Tertib.
Sekolah memiki lingkungan (iklim) belajar yang amana, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning) . Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang  aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, peranan Kepala Sekolah sangat penting sekali melindungi dan mengayomi agar semua warga sekolah merasa aman dan nyaman bekerja.

d.   Mengelola Tenaga Kependididikan Sekolah Yang Efektif.
 Tenaga kependidikan terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah.  Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah menyadari tentang hal ini.  Oleh karena itu pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang Kepala Sekolah. Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan manajemen berbasis sekolah adalah tenaga kependidikan yang mempunyai  komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
e.  Memiliki Budaya Meningkatkan Mutu. 
Budaya mutu harus tertanam dihati sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh  profesionalisme. Budaya  mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut : (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili atau mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti dengan penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk bekerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairnes)  harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah harus merasa memiliki sekolah.
f.  Memiliki Teamwork Yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis.
 Kebersamaan (teamwork)  merupakan karakteristik yang dituntut oleh manajemen berbasis sekolah, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individu. Karena itu budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari  warga sekolah.
g.  Memiliki Kewenangan.
Sekolah memeiliki kewenangan untuk melalukan yang terbaik bagi sekolah, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan diri pada atasan. Untuk menjadi mandiri,sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
h.  Menciptakan Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah  dan masyarakat merupakan  bagian dari kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki, makin rasa memiliki, makain besar pula rasa tanggungjawab, dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.


i.   Memiliki Keterbukaan Manajemen.
Keterbukaan/tranparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah. Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan  dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
j.  Memiliki Kemauan Untuk Berubah dan Berkembang
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan  bagi semua warga sekolah. Yang dimaksud dengan perubahan disini adalah peningkatan, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat psikologis. Artinya setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k.  Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan  hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar disekolah.  Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting  dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus. Perbaikan secara terus-menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sitem mutu yang baku sebagai  acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.
l.   Memiliki Responsif dan Antisipatif Terhadap Kebutuhan Sekolah
 Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi  hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif. 
m.  Menciptakan Komunikasi Yang Baik
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah dan sekolah yang efektif memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah dan juga antar sekolah dan masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan  oleh masing-masing warga sekolah  dapat diketahui. Dengan cara ini  maka leterpaduan semua warga sekolah  dapat diupayakan  untuk mencapai tujuan  dan sasaran sekolah yang telah ditetapkan. Selain itu komunikasi yang baik  juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah.
n.  Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggunganjaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan  program yang telah dilaksanakan. Akontabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada Pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan  laporan hasil program ini, Pemerintah dapat menilai apakah program manajemen berbasis sekolah telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil maka Pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka Pemerintah perlu  memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerja yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah  secara keseluruhan. Jika berhasil maka orang tua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk  peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil maka orangtua siswa dan masyarakat  berhak minta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program manajemen berbasis sekolah yang telah dilakukan. Dengan cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun berikutnya.

2.  Aspek-Aspek dalam Memanajemen Sekolah
Depdiknas (2002:21) mengusulkan sembilan aspek manajemen sekolah yang perlu dilakuan oleh Kepala Sekolah KBK yaitu:  (1)Membuat Perencanaan dan Evaluasi Program Sekolah, (2)Melakukan Pengelolaan Kurikulum, (3)Melakukan Pengelolaan Proses Belajar Mengajar, (4)Melakukan Pengelolaan Ketenagaan,  (5)Melakukan Pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6)Melakukan Pengelolaan Keuangan, (7)Melakukan Pelayanan Siswa, (8)Melakukan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat, dan (9) Melakukan Pengelolaan Iklim Sekolah.

 a.  Membuat Perencanaan dan Evaluasi Program Sekolah
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannnya  (School Based Plan).   Kebutuhan yang dimaksud  misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan mutu. Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk membantu proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program yang telah dilaksanakan.  Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evalusi ini harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkapkan informasi yang sebenarnya.

b.  Mengelola Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar  yang berlaku secara nasional. Pada hal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu  dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, memodifikasi) namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Selain itu sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal. Depdiknas  (1992:32) mengatakan bahwa :”Sekolah dapat menambah kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional. Dasar penambahan ini diatur dalam pasal 38 UU No.2 tahun 1989. Kurikulum dapat ditambah oleh sekolah dengan mata pelajaran yang sesuai dengan kondisi lingkungan serta ciri khas  satuan pendidikan  yang bersangkutan. Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional  dan tidak boleh menyimpang dari jiwa  dan tujuan pendidikan nasional”.
c.  Mengelola Proses Kegiatan Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan bagian utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang tersedia di sekolah. Secara umum strategi, metode, teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siswa (studen Centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran siswa.
d.  Mengelola Ketenagaan Sekolah
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sanksi (reward and punisment) hubungan kerja,, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru,tenaga administrasi, laboran, dsb) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya.
e.  Mengelola Fasilitas Sekolah.
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan, hinghga sampai pengembangan.  Hal ini di dasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan falitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutahirannya  terutama fasilitas yang sangat erat kaitannnta  secara langsung dengan proses belajar mengajar.
f.   Mengelola Keuangan Sekolah
Pengelolaan keuangan terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah . Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling memahami kebutuhannya, sehingga desentralisasi pengalokasian/ penggunaan uang sekolah sudah seharusnya dilimpahkan kepada  sekolah.Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan (Income generating activities), sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung kepada Pemerintah.
g.  Melayani  Keperluan Siswa
Pelayanan siswa mulai dari peneriomaan siswa baru, pengembangan/ pembinaan, bimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurus alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah didesntralisasikan. Karena itu yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
h.  Menjalin Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah untuk meningkatkan  keterlibatan, kepedulian, dan dukungan dari  dari masyarakat terutama dukungan moral dan finasial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan sekolah dengan masyarakat dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi yang dibutuhkan adalah peningkatan  intensitas dan ekstensitas hubungan sekolah dengan masyarakat.
i.   Mengelola  Iklim Sekolah
Iklim sekolah (fisik dan non fisik) yang kondusif-akademik merupakan prasayarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimesme dan harapan/ ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa  (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang  dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah, sehingga yang diperlukan adalah upaya yang lebih intensif dan ekstentif.
Semoga akselerasi  pertumbuhan peran guru mampu berkiprah membawa anak bangsa negeri ini keluar dari krisis multidimensional dan siap hidup dalam era global dengan tetap thing globally act locally dalam bingkai Negara Kesatauan Repulik Indonesia.      

C.  DAFTAR  PUSTAKA
Arikunto Suharsimi (1980) Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi,Yogyakarta  FIP-IKIP.
Depdikbud (1985), Pedoman Proses Belajar Mengajar, Jakarta.
Davis, Ivan K. (1976), Instruction Lekmequi,  New York : Mc Grow-Hill Book Company.
Nurkancana, Wayan dan Sumartana, P.P.N (1986), Evaluasi Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional.
Tim Kurikulum (1987) Tim Didaktik Metodik IKIP Surabaya . Jakarta : CV Raja Wali
Robert, Gagne, (1979) Principle of Intructional Design Second Edition, Florida State University.
Sudjana, Nana, (1989), CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru.
Soedjono Agus (1984) Didaktik Metodik Umum  Bandung : Bina Karya
Walgito Bimo, (1983) Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta : Yayasan Penelitian  Fakultas Psikologi UGM.
Winkel WS, (1984), Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta : Gramedia.


BAB III
KINERJA GURU

A. Kinerja Guru dan LPTK
Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, terutama yang berkaitan dengan kinerja dan totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdian guru.
Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru didalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada sisi-sisi kelemahan pada guru, hal itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada system yang berlaku, baik sengaja ataupun tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi.
Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan kita, bagaimana kinerja guru akan berdampak kepada pendidikan bermutu. Kita melihat sisi lemah dari system pendidikan nasional kita, dengan gonta ganti kurikulum pendidikan, maka secara langsung atau tidak akan berdampak kepada guru itu sendiri. Sehingga perubahan kurikulum dapat menjadi beban psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan dapat membuat guru frustasi akibat perubahan tersebut. Hal ini sangat dirasakan oleh guru yang memiliki kemampuan minimal, dan tidak demikian halnya guru professional.
Selain itu, kinerja guru juga sangat ditentukan oleh output atau keluaran dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sebagai institusi penghasil tenaga guru, LPTK juga memiliki tanggungjawab dalam menciptakan guru berkualitas, dan tentunya suatu ketika berdampak kepada pembentukan SDM berkualitas pula. Oleh sebab itu LPTK juga memiliki andil besar di dalam mempersiapkan guru seperti yang disebutkan diatas, berkualitas, berwawasan serta mampu membentuk SDM mandiri, cerdas, bertanggungjawab dan berkepribadian.
Harapan ke depan, terbentuk sinergi baru dalam lingkungan persekolahan, dan perlu menjadi perhatian adalah terjalinnnya kinerja yang efektif dan efisien disetiap struktur yang ada dipersekolahan. Kinerja terbentuk bilamana masing-masing struktur memiliki tanggungjawab dan memahami akan tugas dan kewajiban masing-masing.
Era reformasi dan desentralisasi pendidikan menyebabkan orang bebas melakukan kritik, titik lemah pendidikan akan menjadi bahan dan sasaran empuk bagi para kritikus, adakalanya kritik yang diberikan dapat menjadi sitawar sidingin di dalam memperbaiki kinerja guru. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan pula akan dapat membuat merah telinga guru sebagai akibat dari kritik yang diberikan, hal ini dapat memberikan dampak terhadap kinerja guru yang bersangkutan.
Apapun kritik yang diberikan, apakah bernilai positif atau negative kiranya akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi kenerja guru. Guru yang baik tidak akan pernah putus asa, dan menjadi kritikan sebagai pemicu baginya di dalam melakukan perbaikan dan pembenahan diri di masa yang akan datang. Kritik terhadap kinerja guru perlu dilakukan, tanpa itu bagaimana guru mengetahui kinerja yang sudah dilakukannya selama ini, dengan demikian akan menjadi bahan renungan bagi guru untuk perbaikan lebihlanjut.
Indikator suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat sumber daya manusianya, dan indicator sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi sumber daya manusianya, maka semakin baik tingkat pendidikannya, dan demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu indicator tersebut sangat ditentukan oleh kinerja guru.
Bila kita amati di lapangan, bahwa guru sudah menunjukan kinerja maksimal di dalam menjalan tugas dan fungsinya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Akan tetapi barangkali masih ada sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, tentunya secara akan berpengaruh terhadap kinerja guru secara makro.
Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggungjawabnya mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta alat penilaian apa yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.
Kinerja guru dari hari kehari, minggu ke minggu dan tahun ke tahun terus ditingkatkan. Guru punya komitmen untuk terus dan terus belajar, tanpa itu maka guru akan kerdil dalam ilmu pengetahuan, akan tetap tertinggal akan akselerasi zaman yang semakin tidak menentu. Apalagi pada kondisi kini kita dihadapkan pada era global, semua serba cepat, serba dinamis, dan serba kompetitif.
Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan nawaitu yang bersih dan ikhlas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk dapat meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kearah yang lebih baik. Kinerja yang dilakukan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa depan lebih baik dari kinerja hari ini. Semoga.

B.    Paradigma Baru Kode Etik Profesi Guru 
JAKARTA - Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI) tengah menyusun kode etik profesi guru, yang dinilai ketinggalan oleh profesi-profesi lain, seperti kode etik dokter, kode etik advokat dan kode etik profesi lainnya, menyusul kebijakan pemerintah yang menyatakan guru sebagai sebuah profesi.
"Saat ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan PB-PGRI dan kalangan akademisi dan praktisi lainnya telah menyiapkan draftnya dan dalam waktu dekat ini segera dibahas. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini akan sudah disetujui," jelas Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Soewondo usai mengikuti upacara peringatan HUT PGRI, Kamis (25/11). Dia mengharapkan pada tahun 2005 sudah selesai. Kita telah mengusulkan kepada pak menteri pendidikan nasional supaya menjadi ketetapan menteri (mendiknas-red). Dengan begitu, nantinya posisi guru akan semakin kuat.
Berkaitan dengan kebijakan guru sebagai profesi, saat ini pihaknya telah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Guru (RUU Guru). "RUU Guru yang kita persiapkan sudah memperoleh izin prakarsa presiden, sehingga kita harapkan dalam rangka menjadikan guru sebagai profesi UU guru akan selesai," tambah Soewondo. Direktur Tenaga Keguruan itu juga mengemukakan, selain pihaknya telah menyiapkan kode etik guru dan undang-undang guru, tengah disiapkan juga program-program yang lain yang berkaitan dengan kesejahteraan guru, perlindungan hukum dan sebagainya.
"Jadi, nantinya guru benar-benar lebih sejahtera sesuai harapan semua kita," jelasnya. Ketua Umum PB-PGRI Prof.Dr.Muhammad Surya mengemukakan, PGRI sudah melakukan pendekatan ke Depdiknas dan DPR agar selambat-lambatnya tahun 2005 sudah lahir undang-undang guru (UU Guru) karena proses penerbitan RUU Guru telah mencapai tahapan amanat presiden (ampres). "Guru di satu sisi mengemban tugas menegakan pendidikan nasional di negara kesatuan RI, tetapi di sisi lain profesi guru belum ditempatkan secara layak dalam masyarakat khususnya terkait dengan mutu dan kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru hingga kini belum memadai padahal guru perlu masa depan," kata Surya.
Surya menjelaskan, profesi guru di Indonesia tengah menghadapi sejumlah persoalan yang mendesak untuk diselesaikan terkait dengan belum memadainya jumlah guru, mutu guru yang masih rendah, distribusi guru antar daerah belum seimbang, kesejahteraan rendah serta manajemen guru yang belum standar.
Mengenai mutu guru, guru besar pada Universitas Pendidikan Indonesia (IKIP) Bandung itu menegaskan, saat ini banyak dikeluhkan mutu guru di Indonesia selain mutunya banyak yang tertinggal juga memiliki kualitas pengetahuan yang bervariasi. Sedangkan kemajuan iptek sekarang begitu pesat sehingga perlu diupayakan peningkatan mutu guru agar mampu mengikuti perkembangan pengetahuan. Menyinggung kekurangan guru, Surya mengemukakan, pemerintah menempuh jalan pendek dengan mengangkat guru honor dan guru bantu sehingga mulai menjadi masalah.
"Apalagi menyongsong tahun 2011, guru-guru inpres sudah memasuki masa pensiun jumlahnya cukup banyak hampir satu juta lebih. Karena itu, saya mengimbau kepada pemerintah agar mengatasi persoalan kekurangan guru agar dipenuhi dengan kebijakan-kebijakan yang sebaik mungkin," katanya. (mya)
 
Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru. Berdasarkan pengertian tersebut, Standar Kompetensi Guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.

C.    Program Pengembangan Profesi
Teknologi Informasi berkembang dua kali lipat setiap lima tahun. Dengan demikian dinamika industri ini, menuntut para profesional di bidang ini untuk secara rutin mengikuti aktifitas yang memungkinkan untuk mendapat ketrampilan dan pengetahuan baru. Mengikuti pendidikan formal maupun dan partisipasi didalamnya
sangat penting.Sebagian besar organisasi-organisasi profesi TI di seluruh dunia, mengharapkan para anggotanya menambah ketrampilan dan pengetahuan. Ketentuan ini dituangkan dalam peraturan keanggotaan organisasi profesi tersebut untuk menjamin dan mendorong para anggota agar tetap mengikuti perkembangan disiplin ilmu Teknologi Informasi (TI) Para profesional TI, sudah sejak lama Pengharapkan agar perhimpunan profesi TI yang berkaitan mempelopori dalam memegang standard kemampuan yang kontinyu dalam profesi teknologi informasi suatu negara.
Standard yang tepat dan teliti untuk profesi ini hanya memiliki sedikit relevansi jika tidak ada proses yang menjamin  kemutakhiran pengetahuan profesi TI. Secara logis dapat dikatakan, bahwa seseorang yang memenuhi persyaratan pengetahuan dan keterampilan beberapa tahun yang lalu, belum tentu dapat memenuhi persyaratan sebagai profesional TI pada era 1990-an.
Dengan demikian diperlukan suatu mekanisme untuk memungkinkan baik perkumpulan profesi maupun masyarakat dapat membedakan antara mereka yang melibatkan diri secara rutin dalam melanjutkan pendidikan dan mereka yang tidak melakukan hal tersebut. Hal ini memperkuat kebutuhan akan perlunya setiap negara anggota
SEARCC memperkenalkan dan menjaga program pengembangan profesi untuk anggota-anggotanya. Definisi Pendidikan Berkesinambungan Untuk tujuan Kebijaksanaan Perhimpunan tentang Pengembangan Profesi Berkesinambungan, didefinisikan sebagai berikut ini : Pendidikan berkesinambungan adalah studi yang dijalankan oleh para anggota untuk memperluas atau memperbaharui pengetahuan atau ketrampilan mereka, atau untuk mempersiapkan mereka untuk mengikuti perkembangan atau perubahan yang searah  dengan karir mereka.
Pendidikan berkesinambungan memegang peranan penting dalam akuisisi ketrampilan baru, seperti dalam manajemen atau teknologi baru, relevan dengan perubahan dalam tanggung jawab karir. Walaupun ini bukan satu-satunya jalan untuk menambah kemampuan profesional, pendidikan berkesinambungan merupakan yang penting untuk tercapainya tujuan tersebut..Peran Pendidikan Kesinambungan Asosiasi masyarakat komputer dan informatika SEARCC sudah sepantasnya Menerima pendidikan  berkesinambungan sebagai suatu elemen penting dalam pengembangan profesi. Pengalaman profesi, komponen pelengkap dalam pengembangan profesi, juga harus dikenali melalui tingkat-tingkat keanggotaan pada suatu perkumpulan tertentu. Karena itu, Kebijaksanaan Pendidikan
Berkesinambungan yang diusulkan adalah untuk : mempromosikan agar para anggotanya menjalani pendidikan berkesinambungan dengan tingkat yang sesuai atau mampu menunjukkan tingkat yang tinggi dalam pengembangan profesinya ; memberikan pengenalan formal terhadap prestasi seperti di atas. menjamin bahwa kesempatan pendidikan lanjut yang sesuai akan disediakan. mempromosikan tunjangan untuk pendidikan Berkesi-nambungan yang relevan oleh atasan profesi teknologi informasi sebagai bagian dari tugas normal karyawan.
Pendidikan erkesinambungan adalah satu dari beberapa metode untuk tetap dapat engikuti perkembangan teknologi, walaupun demikian diharapkan iterapkan metode-metode lain selain pendidikan berkesinambungan diperhitungkan untuk menjamin pengembangan ofesi.Kebijaksanaannya ditujukan untuk menetapkan persetujuan minimum yang terdefinisi bagi pengembangan ketrampilan profesi melalui pendidikan. Australian Computer Society misalnya, mensyaratkan minimum 30 jam per tahun untuk mempertahankan status Practising Computer Professional (PCP). New Zealand Computer Society (NZCS) di pihak lain, mensyaratkan 10 jam pelatihan NZCS formal yang disahkan, dan 25 jam pelatihan pilihan yang relevan agar keanggotannya dalam perhimpunan dapat diperbaharui.Pengakukan formal oleh Perkumpulan untuk pendidikan berkesinambungan ditujukan untuk membedakan anggotanya dari non-anggota, dan pengakuan tersebut harus diberikan untuk kesesuaian dengan kebijaksanaan perhimpunan dan bukan merupakan penalti yang dijatuhkan untuk ke-tidak-sesuaian.Program pendidikan kesinambungan tidak menuntut bahwa aktifitas pendidikan hanya berhubungan dengan pengetahuan dan ketrampilan baru dalam teknologi informasi. Yang termasuk relevan dengan tujuan programmer adalah akuisisi atau ketrampilan interpersonal dan ketrampilan bisnis umum. Karena itu, kursus-kursus dalam area keuangan, hubungan tenaga kerja, hukum, pemasaran, kesehatan dan keselamatan, manajemen proyek, ekonomi, jaminan kualitas, ketrampilan negosiasi dianggap sebagai aktifitas yang relevan. Bagaimana Program Tersebut Berjalan Perhimpunan anggota SEARCC sebaiknya menyediakan saran dan mekanisme untuk :
1.     mengakreditasi dan melakukan pengakuan formal terhadap pusat pelaihan/kursus
2.     memberi anjuran pada anggota mengenai kursus-kursus relevan yang diakui
3.     memonitor partisipasi anggota pada kursus
4.     memberikan sertifikat
5.     memberikan informasi tentang status anggota individual
6.     memperbolehkan penunjukan label alamat anggota
7.     memonitor partisipasi atasan dalam program
8.     memberikan informasi mengenai tunjangan untuk pengembangan profesi oleh atasan secara individual
9.     mempromosikan keuntungan program pengembangan profesi untuk anggota, non-anggota,  dan atasan.

Jika anggota mengikuti kursus/pelatihan, mereka mengembali-kan sebuah sertifikat keikut-sertaan ke Perhimpunan untuk setiap kursus disamping lembar evaluasi untuk kursus-kursus tersebut. Evaluasi ini digunakan untuk menentukan kualitas kursus. Kursus dengan penilaian yang buruk dibuang dari daftar kursus yang disahkan. Anggota-anggota yang telah memenuhi jumlah kursus yang diperlukan dalam satu tahun kalender mempertahankan status pengembangan profesi (PP) mereka, sampai waktu tersebut mereka melengkapi jumlah jam pengembangan profesi untuk pendidikan relevan yang dipersyaratkan pada tahun berikutnya. Kantor-kantor anggota SEARCC akan dapat memberi informasi mengenai status PP untuk penanya yang memenuhi syarat seperti calon atasan atau klien. Anggota-anggota yang telah mendapat status PP dan yang setuju untuk diakui akan dimasukkan dalam daftar pada suatu directory sementara status PP mereka masih berlaku.

Pada akhir 1990-an akan terlihat suatu kedewasaan baru yang menandai matangnya profesi Teknologi Informasi. Kedewasaan ini akan dihasilkan sebagai jawaban atas bertambahnya tuntutan atas mereka yang bekerja dalam profesi ini. Masyarakat akan menuntut mereka agar lebih bertanggung jawab atas saran dan sistem yang mereka berikan. Trend ini telah terlihat di area lain dengan adanya proses pengadilan untuk fisikawan, pengacara, akuntan, insinyur dan profesioanl lain yang secara pribadi bertanggung jawab atas kegagalan mereka yang riil maupun yang baru diduga.Untuk tetap eksis di dunia informasi masa datang, profesi Teknologi Informasi akan perlu mempunyai tingkat pelatihan dan kecakapan yang luar biasa, ditambah dengan komitmen yang kuat untuk pendidikan berkesinambungan dan pengembangan profesioal, sementara menerima tanggung jawab untuk hasilnya, termasuk kegagalan.Perhimpunan anggota SEARCC manapun yang menunjang program dengan jenis seperti dideskripsikan di sini memudahkan pengembangan profesi yang sedang berjalan untuk anggota-anggotanya sehingga menguntungkan.



BAB IV
PERAN GURU MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

A.     Tuntutan Lulusan Bermutu
Tuntutan terhadap lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang memungkinkan peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan antar lembaga  pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan.
Dalam tulisan ini dibahas tentang paradigma baru dalam pendidikan, bagaimana menghasilkan mutu bisa berlangsung dalam pendidikan, teknologi informasi dan profesionalisme guru, tantangan dunia pendidikan, dan sistem manajemen untuk mendukung berlangsungnya pencapaian mutu pendidikan tersebut.
 
B.    Paradigma Baru Pendidikan
Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan bermutu, dikenal dengan perlunya paradigma baru pendidikan yang difokuskan pada otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi. Keempat pilar manajemen ini diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan pendidikan bermutu (Wirakartakusumah, 1998).

1.     Mutu
Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa  yang memuaskan kebutuhan konsumen/ pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut.
 
2.     Otonomi
Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapatkan kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat dimengerti  sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan peserta didik dan staf pengajar/ staf non akademik, pengembangan kurikulum dan materi ajar, serta penentuan standar akademik. Dalam penerapannya di sekolah, misalnya,  paling tidak bahwa guru/pengajar semestinya diberikan hak-hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tak sekedar sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.
 
3.     Akuntabilitas
Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan output dan outcome yang memuaskan pelanggan. Akuntabilitas menuntut kesepadanan antara tujuan lembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan dalam hal norma, etika dan nilai (values) termasuk semua program dan kegiatan yang dilaksanakannya. Hal ini memerlukan transparansi (keterbukaan) dari semua fihak yang terlibat dan akuntabilitas untuk penggunaan semua sumberdayanya.
 
4.     Akreditasi
Akreditasi merupakan suatu pengendalian dari luar melalui proses evaluasi tentang pengembangan mutu lembaga pendidikan tersebut. Hasil akreditasi tersebut perlu diketahui oleh masyarakat yang menunjukkan posisi lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam menghasilkan produk atau jasa yang bermutu. Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh suatu badan independen yang berwenang. Di Indonesia pelaksanaan akreditasi Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN).
 
5.     Evaluasi
Evaluasi adalah suatu upaya sistematis untuk mengumpulkan dan memproses informasi yang menghasilkan kesimpulan tentang nilai, manfaat, serta kinerja dari lembaga pendidikan atau unit kerja yang dievaluasi, kemudian menggunakan hasil evaluasi tersebut dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan. Evaluasi bisa dilakukan secara internal atau eksternal. Suatu evaluasi akan lebih bermanfaat bila dilakukan secara berkesinambungan.
 
C.    Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan
Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) sedikitnya ada  empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu :
1.     Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” diantara fihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
2.     Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
3.     Setiap pimpinan harus berorientasi  pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu  dalam pendidikan bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
5.     Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, haruslah dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.
 
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha pendidikan tidak lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan kepada pelangggannya yang utamanya yaitu kepada mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan tersebut.
Para pelanggan layanan pendidikan dapat terdiri dari berbagai unsur paling tidak empat kelompok (Sallis, 1993). Mereka itu adalah pertama yang belajar, bisa merupakan mahasiswa/pelajar/murid/peserta belajar yang biasa disebut klien/pelanggan primer (primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut.  Kedua, para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary  external customers). Pelanggan lainnya yang ketiga bersifat tersier adalah lapangan kerja, bisa pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary  external customers). Selain itu, yang keempat, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaitu yang berasal  dari intern lembaga; mereka itu adalah para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal customers). Walaupun para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas dari suatu lembaga pendidikan mereka akan diuntungkan, baik kebanggaan maupun finansial (Karsidi, 2000).
Seperti  disebut diatas bahwa program peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga haruslah memperhatikan kebutuhan dan harapan masing-masing pelanggan diatas. Kepuasan dan kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan pendidikan. 
D.    Peran Teknologi Informasi dan Profesionalisme Guru Meningkatkan Mutu
Hampir semua orang sependapat bahwa teknologi informasi telah, sedang dan akan merubah kehidupan umat manusia dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup yang lebih efektif, lebih bermanfaat, dan lebih kreatif. Sebagaimana dua sisi, baik dan buruk,  teknologi informasi juga memiliki hal yang demikian.  Sebagai teknologi, kedua sisi tersebut keberadaanya sangat tergantung pada pemakainya.
Adi Sasono (1999) mengidentifikasi beberapa kenyataan berikut yang bisa memberikan pertimbangan kemana seharusnya teknologi ini diarahkan dan ditempatkan dengan sebenar-benarnya,  karena apabila keliru, suatu bangsa akan mengalami akibatnya secara fatal, yaitu :
1.     Teknologi baru sering membuka peluang bagi perubahan hirarki sosial yang ada di masyarakat sehingga mendorong terjadinya demokratisasi, tetapi disisi lain hirarki sosial yang ada dapat dipertahankan oleh teknologi dan diperkuat lagi.
2.     Design teknologi sekaligus menyangkut asumsi-asumsi yang dapat mengundang atau  sebaliknya meniadakan kontribusi insani. Pemakaian secara tidak tepat akan suatu teknologi dapat mengarah pada  “dehumanisasi”.
3.     Komputer sebagai suatu teknologi bisa terancam fungsinya sebagai alat otomasi yang ditujukan untuk memerintah atau bahkan mengganti posisi pekerja dalam mengambil keputusan. Sebaliknya sistim yang dirancang secara demokaratis akan merespon dimensi komunikatif dari komputer sehingga bisa memfasilitasi kemandirian masyarakat.
4.     Komputer sebagai teknologi dapat digunakan untuk mengotomasi produksi sehingga membebaskan manusia dari upaya-upaya fisik proses produksi yang membosankan. Disisi lain, komputer juga dapat digunakan untuk mengintegrasikan mesin dan pekerja pada tingkat keterlibatan intelektual dan produtifitas yang lebih tinggi, yang disebut dengan istilah “to informate”. Istilah ini bukan sekedar alternatif bagi otomatisasi dalam makna yang umum, namun lebih merupakan suatu cara yang lebih baik dalam otomatisasi yang mempertimbang-kan potensi sumberdaya insani dalam lingkungan kerja bersama-sama dengan mempertimbangkan potensi teknikal komputer secara sinergis.
 
Menurut Adi Sasono (1999) revolusi teknologi informasi yang pesat telah mengaburkan batas-batas tradional yang membedakan bisnis, media dan pendidikan. Teknologi informasi juga mendorong permaknaan ulang perdagangan dan investasi. Revolusi ini secara pasti merasuki semua aspek kehidupan, pendidikan, segala sudut usaha, kesehatan, entertaiment, pemerintahan, pola kerja, perdagangan, pola produksi, bahkan pola relasi antar masyarakat dan antar individu. Suatu hal yang merupakan tantangan bagi semua bangsa, masyarakat dan individu.
Revolusi informasi global adalah keberhasilannya menyatukan kemampuan komputasi, televisi, radio dan telefoni menjadi terintegrasi. Hal ini merupakan hasil dari suatu kombinasi revolusi di bidang komputer personal, transmisi data, lebar pita (bandwitdh), teknologi penyimpanan data (data storage) dan penyampaian data (data access), integrasi multimedia dan jaringan komputer. Konvergensi dari revolusi teknologi tersebut telah menyatukan berbagai media, yaitu suara (voice, audio), video, citra (image), grafik, dan teks ( Sasono, 1999).
Pada dasarnya, adanya teknologi informasi telah memungkinkan dan memudahkan manusia saling berhubungan dengan cepat, mudah, terjangkau, dan memiliki potensi untuk mendorong pembangunan masyarakat. Teknologi yang semacam ini harus dimiliki oleh rakyat secara luas untuk dapat membantu rakyat mengorganisir diri secara modern dan efisien, sehingga pada gilirannya rakyat yang mendapat manfaat terbesar . 
            Dalam rangka  meningkatkan profesionalisme guru, terjadinya revolusi teknologi informasi seperti diatas adalah sebuah tantangan yang harus mampu dipecahkan secara mendesak.  Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi instruksional dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan hal demikian ini. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi pendidikan di lapangan. FKIP yang mempersiapkan tenaga pendidikan/ keguruan harus mampu melakukan tindakan  yang tepat, sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi informasi  dan kebutuhan masyarakat.
        Profesionalisme guru perlu didukung oleh suatu kode etik guru yang berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI) sangat diperlukan untuk menghindari terkotak-kotaknya guru karena alasan struktur birokratisasi atau kepentingan politik tertentu.
Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus dikuasai oleh para guru profesional. Salah satu dari kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan menggunakan teknologi informasi yang terus-menerus berkembang sesuai dengan kemajuan dan kebutuhan  masyarakat. Keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikat keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru profesional. Disinilah  peran Perguruan Tinggi / FKIP dan Organisasi profesi guru (seperti PGRI) sangat penting. 
Kerjasama antara keduanya menjadi sangat diperlukan. FKIP sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan dalam memproduk guru yang profesional tidak dapat berjalan sendiri, selain harus bekerjasama dengan lembaga profesi guru, dan alumni (baik secara kelembagaan maupun secara personal). Untuk itu, maka pengembangan profesionalisme guru juga harus mempersyaratkan hidup dan berperanannya organisasi profesi  guru tenaga kependidikan lainnya yang mampu menjadi tempat terjadinya penyebarluasan dan pertukaran ide diantara anggota dalam menjaga kode etik dan pengembangan profesi masing-masing.
E.     Tantangan  Meningkatkan Mutu Pendidikan
Salah satu esensi dari proses pendidikan tidak lain adalah penyajian informasi. Dalam menyajikan informasi, haruslah komunikatif. Dalam komunikasi pada umumnya, demikian pula dalam pendidikan, informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan , yakni yang bermakna, dalam arti : (1) secara ekonomis menguntungkan. (2) secara teknis memungkinkan dapat dilaksanakan, (3) secara sosial-psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada, dan (4)  sesuai atau sejalan dengan kebijaksanaan /tuntutan   perkembangan yang ada.
Konsep “bermakna” ini penting bagi keberhasilan penyebarluasan informasi yang dapat diserap dan dilaksanakan sasaran/peserta didik. Karena itu, Williams (1984) menyebutkan bahwa komunikasi adalah saling pertukaran simbol-simbol yang bermakna. Williams menekankan bahwa : (1) kita tidak dapat saling bertukar makna, (2) kita hanya secara fisik bertukar simbol, dan (3) komunikasi tidak akan terjadi, kecuali kita berbagi makna untuk simbol-simbol tertentu.
Dalam memberikan/menyampaikan informasi kepada orang lain (misalnya kepada peserta didik), bukan informasi yang kita ketahui yang disampaikan, tetapi yang kita sampaikan adalah informasi yang benar-benar bermakna dan dibutuhkan sasaran.
Informasi yang dibutuhkan dan bermakna adalah informasi yang mampu membantu/mempercepat pengambilan keputusan untuk terjadinya perubahan perilaku yang dikehendaki. Untuk itulah maka, pemilihan informasi harus benar-benar selektif dengan mempertimbangkan jenis teknologi mana yang tepat dipilih sebagai medianya. Sejarah, kini dengan berkembangnya komputer dan sistim informasi modern, kembali menawarkan pencerahan baru. Revolusi teknologi informasi menjanjikan struktur interaksi kemanusiaan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih efisien.
Dalam dunia pendidikan, revolusi informasi akan mempengaruhi jenis pilihan teknologi dalam pendidikan, bahkan, revolusi ini secara pasti akan merasuki semua aspek kehidupan (termasuk pendidikan). Inilah yang merupakan tantangan bagi semua bangsa, masyarakat dan individu. Siapkah lembaga pendidikan kita menyambutnya?
Dunia pendidikan harus  menyiapkan seluruh unsur  dalam sistim pendidikan agar tidak tertinggal atau ditinggalkan oleh perkembangan tersebut. Melalui penerapan dan pemilihan yang tepat teknologi informasi  (sebagai bagian dari teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan dapat diharapkan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus secara konsisten/konstan akan mendorong orientasi pada perubahan untuk memperbaiki secara terus menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi informasi yang tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan.
Bagi lingkungan lembaga kependidikan seperti FKIP, penerapan teknologi dalam pendidikan di era global informasi tidak lain adalah bentuk aplikasi jenis-jenis  teknologi informasi mutakhir dalam praktek pendidikan. Proses belajar mengajar yang menerapkan  teknologi informasi mutakhir dapat berupa penggunaan media elektronik seperti radio, TVm, internet dan sistim jaringan komputer, serta bentuk-bentuk teledukasi lainnya. Pemilihan jenis media sebagai bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat, cermat dan sesuai kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan kita.
   
F.  Moral dan Profesionalisme Guru
Dalam leksikon Jawa, guru umumnya ditafsirkan sebagai akronim dari ungkapan ”bisa digugu lan ditiru” ( Sunda: tiasa dipercanten sareng digugu sarta ditiru). Ini artinya bahwa sosok guru adalah orang yang dapat dipercaya atau dipegang teguh kebenaran ucapannya dan dapat diteladan tingkah lakunya. Di balik ungkapan itu, tersirat paham atau setidak-tidaknya asumsi bahwa apa yang dilakukan, dikatakan, dan diajarkan guru adalah benar. Guru sangat dipercaya sehingga jarang orang mempersoalkan ajarannya.
Guru dianggap sebagai profesi yang mempunyai keutamaan moral. Karena itu, jika orang membutuhkan nasehat atau pertimbangan, pergilah ia ke guru. Karena dipandang sebagai teladan, guru sangat dihormati masyarakat. Guru merupakan profesi yang bergengsi. Kemudian, menjadi guru adalah kebanggaan. Begitulah kiranya pandangan tentang guru, tempo doeloe.
Asumsi tempo dulu bahwa ucapan dan ajaran guru selalu benar telah mengalami pergeseran. Dewasa ini, ungkapan guru sebagai ”yang bisa digugu dan ditiru” agaknya sudah usang dan mengalami peyorasi. Jika muncul pemakaian ungkapan itu, seringkali justru untuk menyatakan perasaan tidak puas terhadap perkataan atau prilaku guru, atau dipakai sebagai semacam ”umpatan” kepada guru.
Pergeseran pandangan terhadap profesi guru itu disebabkan oleh berbagai hal. Keadaan dan zaman telah berubah. Modernisasi media cetak dan media elektonik menjadikan guru yang semula dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi tidak berlaku lagi. Jumlah warga masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi dari guru semakin banyak. Kecuali status sosial itu, status ekonomi kebanyakan guru terutama, sangat memiliki andil yang cukup berarti terhadap pergeseran pandangan itu.
Seseorang disebut baik dilihat dari tindakan, ucapan, dan perilakunya secara keseluruhan. Dalam hal ini, apakah ia memiliki keutamaan moral; kemampuan menghayati nilai yang baik dan buruk? Banyak orang, termasuk guru, tahu tentang nilai-nilai moral. Tetapi, masih saja banyak yang berbuat salah bahkan melakukan kejahatan yang disengaja. Terjadinya perbedaan atau bahkan pertentangan antara pengetahuan dan tindakan seseorang itu banyak yang disebakan oleh kenyataan-kenyataan hidup yang mungkin memang membuatnya begitu.
Minimnya gaji guru untuk memenuhi standar hidup layak yang berakibat pada rendahnya status ekonomi, memaksa guru untuk bekerja pada bidang yang lain. Banyak guru yang melakukan pekerjaan ”tak terhormat” demi mencukupi kebutuhan minimum rumah tangganya. Bahkan ditemui banyak kasus tindak kejahatan seperti pengedaran narkoba, penipuan, pencurian, pengatrolan atau jual-beli nilai rapor, dan kasus-kasus kriminal lain yang melibatkan seorang guru.
Kemudian, fenomena ini melibas gengsi guru dari mata masyarakat. Guru yang zaman dulu dianggap memiliki keutamaan moral sekarang dipandang tidak lebih dari kebanyakan orang.Dewasa ini, ketika terdapat guru sudah dapat hidup layak dari segi ekonomi karena kerja ekstranya atau karena mendapat jabatan di sekolah tempat kerjanya sehingga bisa memberikan kemungkinan-kemungkinan tertentu untuk mengubah status ekonominya, banyak yang berusaha mengejar status atau segi lain.
Tidak sedikit guru pada tingkat ini yang ingin menemukan kembali gengsi dan kehormatan dirinya. Untuk itu, mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bisa memperpuruk gengsi dan kehormatannya sendiri. Misalnya saja, dalam kasus komaditi gelar akademis yang merebak akhir-akhir ini, banyak guru yang terlibat sebagai konsumen.
Dahulu ada teori bahwa fenomena gila gelar disebabkan oleh suatu kekagetan akibat pendidikan formal masih merupakan hal baru dalam budaya bangsa dan pelaksanaannya belum merata. Kemudian dapat dimengerti bahwa orang yang sudah mendapat gelar akademis tertentu merasa menonjol di antara sesama di lingkungannya. Lebih jauh dari itu timbul kesombongan dan sering disertai kecenderungan memaksakan pendirian kepada orang lain.
Sekarang, ketika pendidikan sudah semakin maju dan merata, gelar masih menjadi pemukau yang manjur di kalangan masyarakat kita. Banyak orang yang ingin memperpanjang namanya dengan berbagai gelar. Kemudian situasi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak terentu dengan cara memperdagangkan berbagai gelar akademis.
Telah banyak diungkap bahwa kecanduan gelar tidak hanya merasuki kalangan pejabat dan perguruan tinggi, tetapi sudah hampir memasyarakat, termasuk kalangan guru sekolah menengah. Di Bandung misalnya, banyak guru dan kepala sekolah menengah yang ”bergelar” master (M.B.A. dan /atau M.Sc.). Bahkan ada sekolah swasta yang hampir 50 persen guru tetapnya memiliki gelar MBA dan/atau MSc, dan ada yang sampai Dr (HC). Yang menjadi masalah, seperti yang akhir-akhir ini dirisaukan oleh banyak kalangan, gelar-gelar ”bergengsi” yang dimiliki oleh para guru dan kepala sekolah itu diperoleh dengan jalur yang tidak semestinya. Pada umumnya, mereka bisa mendapatkan gelar-gelar itu cukup dengan membayar sejumlah uang pada lembaga atau biro jasa (”warung gelar”) yang menjual/ menawarinya.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa guru-guru itu—yang notabene guru sebagai ujung tombak pendidikan yang mengalihkan berbagai nilai dan kearifan—tidak menghayati lagi moral, etika, dan prilaku sebagaimana seharusnya dihayati dan dimilikinya sebagai pendidik. Para guru itu dapat dikatakan bertindak hanya dengan kendali nilai-nilai yang beredar di pasaran tanpa didasari moral dan prinsip etis yang logis.
Ungkapan ”digugu dan ditiru” seperti disebut di atas atau ungkapan ”guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, kiranya (dalam hal ini) kembali menjadi alasan bagi prilaku murid-murid yang bertindak serupa. Hal tersebut terbukti di Bandung ini juga, dan bukanlah fenomena baru, banyak murid yang membeli rapor, nem, dan ijazah. Terdapat anak yang tiba-tiba diketahui memiliki ijazah SMU tanpa harus menyelesaikan SMU-nya sampai tuntas.
Etika murid tersebut tidak naik atau tidak lulus sekolahnya, tiba-tiba diketahui ia sudah kuliah di suatu perguruan tinggi. Yang aneh lagi, terdapat anak yang tidak naik di kelas I suatu SMU, alih-alih mengulang di SMU tersebut, pada tahun ajaran baru berikutnya ia sudah menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi, dan yang sangat mengherankan, PT yang dimasukinya itu termasuk PT yang favorit di kota ini.
Terungkapnya kasus pengatrolan nilai ujian akhir dan jual beli nilai yang dilakukan oleh oknum guru SMU di Bandung akhir-akhir ini adalah sebuah fenomena gunung es. Jangan-jangan fakta ini sudah terbiasa terjadi di sekolah-sekolah lain dan di wilayah-wilayah lain di negeri ini.Kenyataan di atas sangat memprihatinkan. Mungkin sekali pendidikan budi pekerti tidak akan banyak artinya dan kurang menyentuh pribadi anak jika masih terdapat fakta-fakta prilaku guru yang ‘kurang berbudi pekerti ’ itu. Jika moral dan sifat budi pekerti luhur tidak dimiliki para pendidik, akan dibuat bagaimanakah moral generasi muda bangsa ini kemudian?
Keberhasilan usaha pendidikan bukan pertama terletak pada tersedianya perlengkapan pendidikan yang serba canggih, melainkan lebih pada kualitas sumber daya manusianya yaitu guru dan tenaga kependidikan yang lain.
Para guru pada dasarnya adalah pengalih berbagai nilai, kearifan, pengetahuan, dan keterampilan dari generasi terdahulu kepada generasi kemudian. Mereka adalah pelaku tugas pokok manusia dalam hidup ini (the ultimate human task in life). Oleh karena itu, agar pendidikan mencapai tujuannya yaitu membentuk manusia yang manusiawi sehingga mampu menghadapi era perkembangan dan perubahan global, diperlukan pendidik yang mentalnya kuat, moralnya tangguh, dan profesionalismenya tinggi.
Mengenai profesionalisme, P. Siegart dalam Rahardi (1998) menyebutkan ada tiga sikap dasar bagi individu untuk disebut profesional. Ketiga sikap dasar itu adalah (1) adanya keseimbangan antara sikap altruistik dengan sikap non-altruistik/egoistik dalam diri individu; (2) adanya penonjolan kepentingan luhur dalam praktik kerja keseharian; dan (3) munculnya sikap solider antarteman seprofesi.
Ketiga sikap dasar ini akan menumbuhkan sikap positif terhadap kerja pada diri individu, teristimewa yang mengutamakan kemauan ikhlas untuk bekerja sama dengan sesama teman seprofesi yang disemangati oleh niat melayani dan mengabdi demi tercapainya tujuan luhur sebuah karya, dalam hal ini adalah karya pendidikan.
Beranjak dari sikap dasar di atas, kita dapat mengatakan bahwa profesionalisme memiliki tiga ciri utama yang saling mengait, yakni (a) adanya kapasitas atau stok keahlian yang besumber pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang benar dan mapan; (b) adanya moral, etika, serta perilaku atau tindak-tanduk yang baik; dan (c) adanya pelayanan atau pengabdian yang tulus dari seorang individu terhadap masyarakat dan lingkungan (bdk. Kunjara, 1998).
Oleh karena itu, seseorang dikatakan profesional apabila memenuhi kriteria seperti: memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam pada bidang pekerjaan yang diemban (know what and show how), memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas yang diemban (know how), dan memiliki sikap-sikap yang dituntut oleh pekerjaan yang diemban (disiplin ilmu dan etika profesi).
Berlandaskan pemikiran di atas, kiranya cukup banyak ciri keutamaan bagi profesionalisme seorang guru. Beberapa ciri keutamaan itu antara lain ketepatwaktuan, optimisme terhadap peserta didik, solideritas, stabilitas, mawas diri,kesabaran,kesederhanaan, tahu membeda-bedakan, ketenangan, ketekunan, idealisme, persiapan, dan menghargai profesi. Terhadap ciri keutamaan yang disebut terakhir ini, profesi guru hendaknya dihargai dan dicintai oleh guru itu, bukan sebaliknya disalahgunakan dan dilecehkannya sendiri.
Seringkali terdengar keluhan bahwa sekarang kini semakin sulit mendapatkan tenaga pengajar yang memenuhi kualifikasi profesionalisme. Bahkan lebih tajam lagi, seorang pakar pendidikan, J. Drost SJ, mengatakan bahwa sekarang di Indonesia tidak ada guru yang memenuhi syarat sebagai guru (Hidup, 27/2/00 hal. 19). Berbicara mengenai moral memang tidak dapat dipisahkan dengan profesionalisme seseorang. Keduanya saling terkait secara kausal. Yang satu menjadi akibat bagi yang lain, dan yang satu menjadi penyebab bagi yang satunya. Bagaimana mungkin seorang guru dapat dikatakan profesional apabila tidak memiliki keutamaan moral.  Moral dan profesionalisme juga memiliki kaitan yang erat dengan perkembangan global dunia kita.
Profesionalisme dapat dianggap sebagai suatu akibat dari merebaknya arus globalisasi, dan globlalisasi merupakan suatu sebab munculnya profesionalisme. Di sini, moral menjadi perekat sekaligus penawar hubungan keduanya. Kemudian presionalisme kerja guru menjadi tuntutan, kendati masih sering dirasakan semata-mata obsesi belaka. Seorang guru hendaknya selalu melekatkan dan menumbuhkembangkan keutamaan-keutamaam sebagai guru di dalam dirinya demi memantapkan kualitas pelayanan dan pengabdiannya kepada pemanusiaan manusia muda.
F.     DAFTAR PUSTAKA 
Karsidi, Ravik, 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Bahan Ceramah di Pondok Assalam, Surakarta 19 Februari.
Sasono, Adi, 1999. Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika Perubahan, Malakah Konferensi Internasional Ekonomi Jaringan,  Hotel Sangri-La, Jakarta 5-7 Desember.
Sallis, Edward, 1993. Total Quality Management in  Education, Kogam Page, London.
Slamet, Margono, 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu, IPB Bogor.
William, Frederick, 1984. The News Communication, Los Angeles : Wadsworth, Inc.
Wirakartakusumah, 1998. Pengertian Mutu Dalam Pendidikan, Lokakarya MMT IPB, Kampus Dermaga Bogor, 2-6 Maret
BAB V
MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

A.     Model Pembelajaran 
Ditinjau dari jumlah mata pelajaran yang dijadikan bahan ajar dalam proses pembelajaran, model pembelajaran dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yakni (1) model pembelajaran mata pelajaran secara terpisah (separeted subject matter), (2) model pembelajaran terpadu (integrated subject matter), dan (3) model pembelajaran mata pelajaran terkorelasi (correlated subject matter). Penggolongan ini berdasarkan kepada penggolongan organisasi kurikulum, yakni: (1) kurikulum terpisah (separated curriculum), (2) kurikulum terpadu (integrated curriculum), dan (3) kurikulum terkorelasi (correlated curriculum). Timbul pertanyaan mendasar, mengapa proses pembelajaran perlu memadukan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain, atau satu mata pelajaran dengan bahan ajar tertentu, sehingga menjadi satu menu yang akan disajikan dalam proses pembelajaran?
Pertama, alasan empirik, karena pada hakikatnya pengalaman hidup ini sifatnya kompleks dan terpadu, artinya menyangkut berbagai aspek yang saling terkait. Pergi ke pasar, sebagai misal, merupakan kompleksitas pengalaman hidup yang tidak hanya bersifat sosial (berhubungan dengan orang lain), ekonomi (memenuhi kebutuhan rumah tangga), tetapi juga matematika (terkait dengan hitung-menghitung harga), dan biologi (tekait dengan soal barang dan bahan yang kita beli), dan sebagainya. Dengan demikian, proses pembelajaran di sekolah sebenarnya dapat dilaksanakan dengan meniru model pengalaman hidup dalam masyarakat, karena proses pembelajaran yang demikian lebih sesuai dengan realitas kehidupan kita.
Kedua, alasan teoritis ilmiah, karena keadaan dan permasalahan dalam kehidupan akan terus berkembang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, ilmu ruang angkasa menjadi lebih terbuka setelah pesawat ulang-alik dapat mendarat di bulan. Komputer kini menjadi mesin informasi yang telah masuk di rumah kita tanpa permisi. Itulah sebabnya, maka bahan ajar di sekolah sudah pasti harus diperkaya dengan muatan-muatan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru.
Mengingat banyaknya permasalahan yang timbul dalam kehidupan, banyak materi baru yang diusulkan oleh masyarakat untuk dimasukkan dalam kurikulum sekolah, misalnya lingkungan hidup, ilmu kelautan, pengetahuan tentang narkoba, masalah HIV dan AIDS, pendidikan moral dan budi pekerti, keimanan dan ketaqwaan, reproduksi sehat dan pendidikan seks, bursa efek, dan masih banyak lagi. Untuk memasukkan hal-hal tersebut menjadi mata pelajaran tersendiri, sudah barang tentu tidak mungkin dimasukkan ke dalam kurikulum sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, muatan ilmu pengetahuan dan informasi yang semakin bertambah itu tidak mungkin dapat dimasukkan ke dalam kurikulum menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, diperlukan satu organisasi kurikulum yang isinya lebih merupakan pilihan bahan ajar yang secara khusus dipersiapkan sebagai menu untuk proses pembelajaran. Dari sinilah muncul fusi mata pelajaran yang melahirkan kurikulum terpadu (integrated curriculum), dan kemudian melahirkan kurikulum inti (core curriculum). Para pengembang kurikulum berfikir harus back to basic dalam proses pengembangan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum, timbullah model pembelajaran terpadu, dengan tujuan agar proses pembelajaran dapat mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan yang begitu kompleks dalam masyarakat.
Itulah sebabnya, proses pembelajaran memang tidak harus dilaksanakan ibarat dengan kacamata kuda, artinya dilaksanakan tanpa melihat kiri-kanan atau hanya melihat satu disiplin ilmu tanpa mengaitkannya dengan kehiduoan dalam arti luas. Justru dalam pelaksanaannya para guru seharusnya berusaha mengaitkan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dengan mata pelajaran atau bahan dasar lain yang kontekstual dalam kehidupan masyarakat. Tanpa mengaitkan mata pelajaran dengan konteks kehidupan yang nyata dalam masyarakat, maka proses pembelajarannya akan menjadi hambar dan kurang bermakna bagi bekal kehidupan anak dalam masyarakat.

B.    Model-Model Pembelajaran Tepadu
Pertama, model pembelajaran terpadu antara dua mata pelajaran dalam struktur kurikulum yang berlaku. Misalnya antara mata pelajaran Matematika dan mata pelajaran Bahasa Indonesia, atau mata pelajaran Matematika dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (ips), dsb. Kedua, model pembelajaran terpadu antara satu mata pelajaran tertentu dengan bahan ajar yang tidak berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, misalnya antara mata pelajaran Pendidikan Agama dengan bahan ajar pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, antara mata pelajaran Biologi dengan pendidikan reproduksi sehat dan HIV/AIDS, antara mata pelajaran PPKn dengan bahan ajar pendidikan budi pekerti, mata pelajran Bahasa Indonesia dengan bahan ajar keimanan dan ketaqwaan, dsb. Ketiga, model pembelajaran terpadu beberapa mata pelajaran, lebih dari dua mata pelajaran, misalnya mata pelajaran Matematika, Sains, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian yang dimasukkan ke dalam satu proyek kegiatan pembelajaran (metode proyek).


C.    Pusat Sumber Belajar (PSB) Terpadu
                  Pusat Sumber Belajar/Learning Resources Center (PSB/LRC) dapat diartikan sebagai pusat jaringan pelayanan informasi sumber belajar yang dikelola dengan  prinsip kemitraan baik yang berupa informasi sumberdaya manusia, sumberdaya bahan belajar dan sumberdaya alat bantu pembelajaran. Sumber belajar adalah input instrumental dalam sistem pembelajaran meliputi sumberdaya manusia (brainware) yaitu narasumber, fasilitator, instruktur, dan Widyaiswara; bahan belajar (software) seperti: kurikulum, modul, textbook, bahan bacaan/reference, literatur/ kepustakaan dan metodologi pelatihan (klasikal/ in Class, diklat jarak jauh, kalakarya); sarana dan prasarana (hardware)  seperti: perpustakaan, ruang belajar, laboratorium, dan  peralatan (antara lain: perangkat keras dan perangkat lunak) yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan efektivitas dan efisien proses belajar.
Dengan kata lain secara sederhana yang dimaksudkan  Sumber belajar adalah terdiri dari orang, pesan, media (bahan dan alat),teknik dan lingkungan.  Sedangkan Pusat Sumber Belajar adalah tempat dimana Sumber Belajar dikumpulkan, diorganisir dan dimanfaatkan untuk belajar.
Kemitraan adalah merupakan kerja sama yang memperhatikan kesetaraan, keterbukaan, saling menghargai, dan  adanya persamaan kepentingannya. Kerjasama kemitraan ini dilakukan antara institusi pendidikan dan pelatihan, institusi pendidikan kesehatan, institusi pelayanan kesehatan, organisasi profesi kependidikan kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lain  yang bergerak di bidang kesehatan maupun kediklatan.
   
1.     LANDASAN FILOSOFI  
Pada  hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang butuh berkomunikasi dengan orang lain, sehingga terjadi  interaksi dengan orang lain dalam usahanya mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut manusia mengembang-kan  pola komunikasi  untuk memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan sosialnya. Epistimologi kefilsafatan menunjukkan bahwa adanya prinsip-prinsip jaringan kemitraan telah melandasi pola komunikasi dalam kehidupan manusia semenjak dahulu kala seperti jaringan korespondensi, jaringan telekomunikasi dan jaringan internet.
Aksiologis kefilsafatan menunjukkan besarnya manfaat yang dapat dipetik dalam proses komunikasi antar individu manusia dalam berbagai bentuk dan menggunakan berbagai media komunikasi yang dimilikinya. Proses pembelajaran diklat pada prinsipnya adalah proses komunikasi dalam penyampaian bahan belajar kepada peserta diklat.
Atas dasar pemikiran tersebut maka pengorganisasian berbagai komponen sistem  komunikasi memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Demikian halnya jaringan kemitraan Pusat Sumber Belajar juga berperan penting dalam proses pembelajaran.

2.     LANDASAN HUKUM
1.     Undang undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2.     Undang-undang Nomer 23  Tahun 1992 tentang Kesehatan
3.     Undang-undang Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
4.     Undang-undang nomor 8 Tahun 2000 tentang Hak-Hak Konsumen
5.     Peraturan Pemerintah Nomer 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
6.     Keputusan Presiden Nomer 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen.
7.     Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 130 Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen.
D.    RUANG LINGKUP  PUSAT SUMBER BELAJAR TERPADU
Ruang lingkup Pusat Sumber Belajar yang akan dikembangkan adalah bermacam-macam pelayanan bagi pebelajar (learner) meliputi :
1.     Learning Resources.
Yaitu merupakan segala sumber belajar bagi pebelajar yang berminat belajar sendiri atau belajar jarak jauh, yang dilakukan secara elektronik ( telelearning/digital library)
2.     Skill Exchanges.
Yaitu pertukaran keterampilan yang terdiri dari kemampuan, keterampilan dan pengalaman para pakar, dan memberikan pelayanan pembimbingan bagi yang membutuhkannya.
3.     Peer-Matching.
Merupakan jaringan komunikasi yang memungkinkan pebelajar dapat menemui kawan belajar untuk menjawab masalah yang dipelajarinya.
4.     Reference Services to Educator-at-Large.
Merupakan pelayanan rujukan bagi seluruh fasilitator secara luas, yaitu dengan memberikan alamat serta uraian tentang para profesional/pakarl dan setengah profesional/pakar, dan fasilitator yang tidak terikat.
5.     Learners Network.
Merupakan suatu jaringan bagi mereka yang belajar/pebelajar, sebagai tempat pertemuan dari para anggota masyarakat pebelajar. Jaringan ini akan memfasilitasi pengetahuan atau keahlian lokal dalam membentuk dan membangun peluang-peluang belajar.
6.     Learners Problem Solving Network.
Jaringan penyelesaian masalah peserta belajar suatu kelompok diskusi unituk memecahkan masalah-masalah masyarakat setempat dalam mengembangkan jaringan belajar setempat.
7.     The Opportunities Portfolio.
Dilakukannya pemutahiran dokumen elektronik dan diterbitkan (dicetak), paling sedikit setahun sekali sehingga dapat mengidentifikasi peluang belajar setempat dan sumber belajar yang ada agar dapat berbuat dengan sumber yang ada.
Fokusnya pada idea, hal yang istimewa, proyek, pelayanan yang inovatif, dan pendekatan alternatif.
Bila dilihat dari sistem pembelajaran dalam proses diklat, ruang lingkup Pusat Sumber Belajar dapat digambarkan dalam matriks sebagai berikut:

Sumber belajar
Manual
Elektronik
Lain
SDM



Bahan belajar



Metode & teknologi belajar



Sarana prasarana







1.  Mengembangkan Sumber Belajar yang berbasis printing material (manual), seperti daftar tenaga ahli, daftar katalog, buku-buku panduan dan buku acuan.
2.   Mengembangkan Sumber Belajar yang berbasis elektronika, antara lain : mengembangkan jaringan kerja dengan komputer     (Internet, Intranet) untuk  Computer Assistence Learning/ Computer Assistence Instructur, CD ROM untuk Computer Base Learning/ Computer Base Instructur , dan dengan homepages untuk tenaga ahli, abstrak buku, hasil penelitian diklat dan virtual library.
3.   Mengembangkan Sumber Belajar lain, yaitu dengan menggunakan bahan belajar dari lingkungan pebelajar (learner) , antara lain phenomena alam, obyek kesehatan, dll.
 
E.  MODEL KEMITRAAN
                Dalam pengembangan jaringan Pusat Sumber Belajar digunakan konsep model kemitraan diantara berbagai institusi Sistem Pusat Sumber Belajar yang memiliki satu atau beberapa komponen sumber belajar.
Gambaran sederhana model Pusat Sumber Belajar adalah sebagai berikut:
                Komponen-komponen Intitusi yang terkait tersebut terdiri dari :
1.      Instansi pembina Teknis Kesehatan Pusat.
2.      Institusi-institusi pendidikan dan pelatihan (diklat),antara lain:
a.  Pusdiklat, Bapelkes, LAN, Pustekkom
b. Institusi-institusi pendidikan, terdiri dari : Perguruan Tinggi
Negeri dan swasta; Akademi Negeri dan swasta serta Sekolah Kejuruan Kesehatan (Perawat, Farmasi, Perawat Gigi, analis Kesehatan dan lain-lain).
3.      Institusi Kesehatan
a.  Institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta ( Rumah Sakit,  Puskesmas, Poliklinik).
b. Unit Pelaksana Teknis Departemen Kesehatan
4.      Istitusi Administrasi dan  Manajemen seperti: LAN, Depnaker,
         Lembaga
          manajemen terapan.
5.      Organisasi profesi, terdiri dari:
a.  IDI, PPNI, IBI, PERSAGI, HAKLI, POGI dan lainnya.
b.  IPTPI, PS ANRI, IDLN  dan lainnya.
6.    Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) termasuk masyarakat, terdiri dari peserta Diklat,  masyarakat pengguna diklat dan pengguna pelayanan kesehatan.
 
Komponen Sumber Belajar dari Institusi yang tergabung dalam Jaringan PSB antara lain :
1.     Informasi keahlian/kepakaran (tenaga pelatih/ widyaiswara).
2.     Informasi Bahan ajar (Learning material) antara lain berupa Buku Kepustakaan, Kurikulum, Modul baik printed, electronik, dan interactive.
3.     Informasi Sarana Belajar antara lain : Kelas, Laboratorium Kelas, Laboratorium Lapangan, alat bantu diklat berupa : AVA, model, dll.
4.     Informasi kegiatan diklat antara lain: jurnal diklat kesehatan, kerjasama, donor,dll.
Untuk kemudahan operasionalisasi PSB, perlu ada institusi yang berperan sebagai Pusat Jaringan PSB. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Untuk tingkat Pusat, sebagai Pusat Jaringan PSB adalah Pusdiklat Kesehatan, sebagai anggota Jaringan PSB adalah Institusi / Organisasi Profesi / LSM yang tergabung dalam Jaringan PSB. Disetiap PSB ada yang diserahi tanggung jawab mengelola (Pengelola PSB).
Di daerah, sebagai Pusat Jaringan dapat ditunjuk Institusi Diklat yang ada, berdasarkan kesepakatan.
Dengan demikian untuk terwujudnya Jaringan Pusat Sumber Belajar tidak diperlukan pembangunan gedung baru.

F.   FUNGSI DAN TUGAS JARINGAN PSB

1.     Fungsi 

Pusdiklat Kesehatan sebagai Pusat Jaringan Pusat Sumber Belajar, mempunyai fungsi sebagai berikut :

a.      Fungsi Penyediaan Informasi
b.      Fungsi Pelayanan Informasi Sumber Belajar
c.      Fungsi Pengembangan
d.      Fungsi Produksi dan Pemasaran
e.      Fungsi Koordinasi

 

2.     TUGAS

Untuk menjalankan fungsi tersebut maka Pusat Jaringan Pusat Sumber Belajar mempunyai tugas :

a.      Fungsi Penyediaan Informasi dengan tugas :
1).   Menginventarisasi informasi Sumber Belajar dari berbagai sumber ( PSB dan lain-lainnya ).
2).   Membuat Data Base.
3).   Up dating secara periodik.

b.      Fungsi Pelayanan Informasi Sumber Belajar dengan tugas :

1).   Mensosialisasikan adanya jaringan PSB kepada User.
2).   Memberikan informasi Sumber Belajar sesuai kebutuhan User.
3).   Memberikan konsultasi pengembangan Sumber Belajar.
c.      Fungsi Pengembangan dengan tugas :
1).   Mendisain Diklat sesuai kebutuhan User.
2).   Mengembangkan SDM Pusat Sumber Belajar melalui Diklat.
3).   Memperluas jaringan lintas sektor.
d.      Fungsi Produksi dan Pemasaran dengan tugas :
1).   Memproduksi/ menghasilakan bahan ajar dalam berbagai bentuk media ( cetak, elektronik, interaktif, dll. )
2).   Memasarkan produk dan jasa PSB.
e.      Fungsi Koordinasi dengan tugas :

3. Meningkatkan kerjasama antar PSB melalui pertemuan-pertemuan ( Seminar, Lokakarya, dll ).

   



TUJUAN STRATEGI   DAN   SASARAN PUSAT SUMBER BELAJAR

A.     TUJUAN

1.     TUJUAN JANGKA PANJANG
Menciptakan Pusat Jaringan PSB menjadi pusat layanan jaringan informasi berbagai sumber belajar diklat kesehatan yang dapat diandalkan.
2.    TUJUAN JANGKA PENDEK
Membantu pengguna atau peserta diklat dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan baik brainware, software maupun hardware agar diperoleh proses belajar yang efektif baik melalui institusi dalam jaringan maupun langsung secara individual atau kelompok.

B.  STRATEGI

Strategi yang ditetapkan dalam pelaksanaan pengembangan Pusat Sumber Belajar meliputi strategi pengembangan jaringan dan  strategi pengembangan kapasitas Pusat Sumber Belajar yang dikelompokkan sebagai berikut:
1.     Strategi Pengembangan Jaringan PSB yaitu :
a.   Kemitraan
b.  Orientasi Pasar
c.   Pelayanan Prima
2.     Strategi Pengembangan Kapasitas Pusat Sumber Belajar yaitu meliputi :
a.   Pengembangan SDM pengelola PSB  (Brainware).
b.  Pengembangan substansi (content), antara lain : informasi narasumber/ kepakaran, bahan belajar (buku kepustakaan, kurikulum dan modul) dan Sarana Diklat serta alat bantu belajar.
c.   Pengembangan Hardware dan Software  kebutuhan pelaksanaan Jaringan PSB.
Dalam Pengembangan Kapasitas Pusat Sumber Belajar ini perlu mengikuti perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan pasar.

  

C.  SASARAN                                                                                        

 
Sasaran dalam pengembangan Pusat Sumber Belajar Diklat Kesehatan adalah  dihasilkannya :
1.     Kesepakatan Kosep PSB.
2.     Pengorganisasian PSB.
3.     Informasi Sumber Belajar.
4.     Model Data base jaringan PSB
5.     Sumberdaya tenaga (brainware) sesuai dengan kebutuhan pengembangan jaringan.
6.     Hardware dan software yang dibutuhkan dalam pengembangan jaringan sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
7.     Pemanfaatan, evaluasi dan pengembangan PSB.
  
  1.     Sumber Daya Manusia (Brain ware):
a.     Pengelola /Koordinator PSB
b.     Dibutuhkan minimal 5 orang tenaga pengelola dengan kriteria tenaga yang menyenangi bekerja dengan komputer, dengan spesialisasi  sebagai berikut :
1).   Seorang tenaga perancang dengan pendidikan minimal S1 Kesehatan dan telah mengikuti pelatihan disain system.
2).   Seorang tenaga programmer dengan pendidikan minimal D3 kesehatan/Komputer dan telah mengikuti pelatihan tentang Pengembangan WEB.
3).   Seorang tenaga disain grafis (D3)
4).   Seorang tenaga pengelola jaringan (internet, LAN)
5).   Seorang Operator komputer dengan pendidikan minimal SLTA dan telah mengikuti pelatihan tentang dasar-dasar komputer dan pengelolaan PSB.
c.     Anggota  PSB
d.     Dibutuhkan minimal 4 orang tenaga pengelola dengan kriteria tenaga yang menyenangi bekerja dengan komputer, dengan spesialisasi  sebagai berikut :
1.     Seorang tenaga programmer dengan pendidikan minimal D3 kesehatan/Komputer dan telah mengikuti pelatihan tentang Pengembangan WEB.
2.     Seorang tenaga disain grafis (D3)
3.     Seorang tenaga pengelola jaringan (internet, LAN)
4.     Seorang Operator komputer dengan pendidikan minimal SLTA dan telah mengikuti pelatihan tentang dasar-dasar komputer dan pengelolaan PSB.
2.     Perangkat Keras (Hard ware):
a.  Jaringan Komputer ( LAN , WAN).
b.  Komputer server
c.   Komputer work station untuk pengembangan & pemeliharaan web
d.  Komputer work station untuk electronic library
e.  Komputer work station untuk pengembangan Sistem Informasi Diklat
f.   Digital Camera
g.  Digital Video Camera
h.  CD writer
i.    Scanner
j.    Printer
3.     Perangkat Lunak (Soft ware)
a.     Program Aplikasi untuk Pengembangan Web (Front Page, HTML, Java Script, dll)
b.     Personal Web Server
c.     Situs web PSB
d.     Program Aplikasi untuk Disain Grafis (Photoshop, Corel Draw, Microsoft Image Composer, dll)
e.     Program Aplikasi untuk Animasi mulitimedia (GIF Animator, Photoshop Animator, 3DFX, 3D Kinetik, dll)
f.      Windows NT, Linux, dll

E.     LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PSB                         
Dalam rangka pengembangan PSB perlu disusun langkah-Langkah kegiatan pengembangan yang mengacu pada strategi dan sasaran PSB.
Secara rinci langkah-langkah kegiatan pengembangan PSB adalah sbb.:
1.     Tahun Pertama
a.   Menyusun konsep PSB.
b.   Menginventarisasi institusi / organisasi profesi/ LSM yang berkaitan dengan Diklat Kesehatan.
c.   Menyepakati Konsep PSB melalui Seminar dan Lokakarya serta kesepakatan mewujudkan PSB yang berkaitan dengan Diklat Kesehatan, berdasarkan prinsip kemitraan.
d.   Mengidetifikasi Sumber Belajar di setiap PSB.
e.  Melengkapi kebutuhan Hardware dan Software.
f.   Menyusun Model PSB.
2.     Tahun Kedua.
a.     Mensosialisasi Model PSB.
b.   Menyusun pengorganisasian PSB, meliputi : Naskah kerjasama dan mekanisme pengelolaan PSB, serta Tupoksi pengelola PSB.
c.   Merekrut SDM PSB melalui pelatihan.
d.   Menginventarisasi Sumber Belajar dari setiap anggota PSB.
3.     Tahun Ketiga.
a.     Membuat data base Sumber Belajar.
b.     Mensosialisasi data base Sumber Belajar
c.     Mengelola Pusat jaringan PSB
d.     Pertemuan reguler anggota PSB.
e.     Peremajaan data (up date data) Sumber Belajar.