Sabtu, 08 Agustus 2020

 

Menyingkap Sejarah Pembelajaran Pendidikan IPS di Indonesia

Oleh : Hamid Darmadi

1.    Pendahuluan

Pembelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) di Indonesia tidak muncul begitu saja, tetapi terjadi melalui pengalaman pembentukan berdirinyanhya negara Indonesia dalam proses yasng panjang. Pembelajaran Pendidikan IPS Social Studies dimasukankan dalam dalam kurikulum sekolah karena berbagai masalah akibat industrialisasi di berbagai negara di dunia termasuk terjadinya perubahan perilaku manusia akibat berbagai kemajuan  dan perkembangan zaman.  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)  yang mendorong industrialisasi menjadikan bangsa ini semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks yang tak terelakkan.

Para ahli ilmu sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut. Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial kemasyarakatan tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga dapat dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat sekolah. Program pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat sekolah merupakan salah satu pendekatan yang dianggap lebih efektif dalam rangka membentuk perilaku sosial pesertadidik ke arah yang diharapkan. Program pendidikan di samping sebagai bentuk internalisasi dan transformasi pengetahuan juga dapat digunakan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia disuatu negara  siap menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin kompleks.

Latar belakang perlu dimasukkannya Social studies (pendidikan IPS) dalam kurikulum sekolah di berbagai negara termasuk Indonesia memiliki sejarah dan alasan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Sebagai bahan perbandingan, Negara Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras, ektnik, sukiu dannagama. Di antaranya Ras Indian yang merupakan penduduk asli, Rras kulit putih datang dari Eropa dan Ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara Amerika dan berbagai Ras lainnya seperti Ras Asia semuanya membawa kosekuensinya yang berbeda pula.

Latar belakang dimasukkannya Pembelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat. Diantaranya seperti situasi Negara yang kacau dan pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya peristiwa G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya maka di pandang perlu memasukan program Pembelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) sebagai promosi untuk  menanamkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, ke dalam kurikulum sekolah.

2.    Perkembangan IPS Secara Umum

Secara etimologi Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan  dasar manusia yang di organisasikan  dan disajikan secara ilmiah  dan pedagogic/psikologis untuk tujuan pendidikan. Definisi berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah (Numan Sumantri Pakar pendidikan IPS Indonesia) sedangkan untuk Pendidikan Tinggi dan LPTK menggunakan/menambahkan kata;  Seleksi” dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan  dasar manusia yang di organisasikan  dan disajikan secara ilmiah  dan pedagogic/psikologis untuk tujuan pendidikan. 

Ilmu Pengetahuan Sosisal (IPS) merupakan terjemahan dari Social Studies.  Perkembangan IPS dapat dilihat melalui sejarah  Social Studies yang dikembangkan oleh Amerika Serikat dalam karya akademis yang dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS) pada pertemuan organisasi tersebut tahun 1935 sampai sekarang. Dilihat darisisi Definisinya,  Social Studies” adalah ilmu-ilmu sosial yang di sederhanakan untuk tujuan pendididkan, kemudian pengertian ini dibakukan menjadi “Social Studies” yang meliputi aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, pisikologi, ilmu geografi, filsafat, termasuk PPKn yang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan di perguruan tinggi.

Dalam pengertian awal “Social Studies” tersebut diatas terkandung hal-hal sebagai berikut:

a.   Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial

b.   Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan atau pembelajaran, baik pada tingkat  sekolah maupun tingkat pendidikan tinggi.

c.    Aspek-aspek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan tersebut.

 Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr, dkk (1977:36) terjadinya tarik menarik antara dua visi Social Studies. Di satu pihak, adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan Citizenship Education, yang terus bergulir sampai mencapai tahap yang lebih canggih. Di pihak lain, terus bergulirnya gerakan pemisahan sebagai disiplin ilmu-ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi Social Studies Education. Hal tersebut, merupakan dampak dari berbagai penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa.  

Benyaknya gerakan-gerakan yang muncul akibat dari tekanan yang cukup dahsyat untuk mereformasi Social Studies.  Mereka menganggap perlu adanya perubahan pembelajaran Social Studies menjadi pembelajaran yang berorientasi the integrated, reflected inquiry, and problem centered (Barr, dkk.; 41-82) dan memperkuat munculnya gerakan The new Social Studies.

Berdasarkan pendapat para pakar, akhirnya para Sejarawan, ahli ilmu sosial, dan pendidikan sepakat untuk melakukan reformasi Social Studies dengan menggunakan cara yang berbeda dari sebelum pendekatan tersebut adalah dengan melalui proses pengembangan kurikulum sekelompok pendidik, ahli psikologi, dan ahli ilmu sosial secara bersama-sama mengembangkan bahan ajar berdasarkan temuan penelitian dan teori belajar, kemudian diujicobakan di lapanagan, selanjutnya direvisi, dan pada akhirnya disebarluaskan untuk digunakan secara luas dalam dunia persekolahan.

Jika dilihat dari Visi misi dan strateginya, Barr, dkk. (1978:1917) Social Studies telah dikembangkan dalam tiga tradisi, yaitu:

1.    Social Studies Taught as citizenship Transmission. Bertujuan mengembangkan warga negara yang baik sesuai dengan norma yang telah diterima secara baku dalam negaranya.

2.   Social Studies Taught as social Science. Juga mengembangkan karakter warga negara yang baik yang ditandai oleh penguasaan tradisi yang menitik beratkan pada warga Negara yang dapat mengatasi masalah-masalah sosial dan personal dengan menggunakan visi dan cara ilmuan sosial.

3.   Social Studies Taught as Reflective Inquiry. Menekankan pada hal yang sama yakni pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria yang berbeda yaitu dilihat dari kemampunnya dalam mengambil keputusan’

 Tahun 1992, the Board of dDirection of the National Council for the Social Studies mengadopsi visi terbaru mengenai Social Studies, yang kemudian diterbitkan resmi oleh NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectation of Excellence: Curriculum Standard for Social Studies. Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan  visi, misi, dan strategi baru Social Studies, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:

a.   Program Social Studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa civic competence bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Social Studies.

b.   Program Social Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari taman kanak-kanak sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh keterpaduan “ …knowlwdge, skill, and attitudes within and across disciplines (NCSS, 1994:3).

c.    Program Social Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam construct a knowledge base and attitude drawn from academic discipline as specialized ways of viewing reality (NCSS, 1994:4).

d.   Program Social Studies mencerminkan “ …the changing nature of knowledge, fostering entirely new and highly integrated approaches to resolving issues of significance to humanity” (NCSS, 1994:5).

 

3.   Perkembanga  IPS di Indonesia

Istilah IPS pertama kali muncul dalam seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmagu Solo Jawa tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara tukar pakai, yaitu:

a.   Pengetahuan sosial

b.   Studi sosial

c.    Ilmu Pengetahuan Sosial

 Konsep IPS untuk pertamakalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum Sekolah Dasar (SD) 8 tahun PPSP ini digunakan istilah “Pendidikkan Kewarganegaraan /Studi Sosial” sebagai mata pelajaran terpadu.

Sedangkan dalam Kurikulum Menengah 4 tahun, digunakan istilah :

a.   Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah, dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS

b.   Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan

c.    Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS

 Pada tahap Kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu :

a.   Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial

b.   Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep payung untuk sejarah, ekonomi, dan geografi.

c.    Pendidikan Kewargaan, Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.

 Konsep Pendidikan IPS tesebut memberi inspirasi terhadap Kurikulum 1975 yang menampilkan empat (4) Profil, yaitu :

a.   Pendidikan Moral Pancasila sebagai pengganti Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.

b.   Pendidikan IPS terpadu untuk SD

c.    Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung untuk sejarah, ekonomi kopersi, dan geografi.

d.   Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi, dan geografi untuk SMA, atau sejarah geografi untuk SPG.

 Konsep IPS di atas dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok pembelajaran PMP.Dalam Kurikulum 1984, PPKn sebagai mata pelajaran Social Khusus yang wajib diikuti oleh semua siswa SD, SLTP, SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam:

a.   Pendidikan IPS terpadu di SD kelas III-VI

b.   Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup Geografi, Sejarah, dan Ekonomi Koperasi.

c.    Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-II, Ekonomi dan Geografi di kelas I-II, Sejarah Budaya di kelas III Program IPS.

 

Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah beberapa kali dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yaaitu  pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvrensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992.  Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan di Ujung Pandang,

Prof. M. Numan Soemantri, Pakar sekaligus Ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu:

a.   Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagosis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

b.   Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari didiplin ilmu-ilmu social dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagosis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

PIPS  untuk tingkat perguruan tinggi Pendidikan Guru IPS dirkonsep-tualisasikan  segabagai disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS) Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan koseptual PDIPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu:

1.    Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP, dan SMU.

2.   Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.

3.   Kurikulum dan bahan ajar IPS SD, SLTP, dan SMU.

4.   Disiplin ilmu-ilmu social, humaniora dan disiplin lain yang relevan.

5.   Teori, prinsip, strategi, media, serta evaluasi pembelajaran IPS.

6.   Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak social.

7.   Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

 Ada dua definisi Pendidikan IPS yaitu; Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran dan Pendidikan IPS sebagai kajian akademik. Pedidikan IPS sebagai mata pelajaran diterapkan dalam kurikulum di sekolah mulai jenjang Pendidikan Dasar sampai Sekolah Menengah Atas.  Pendidikan IPS pada jenjang persekolahan erat kaitannya dengan disiplin  ilmu social  yangbterintegrasi dengan ilmu penetahuan lain yang dikemas secara pedagogis  untuk kepentingan pembelajaran.

IPS disekolah bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai warga Negara yang baik (Good Citizenship)  Sejak tahun 1970 an istilah ilmu pengetahuan social mulai dikenal di Indonesia sebagaihasi kesepakatan komjunitas akademik. Edgar Wesley (1937) mengatakan bahwa Pendidikan IPS adalah ilmu Sosial yang disederhanakan untuktujuan pedagogic   IPS memiliki ke khasan sebagai pendidikan disiplin ilmu yaitukajiannya bersifat terpadu (inbtergrated) interdisipliner dan multi disipiliner. Pendidikan IPS yangbaru dikenal dan dikembangkan dalam kurikulum Indonesia pada awal tahun 1970 an kini semakin berkembang  sejalan dengan perkembangan pemikiran Negara maju.

Tujuan pendidikan IPS menurut Gross dalamAl.Mushtar(2001) adalah mempersiapkan peserta didik menjadi warganegara yang baik  dalam masyarakat yang mdemokratis.

Ada tiga tradisi dalam social studies, menurut Robert Bart, James Barth dan Samuel J. Shermis, yaitu:

1.    IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social Studies taught as Citizenship Transmission)

2.   IPS sebagai ilmu-ilmu sosial (Social Studies taught as Social Science)

3.   IPS sebagai penelitian mendalam (Social Studies taught as Reflective Inquiry)


Terdapat empat kategori strategi pembelajaran IPS sebagai berikut:

Strategi pembelajaran yang menunjang kreativitas guru, di antaranya adalah:

a.   Strategi Sinektik (Synectics).  Strategi ini berasal dari W.J.J Gordon yang merupakan strategi (teknik) berpikir kreatif menggunakan analogi dan metafora (kiasan) untuk membantu pemikir menganalisis masalah dan mengembangkannya dari berbagai sudut. Terdapat tiga jenis analogi yang digunakan dalam sinektik yaitu: (1) analogi fantasi, (2) analogi langsung, (3). analogi pribadi. Yang paling banyak digunakan dalam pembelajaran adalah analogi fantasi. Dalam analogi fantasi, siswa mencari pemecahan masalah ideal untuk mencari solusi bahkan yang aneh-aneh, tidak lazim tapi menarik.

b.   Strategi Sosiodrama. Sosiodrama pada hakekatnya merupakan usaha pembelajaran untuk memainkan kembali suatu insiden historis ataupun peristiwa-peristiwa sejarah.  Sosiodrama juga dapat menggambarkan secara artistik seluruh proses kehidupan manusia, merefleksikan hidup dalam pertentangan tokoh, gerakan sosial, atau moral yang timbul. Dalam sosiodrama didasarkan pada karya kreatif untuk menampilkan kehidupan dari gambaran yang tak lengkap menjadi bentuk yang hidup dan bergairah dalam realitas yang obyektif. Dalam Sosiodrama tedapat komponen-komponen kegiatan: (1) menentukan tujuan pembelajaran, (2) menentukan topik, (3) menentukan/memilih peran, (4) pemeranan adegan, (5) diskusi/evaluasi pemeranan. Sosiodrama dapat dikatakan sebagai alat pendidikan dalam menghayati karakter tokoh/pameran yang dimainkan tentunya tidak lepas dari upaya karakterisasi nilai-nilai kejuangan yang diperankan siswa, yang pada gilirannya diharapkan adanya transfer of learning pada pribadi siswa.

c.   Strategi Studi Ekskursi Perjalanan. Studi Wisata adalah suatu prosedur pembelajaran yang memberikan pengamatan langsung tentang fenomena dan kumpulan data di tempat sebenarnya. Studi wisata merupakan strategi pembelajaran dengan datang dan mengamati langsung objek pembelajaran. Hal ini berbeda dengan studi pustaka atau studi ke perpustakaan. Tujuan dari studi wisata adalah mempelajari sesuatu objek baik objek sejarah, geografi secara konkret, menggunakan pengalaman sensori dan melatih murid dalam menerapkan metodologi riset. Melalui studi wisata ini, siswa tidak hanya belajar hafalan semata melainkan melakukan riset bersama langsung ke tempat yang dituju.

d.   Strategi Inkuiri Sosial. Strategi inkuiri sosial pada hakekatnya sebagai suatu strategi pengembangan kemampuan siswa untuk melakukan penyelidikan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial terutama sebagai latihan hidup langsung di masyarakat. Pendekatan strategi ini bertolak dari suatu keyakinan bahwa dalam rangka pengembangan kemampuan siswa secara independen, penyelidikan masalah-masalah sosial sangat diperlukan sebagai partisipasi aktif warganegara / warga masyarakat. Siswa dan sekolah sebagai bagian dari masyarakat juga harus berkontribusi dalam pemikiran dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan nyata di masayarakat. Sekolah tidak hanya berkewajiban untuk memelihara nilai-nilai di masyarakat, tetapi juga harus memberikan keaktifan kepada siswa yang secara kritis dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang muncul.

 

4.   IPS dalam Kurikulum 2013    

Perkembangan IPS dalam Kurikulum 2013, untuk jenjang SMP IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji tentang isu-isu sosial dengan unsur kajiannya dalam konteks peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi. Tema yang dikaji dalam IPS adalah fenomena-fenomena yang terjadi di masa lalu, masa sekarang, dan kecenderungan di masa mendatang.

Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diharapkan dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Materi disajikan terpadu, tidak dipisah dalam kelompok Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.

 

Terdapat empat hal penting dalam perkembangan IPS pada kurikulum 2013 yakni:

1.    Bahwa IPS untuk SMP/MTs objek kajianya merupakan isu-isu sosial, dengan unsur kajianya dalam konteks peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi. Hal ini dapat dipahami karena isu-isu sosial dalam konteks peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi pada hakikatnya menggambarkan dunia nyata (peristiwa) dan struktur keilmuan (fakta, konsep dan generalisasi).

2.   Tema yang dikaji dalam IPS adalah fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat baik masa lalu, masa sekarang maupun kecenderungan masa yang akan datang. Hal ini maksudnya adalah bahwa dalam kajian pembelajaran IPS tidak lepas dari proses masa lalu yang berkesinambungan maupun perubahan dengan masa sekarang serta dapat diprediksi kecenderungan untuk masa depan.

3.   Materi IPS terdiri atas geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi.

4.   Tujuan pembelajaran IPS adalah agar peserta didik menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Daftar Pustaka  

Al Muchtar, Suwarma. (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Daarmadi Hamid (2007) Pendidikan Ilmu Sosial. Konsep Dasar dan Iplementasi Sosial. Bandung Alfabeta

Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sapriya (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Supardan, Dadang (2014). Pendidikan IPS: Perspektif filosofi, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Prodi IPS Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. hlm. 188–190.

Supardan, Dadang (2014). Pendidikan IPS: Perspektif filosofi, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. hlm. 20.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI (2009). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Imtima.

Wesley, Edgar Bruce. (1950), Teaching Social Studies in high School. Lexington, D.C.: Heath and Company.

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar