Senin, 31 Mei 2021

 Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai yang terkandung di dalamnya

Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-61). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517). Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa dan falsafah serta pandangan hidup bangsa, yang di dalamnya terkandung nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka setidaknya memiliki dua dimensi nilai- nilai, yaitu nilai-nilai ideal dan aktual. Namun nilai-nilai itu kondisinya dipengaruhi oleh nilainilai yang dibawa globalisasi, sehingga berdampak terjadinya pergeseran peradaban, yang juga membawa perubahan pemaknaan dan positioning Pancasila

Abdulgani (1979) menyatakan bahwa Pancasila adalah leitmotive dan leitstar, dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan leitstar Pancasila ini, kekuasaan negara akan menyeleweng. Oleh karena itu, segala bentuk penyelewengan itu harus dicegah dengan cara mendahulukan Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (Abdulgani, 1979:14). Agar Pancasila menjadi dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan bagi generasi penerus pemegang estafet kepemimpinan nasional, maka nilai-nilai Pancasila harus dibumikan kepada para generasi bangsa melalui aktualisasi nilai Pancasila.

Pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara bagi generasi bangsa adalah untuk memperlihatkan peran ideologi sebagai penuntun moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga ancaman berupa penyalahgunaan narkoba, radikalisme, terorisme, kejahatan seksual, kolusi dan korupsi dapat dicegah.

Hasil Survei yang dilakukan KOMPAS yang dirilis pada 1 Juni 2008 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang Pancasila merosot secara tajam, yaitu 48,4% responden berusia 17 sampai 29 tahun tidak mampu menyebutkan silai-sila Pancasila secara benar dan lengkap. 42,7% salah menyebut sila-sila Pancasila, lebih parah lagi, 60% responden berusia 46 tahun ke atas salah menyebutkan sila-sila Pancasila. Fenomena tersebut sangat memprihatinkan karena menunjukkan bahwa pengetahuan tentang Pancasila yang ada dalam masyarakat tidak sebanding dengan semangat penerimaan masyarakat terhadap Pancasila (Ali, 2009: 2).

Sering kali kita menyaksikan di berbagai media massa yang memberitakan elemen masyarakat tertentu memaksakan kehendaknya dengan cara kekerasan kepada elemen masyarakat lainnya. Berdasarkan laporan hasil survei Badan Pusat Statistik di 181 Kabupaten/Kota, 34 Provinsi dengan melibatkan 12.056 responden sebanyak 89,4 % menyatakan penyebab permasalahan dan konflik sosial yang terjadi tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila (Dailami, 2014:3).

Berdasarkan data yang dirilis Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) tahun 2013, POLRI mengklaim telah menangani 32.470 kasus narkoba, baik narkoba yang berjenis narkotika, narkoba berjenis psikotropika maupun narkoba jenis bahan berbahaya lainnya. Angka ini meningkat sebanyak 5.909 kasus dari tahun sebelumnya. Pasalnya, pada tahun 2012 lalu, kasus narkoba yang ditangani oleh POLRI hanya sebanyak 26.561 kasus narkoba (http://nasional. sindonews.com) . Hal tersebut jelas mengancam generasi bangsa, dekadensi moral yang terus melanda bangsa Indonesia yang ditandai dengan mulai mengendurnya ketaatan masyarakat terhadap norma-norma sosial yang hidup dimasyarakat Iskarim, M. (2017). Hal itu, menunjukkan pentingnya membumikan nilai-nilai pancasila melalui tiga ranah lingkungan pendidikan keluarga (informal), sekolah (formal) dan masyarakat (non formal) Alawiyah, F. (2012. Begitupun dalam kehidupan politik, para elit politik (eksekutif dan legislatif) mulai meninggalkan dan mengabaikan budaya politik yang santun, kurang menghormati fatsoen politik dan kering dari jiwa kenegarawanan Widodo, W. (2014).. Menurut Alfred North Whitehead (1864-1947), tokoh filsafat proses, berpandangan bahwa semua realitas dalam alam mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus menjadi, walaupun unsur permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan tidak boleh diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila sebagai suatu realitas. Yang jadi permasalahannya, bagaimana nilai-nilai Pancasila itu diaktualisasikan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara ?

1.    Nilai-Nilai dalam ideologi Pancasila

Aktualisasi nilai Pancasila perlu disosialisasikan, diinternalisasikan dan diperkuat implementasinya, dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memperkuat karakter generasi bangsa dalam berperan serta membangun pemahaman masyarakat akan kesadaran nasional Aktualisasi nilai dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara mengarahkan Sedikitnya adanya 3 nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Tiga nilai itu adalah:

1.    Nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat sangat abstrak dan permanen, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat sangat abstrak, bersifat sangat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma. Dari aspek kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para the founding fathers. Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.

2.    Nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya  untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari aspek kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah DPR, MPR, dan Presiden.

3.    Nilai Praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat mengaktualisasikan nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan. Dari aspek kandungan nilainya, nilai praksis merupakan arena pergulatan antara idealisme dan realitas. Jika ditinjau dari segi pelaksanaan nilai yang dianut, maka sesungguhnya pada nilai praksislah ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu. singkatnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga pada kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling penting adalah bukti pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan yang amat ideal dengan ulasan yang amat logis serta konsisten pada tahap nilai dasar dan nilai instrumentalnya. Akan tetapi, jika pada nilai praksisnya rumusan tersebut tidak dapat diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya. Ancaman terbesar bagi suatu ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksisnya. Sudah barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu dapat ditegakkan, maka terhadap ideologi itu tidak akan ada masalah.

 

Jika terdapat inkonsisitensi dalam tiga tataran nilai tersebut maka akan menjadi suatu masalah baru. Dalam memelihara konsistensi untuk mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu Pancasila yang bersifat formal, abstrak, umum universal yang ditransformasikan menjadi rumusan Pancasila yang kolektif nan umum, dan bahkan menjadi Pancasila yang khusus individual Artinya, Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individual, sehingga menjiwai semua tingkah laku dalam lingkungan praksis nya dalam aspek kenegaraan,politik dan pribadi.

Aktualisasi nilai pancasila harus mulai disosialisasikan dari berbagai lingkungan pendidikan. Baik itu di keluarga sebagai pendidikan informal, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, maupun dalam masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. Di semua lingkungan pendidikan tersebut harus dibumikan dengan nilai- nilai Pancasila, seperti berikut ini;

1.    Dalam lingkungan lembaga pendidikan Informal seperti Keluarga. Tahap pendidikan yang pertama dan utama bagi anak ada di keluarga, Artinya bagaimana karakter anak berkembang kedepan bergantung dari pola asuh yang diterapkan di rumah. Apakah pola asuh permisif yang memberi kebebasan pada anak, pola asuh otoriter yang mewajibkan anak untuk selalu patuh, atau pola asuh autoritatif yang artinya antara orangtua dan anak saling mengerti tanggungjawab, hak dan kewajiban masing-masing. Selanjutnya untuk menanamkan moral yang baik pada anak, orang tua juga harus memiliki karakter yang tentu saja lebih baik terlebih dahulu, dengan begitu orangtua seakan menjadi teladan atau row model bagi anak dalam bertindak sehingga anak senantiasa berhati-hati dalam bertingkah laku.

2.    Dalam lingkungan lembaga pendidikan Formal / Sekolah. Dalam membentuk karakter peserta didik peran tenaga pendidik sangat penting, Para tenaga pendidik yang merupakan orangtua kedua peserta didik di sekolah, perlu senantiasa mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya. Mulai dari kebiasaan untuk berdoa setiap kegiatan belajar mengajar, saling toleransi antar teman, menumbuhkan sikap peduli sesama, dan tidak membeda-bedakan antara peserta didik satu dengan peserta didik yang lain.

 Dalam lingkungan lembaga pendidikan Informal/ Masyarakat. Mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila di masyarakat tentu dimulai dari sekitar lingkungan rumah. Keberagaman etnis yang ada di masyarakat hendaknya menjadi suatu warna tersendiri bagi mereka, sebagaimana semboyan yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu “ Bhinneka Tunggal Ika, walaupun negara Indonesia terdiri dari beragam suku, namun kerukunan antar seluruh umat di Indonesia tetap perlu dijunjung tinggi. Dengan cara kembali melakukan aktualisasi nilai - nilai pancasila di berbagai aspek moral bangsa Indonesia sehingga dapat kembali menuju jati dirinya, nilai pancasila tersebut akan terimplementasi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik bangsa.

Hal demikian sangat penting untuk diingat karena dapat menjadi parameter atau tolak ukur sampai seberapa jauh tingkat perubahan tingkah laku seseorang, dan untuk mengetahui tingkat ketercapaian dalam menempuh proses pendidikan. Sehingga pada akhirnya dapat benar-benar menghasilkan output yang cerdas, unggul, berdaya saing, bermoral dan berkarakter.

Perlu diketahui kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata - mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja, tetapi lebih oleh pengetahuan mengelola diri dan orang lain, hal ini membuktikan bahwa kesuksesan seseoarang lebih ditentukan oleh kemampuan manage self daripada kemampuan knowledge. Dengan demikian, sebagai karakter bangsa Indonesia aktualisasi nilai - nilai pancasila merupakan sebuah konsekuensi logis guna semakin terciptanya sumber daya manusia yang cerdas holistik sebagaimana tertera dalam tujuan pendidikan nasional dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar