Rabu, 01 Agustus 2018

Perjuangan Kearah Indonesia Merdeka

Perjuangan Kearah Indonesia Merdeka
1.     Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI.
Kemenangan sekutu dalam Perang Dunia membawa hikmah bangsa Indonesia. Menurut pengumuman Nanpoo Gun (Pemerintahan Tentara Jepang untuk seluruh daerah selatan), tanggal 7 Agustus 1945 (Kan Poo No. 72/2605k.11), pada pertengahan bulan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritu Zyumbi Inkai. Untuk keperluasn membentuk panitia itu pada tanggal 8 Agustus Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta dan Dr. Radjiman diberang-katkan ke Siagon atas panggilan Jendral Besar Terauci, Saiko Sikikan untuk daerah selatan (Naapoo Gun), jadi penguasa tersebut meliputi kekuasaan wilayah Indonesia. Menurut Soekarno, Jendral Terauci pada tanggal 9 Agustus memberikan kepadanya 3 cap yaitu :
1.  Soekarno diangkat sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan, Moh.Hatta sebagai Wakil ketua, Radjiman sebagai anggoata.
2.      Panitia persiapan-persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus itu.
3.      Cepat atau Tidaknya pekerjaan Panitia diserahkan sepenuhnya kepada Panitia.
Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritu Zyumb Inkai itu sendiri atas 21 orang, termasuk ketua dan wakil ketua. Adapun susunan keanggotaan PPKI tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Ir. Soekarno (Ketua)
2.      Drs. Moh.Hatta  (Wakil ketua)
Adapun anggota-anggotanya sebagai berikut :
3.      Dr. Radjiman Widiodiningrat
4.      Ki Bagus Hadikusumo
5.      Oto Iskandardinata
6.      Pangeran Purbojo
7.      Pangeran  Soejohamodjojo
8.      Soetardjo Kartohadidjojo
9.      Prof. Dr. Mr. Soepome
10. Abduil Kadir
11. Drs. Yap Tjwan Bing
12. Dr. Mohammad Amir…………….(didatangkan dari Sumatra)
13. Mr.Abdul Abbas ………………….(didatangkan dari Sumatra)
14. Dr. Ratulangi………………………(didatangkan dari Sulawesi)
15. Andi pengeran   ..........................(didatangkan dari Sulawesi)
16. Mr.Lamharhary
17. Mr.Pudja .....................................(didatangkan dari Bali)
18. A.H. Hamidan    ..........................(didatangkan dari Kalimantan)
19. R.P Soeroso
20. Abdul Wachid Hasyim
21. Mr. Mohammad Hassan .............(didatangkan dari Sumatra)

Berbeda dengan Badan Penyelidik (Dokuritu Zyumbi Inkai), dalam susunan kepanitiaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Penyelidik (Dokuritu Zyumbi Inkai),tidak duduk seorangpun bangsa Jepang, demikian pula dalam kantor tata usahanya. Sekembalinya dari Saigon pada tanggal 14 Agustus 1946 di Kemayoran Ir. Soekarno mengumumkan dimika orang banyak bahwa bangsa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat mungkin), dan kemerdekaan bangsa Indonesia bukan merupakan hadiah Dari bangsa Jepang melainkan perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itulah maka ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Bangsa Indonesia kemudian menam-bahkan sejumlah anggota atas tanggung jawabnya sendiri. Agar dengan demikian sifat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu berubah menjadi badan pendahuluan bagi Komite Nasional. Dalam bathinnya sebagai omite Nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan itu menyelenggarakan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia dan kemudian memilih presiden dan wakil presiden. Dalam hal ini untuk tidak dilupakan bahwa anggota-anggotanya datang dari seluruh kepulauan Indonesia sebagai wakil-wakil daerah masing-masing, kemudian ditambah dengan enam orang lagi sebgai wakil golongan yang terpenting dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang pada hakikatnya juga sebagai Komite Nasional memiliki sifat representatif, sifat perwakilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut nyata bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang semula adalah merupakan badan bentukan Pemerintahan Tentara Jepang, kemudian sejak Jepang jatuh dan kemudian ditambahnya enam anggota baru atas tanggungan sendiri maka berubahlah sifatnya dari badan Jepang menjadi badan nasional sebagai badan pendahuluan bagi Komite Nasional. Adapun enam anggota baru tambahan tersebut adalah : (1) Wiranatakusuma (2) KiHadjar Dewantara, (3) Kasman Singodimejo, (4) Sajuti Malik, (5) Mr.Iwa Kusuma Sumantri, (6) Mr.Achmad Soebardjo.

2.     Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Setelah Jepang menyarahkepada sekutu, maka kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh pejuang bangsa Indonesia. Namun terdapat perbedaan pendapat dalam pelaksanaan serta waktu Proklamasi. Perbedaan itu terjadi pada golongan pemuda antara lain : Sukarni , Adam Malik, Kusnaini, Syahrir, Soedarsono, Soepomo dkk. Dalam masalah golongan ini gilongan pemuda lebig bersikap agresifyaitu untuk lebih menghendaki kemerdekaan secepatnya mungkin. Perbedaan itu memuncak dengan diamankannya Ir.Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengagdengklok, agar tidak mendapat pengaruh dari Jepang. Setelah diadakan pertemuan di Pejambon Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945 dan diperoleh kepastian bahwa Jepang telah menyerah, maka Dwitunggal Soekarno-Hatta setuju untuk dilaksanakannya Proklamasi kemerdekaan, akan tetapi dilaksanakan di Jakarta.
Untuk mempersiapkan Prokalmasi tersebut maka pada tengah malam, Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No.1 Jakarta) disitu telah berkumpul: B.M. Diah, Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh dkk, untuk menegaskan bahwa pemerintah Jepang tidak campur tangan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan larut malam dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M, Diah, Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwa Kusuma sumantri dan beberapa anggota PPKI bertugas merumuskan redaksi naskah proklamasi. Pada pertemuan tersebut akhirnya konsep Soekarno-lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti melik.
Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at legi, jam 10 pagi waktu Indonesia Barat (jam 11.30 waktu Jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan dengan khidmad dan diawali dengan pidato sebagai berikut :


NASKAH PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta , 17 Agustus  1945

Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno – Hatta
3.     Sidang PPKI
Sidang pertama "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak-pihak kaum keagamaan yang  non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang  menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna meyakinkan pihak atau  tokoh-tokoh kaum Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter". Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan yaitu keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang pertama. Sebelum sidang resmi, dimulai kira-kira 20 menit dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah Panitia Pembukaan UUD 1945 yang pada saat itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta, terutama yang menyangkut perubahan sila pertama Pancasila. Dalam pertemuan tersebut para pendiri negara kita bermusyawarah dengan moral yang luhur sehingga mencapai suatu kesepakatan, dan akhirnya disempurnakan sebagaimana naskah yang kita lihat dalam Pembukaan UUD 1945 sekarang ini.
a.      Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut :
·        Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi :
·        Setelah melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta yang kemudian berfungsi sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
·        Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
·        Memilih presiden dan wakil presiden yang pertama.
·        Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat.

Tentang pembentukan Komite Nasioanl Indonesia Pusat, dalam masa transisi dari pemerintahan jajahan kepada pemerintah nasional, hal itulah ditentukan dalam pasal IV Aturan Peralihan. Adapun keanggotaan Komite Nasioanl adalah PPKI sebagai panitia intinya ditambah dengan pemimpin-pemimpin rakyat dari semua golongan, aliran dan lapisan masyarakat, seperti : Pamong Praja, Alim Ulama, Kaum pergerakan, pemuda, pengusaha/pedagang, cendikiawan, wartawan dan golongan lainnya. Komite Nasional tersebut dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 dan diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo. Adapun perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :

Piagam Jakarta
(1)    Kata Mukadimah
(2)    Dalam suatu Hukum Dasar
(3)    Dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan bagi pemeluk-pemeluknya.
(4) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Diganti

Pembukaan UUD 1945
Pembukaan
Dalam suatu UUD Negara….
Dengan berdasarkan kepada

Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusia yang adil dan beradab.
Adapun perubahan yang menyangkut pasal-pasal UUD sebagai berikut :
Rancangan Hukum Dasar    UUD 1945
(1)    Istilah “Hukum Dasar”

(2)    Dalam rancangan dua orang wakil presiden
(3)    Presiden harus orang Indonesia Asli yang beragama islam
(4) Dalam rancangan disebutkan ‘….. selama pegang pimpinan perang, dipegang oleh Pemerintah Indonesia.
Diganti

Diganti


Diganti
Undang-Undang Dasar
atas usul Soepomo
Seorang wakil presidenDalam suatu UUD Negara….
Presiden harus orang Indonesia Asli
Dihapuskan.

Demikian berbagai perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 beserta pasal-pasalnya.
b.     Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
Pada sidang kedua PPKI berhasil menentukan ketetapan berikut:
·        Tentang daerah propinsi, dengan pembagian sebagai berikut :
1.      Jawa Barat.
2.      Jawa Tengah
3.      Jawa Timur
4.      Sumatra
5.      Borneo
6.      Sulawesi
7.      Maluku
8.      Sunda
·        Untuk sementara waktu kedudukan Kooti dan sebagainya diteruskankan seperti sekarang.
·        Untuk sementara waktu kedudukan kota dan Gemeente diteruskan seperti sekarang.
Hasil yang ketiga dalam sidang tersebut adalah dibentuknya Kemerdekaan, atau Departemen yang meliputi 12 Departemen, sebagai berikut :
1.      Departemen Dalam Negeri
2.      Departemen Luar Negeri
3.      Departemen Kehakiman
4.      Departemen Keuangan
5.      Departemen Kemakmuran
6.      Departemen Kesehatan
7.      Departemen Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan
8.      Departemen Sosial
9.      Departemen Pertahanan
10.   Departemen Penerangan
11.   Departemen Perhubungan
12.   Departemen Pekerjaan Umum (Sekertariat Negara, 1995: 461).

c.      Sidang Ketiga (20 Agustus 1945)
Pada sidang ketiga PPKI dilakukan pembahasan terhadap angenda tentang ‘Badan Penolong Keluarga Korban Perang’. Adapun keputusan yang dihasilkan adalah terdiri dari atas delapan pasal. Salah satu dari pasal tersebut ‘Badan Kemanan Rakyat ‘ (BKR).
·        Sidang Kempat (22 Agustus 1945)
Pada sidang keempat PPKI dilakukan pembahasan tentang Komite Nasional Partai Nasional Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.

4.     Kondisi Setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Pasca proklamasi kemerdekaan RI, para tokoh – tokoh Indonesia berusaha membenahi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu negara yang baru merdeka pasti memerlukan suatu dasar negara dan pepempin yang mampu melaknakan dan memimpin pemerintahan. selain itu juga perlunya membentuk bdan – badan atau lembaga yang berpungsi membantu pemimpin negara untuk menjalankan tugasnya. Hal ini dapat kita lihat dalam rapat PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 yang hasilnya adalah mengesahkan Undang-Undang Negara, mengangkat Presiden dan wakil presiden. Adapun hasil hasil rapat PPKI selanjutnya adalah membentuk alat – alat perlengkapan negaraseperti membentuk komite nasional, kabinet pertama RI, d.l.l. pokoknya membahas mengenai hal – hal yang berkaitan dengan politik Indonesia. Namun keadaan politik Indonesia pada masa tersebut belum stbil atau baik hal ini dapat dilihat dari seringnya perubahan kabinet dan masih terdapat penyimpangan – penyimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan. Secara ilmiah Proklamasi Kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut :
1.      Dari sudut ilmu hukum (secara yuridis) Proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial.
2.      Secara polotis ideologi Proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbebas dari dari penjajahan bagsa asing dan memiliki kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri dalam suatu negara Proklamasi Republik Indonesia.

Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah R.I. mengeluarkan 3 buah maklumat :
1.      Maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengehntikan kekuasaan luar biasa dari presiden sebelum masa waktunya (seharusnya berlaku selama 6 bulan). Kemudian Maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
2.      Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia Barat menilai bahwa Negara Proklamasi sebagai negara Demokratis.
3.      Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ini mengubah sistem Kabinet Presidentil menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.

Keadaan yang demikian ini telah membawa ketidak stabilan di bidang politik. Berlakunya sistem demokrasi liberal adalah jelas-jelas merupakan penyimpangan secara konstitusional terhadap UUD  1945, serta secara ideologis terhadap pPancasila. Akibat penerapan sistem kabinet parlementer tersebut maka pemerintah Negara Indonesia mengalami jatuh bangunya kabinet sehingga konsekuensi yang sangat serius terhadap kedaulatan negara Indonesia saat itu.

4.     Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari Konsekuensi Meja Bundar (KBM) maka ditandatangani suatu persetujuan (Mantelresolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil Pemerintah R.I di kota Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainya dengan Konstitusi RIS, antara lain:
a.      Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 negara bagian (pasal. 1 dan 2)
b.      Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas demokrasi leberal dimana Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan pemerintah kepada parlemen (pasal 118 ayat 2).
c.      Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaanUUD 1945, Proklamasi sebagai naskah proklamasi  yang terinci.

5.     Terbentuknya NKRI Tahun 1950

berdirinya negara RIS dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa Pemerintahan Negara ………’ yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia ……’ yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu dengan menggabungkan diri dengan negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja. Pada suatu ketika negara bagian  dalam RIS tinggallah 3 buah negara bagian saja yaitu:
  1. Negara bagian RI Proklamasi
  2. Negara Indonesia Timur (NIT)
  3. Negara Sumatera Timur (NST)
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan dengan Konstitusi sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950. Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada pemerintah yang berasas demokrasi liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
  1. Sistem multi partai dan kabinet parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 sampai 8 bulan. Hal ini berakibat tidak mampunya pemerintah untuk menyusun program serta tidak mampu menyalurkan dinamika masyarakat kearah pembangunan, bahkan menimbulkan pertendangan, gangguan keamanan serta penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat.
  2. Secara ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati perumusan otentik pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of Indevendence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga UUDS 1950, adalah merupakan suatu strategi kearah negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.

6.     Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada bidang politik, ekonomi, sosial maupun hankam. Keadaan seperti itu disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1.      Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap prekonomian Indonesia.
2.      Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintah tidak mampu menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan terutama pembangunan bidang ekonomi.
3.      Sistem liberal yang berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet jatuh bangun, sehingga pemerintah tidak stabil.
4.      Pemilu 1955 ternyata tidak mampu mencerminkan dalam DPR suatu perimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat. Misalnya masih banyak kekuatan-kekuatan sosial politik dari daerah-daerah dan golongan yang belum terwakili dalam DPR.
5.      Faktor yang paling menentukan adanya Dekrit Presiden adalah karena konstituante yang bertugas membentuk UUD yang tetap bagi negara RI, ternyata gagal, walaupun telah bersidang selama dua setengah tahun. Bahkan separuh anggota sidang menyatakan tidak akan hadir dalam pertemuan-pertemuan konstituante. Hal ini disebabkan Konstituante yang seharusnya bertugas untuk membuat UUD negara RI ternyata membahas kembali dasar negara. Atas dasar hal-hal tersebut maka Presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab menyatakan bahwa hal-hal yang demikian ini mengakibatkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan kesatuan serta keselamatan negara, nusa dan bangsa. Atas dasar inilah maka Presiden akhirnya mengeluarkan Dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli 959, yang isinya:
  1. Membubarkan Konstituante
  2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya kembali UUDS tahun 1950.
  3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di Negara Republik Indonesia hingga saat ini (Mardjo, 1978: 192). Dekrit adalah suatu putusan dari organ tertinggi (kepala negara atau organ lain) yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bilamana negara dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya. Landasan hukum dekrit adalah ‘Hukum Darurat’ yang dibedakan atas dua macam yaitu:
1.      Hukum Tata Negara Darurat Subjektif
Suatu hukum dalam tatanegara dalam arti subjektif yaitu suatu keadaan hukum ysng memberi wewenang kepada organ tertinggi untuk bila perlu mengambil tindakan-tindakan hukum bahkan kalau perlu melanggar undang-undang hak-hak azasi rakyat, bahkan kalau perlu UUD. Contohnya adalah Dekrit Presiden dengan membubarkan Konstituante serta menghentikan UUDS 1950 dan diganti dengan memberlakukan UUD 1945.


2.      Hukum Tatanegara Darurat Objektif
Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang  memberikan wewenang kepada organ tertinggi negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum, namun tetap berlandaskan pada konstitusi yang berlaku, contohnya adalah Surat Perintah  11 Maret 1966. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 keadaan tatanegara Indonesia sudah mulai berangsur-angsur stabil. Nampakya keadaan yang demikian dimamfaatkan oleh kalangan komunis, bahkan dalam pemerintahan juga tidak luput dari bahaya tersebut, yaitu dengan menambahkan ideologi bahwa ideologi belum selesai dan bahwa ditekankan tidak akan selesai sebelum tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Maka revolusi permanen merupakan suatu nilai ideologis tertinggi negara. Maka dengan keadaan yang demikian ini berlakulah hukum-hukum revolusi. Akibatnya terjadilah pemusatan kekuasaan ditangan Presiden sehingga Presiden memiliki kekuasaan dibidang hukum misalnya:
a.      Presiden dengan penetapan Presiden membekukan DPR hasil pemilu 1955 yang kemudian disusul dengan pembentukan DPR GR, yang anggota-anggotanya ditunjuk oleh Presiden sendiri (lihat Penpres no. 3,4 tahun 1959).
b.      Dengan sebuah Penpres dibentuklah MPRS sesuai dengan perintah Dekrit bahkan pembentukan MPRS harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya yaitu berdasarkan Penpres no 2/ 1959.
c.      Pembentukan DPA oleh Presiden berdasarkan Penpres no 3/1959.
d.      Reorganisasi kabinet/integrasi badan-badan kenegaraan tertinggi secara piramida didalam tubuh kabinet, yaitu dengan dibentuknya Menkor (Menteri Koordinator) dan Presiden dapat mengendalikan langsung secara sentral dengan melewati para Menko, hal itu dilakukan dalam reorganisasi ‘100 menteri’.

Ideologi Pancasila pada saat itu dirancang oleh PKI, yaitu digantinya dengan ideologi Manipol Usdek serta konsep Nasakom. PKI pada saat itu berusaha mencengkeram kekuatannya dengan membangun komunikasi internasional terutama dengan RRC. Misalnya dengan dibukanya poros Jakarta-Peking. Peristiwa demi peristiwa yang dicoba oleh komunis untuk menggantikan ideologi Pancasila. Peristiwa-peristiwa itu antara lain dibangkitkan bangsa Indonesia untuk berkonfrontasi dengan Malaysia peristiwa Kanigoro, Boyolali, Indramayu, Bandar Betsy dan sebagainya. Puncak peristiwa tersebut yaitu meletusnya pemberontakan Gestapu PKI atau dikenal dengan G 30 S PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut kekuasaan yang syah negara RI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, disertai dengan pembunuhan yang keji dari pada Jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI tersebut berupaya untuk mengganti secara paksa ideologi dan dasar filsafat negara Pancasila dengan ideologi komunis Marxis.
Berkat lindungan Allah Yang Maha Kuasa maka bangsa Indonesia tidak goyah walaupun akan diganti dengan ideologi komunis secara paksa. Hal ini dikarenakan karena Pancasila telah merupakan pandangan hidup bangsa serta sebagai jiwa bangsa. Atas dasar peristiwa tersebut maka 1 Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai ‘Hari Kesaktian Pancasila’.

7.     Masa Orde Baru
Suatu tatanan masyarakat serta pemerintah sampai saat meletusnya pemberontakan G30 S PKI dalam sejarah Indonesia disebut sebagai masa ‘Orde lama’. Maka tatanan masyarakat dan pemerintahan setelah meletusnya G 30 S PKI sampai saat ini disebut sebagai ‘Orde Baru’, yaitu suatu tatanan masyarakat dan pemerintahan yang menuntut dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Munculnya ‘Orde Baru’ diawali dengan munculnya aksi-aksi dari seluruh masyarakat antara lain Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) dan lain sebagainya. Gelombang aksi rakyat tersebut muncul dimana-mana dengan suatu tuntutan yang terkenal dengan Tritura atau (Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat), sebagai perwujutan dari tuntutan rasa keadilan dan kebenaran, adapun isi dari Tritura tersebut sebagai berikut:
1.      Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
2.      Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
3.      Penurunan harga

Karena orde lama akhirnya tidak mampu lagi menguasai pimpinan negara, maka Presiden/Panglima tertinggi memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto, yaitu dalam bentuk suatu ‘Surat Perintah 11 Maret 1966’ (Super Semar). Tugas pemegang Super Semar cukup berat, yaitu untuk memulihkan keamanan dengan jalan menindak pengacau keamanan yang dilakukan oleh PKI beserta ormas-ormasnya serta mengamankan15 menteri yang memiliki indikasi terlibat G 30 S PKI dan lain-lainnya. (Mardoyo, 1978:200).
Sidang MPRS IV/1966, menerima dan memperkuat Super Semar dengan dituangkan dalam Tap no. IX/MPRS/1966. Hal ini berarti semenjak itu Super Semar tidak lagi bersumberkan Hukum Tatanegara Darurat akan tetap bersumber pada kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD 1945). Pemerintah Orde Baru kemudian melaksanakan pemilu pada tahun 1973 dan terbentuknya MPR tahun 1973. Adapun misi yang harus diemban berdasarkan Tap. No. X/MPR/1973 meliputi:
1.      Melanjutkan pembangunan lima tahun dan menyusun serta melaksanakan Rencana Lima Tahun II dalam rangka GBHN.
2.      Membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan demokrasi Pancasila
3.      Melaksanakan Politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan orientasi pada kepentingan nasional.

Demikian Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan program-programnya dalam upaya untuk merealisasikan pem-bangunan Nasional sebagai perwujutan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

1 komentar:

  1. Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
    mampir di website ternama I O N Q Q
    paling diminati di Indonesia,
    di sini kami menyediakan 5 permainan dalam 1 aplikasi
    ~bandar poker
    ~bandar-q
    ~domino99
    ~poker
    ~bandar66
    segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
    Whatshapp : +85515373217

    BalasHapus