PROSES PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Proses
Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara
Dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan
dibentuklah BPUPKI pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada
tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, membahas tentang rumusan dasar negara. Tampil
tiga tokoh tersebut sebagai berikut:
Pertama : Tanggal 29 Mei 1945 Moh. Yamin
mengemukakan 5 dasar negara Indonesia Indonesia merdeka sebagai berikut (dalam pidato).
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ke-Tuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan rakyat
Pada
akhir pidatonya beliau menyerahkan rancangan (secara tertulis)
1.
Ke-Tuhanan Yang maha Esa
2.
Kebangsaan Persatuan Indonesia
3.
Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
5.
permusyawaratan/ Perwakilan Keadilan
sosial bagi seluruh Indonesia
Kedua: Tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Supomo
mengemukakan usulan dasar negara Indonesia yaitu:
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Kesimbangan lahir dan batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan rakyat
Ketiga: Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno
menyampaikan pidatonya mengenai lima hal yang menjadi dasar negara merdeka,
yaitu:
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme atau kemanusiaan
3.
Mufakat atau demokrasi
4.
Kesejahteraan sosial
5.
Ke-Tuhanan yang berkebudayaan
- BPUPKI dan Sidang BPUPKI
- Proklamasi
Kemerdekaan dan Sidang PPKI
·
Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara dalam Pembukaan UUD
1945
Dalam uraian ini yang dimaksudkan
dengan Pancasila adalah Dasar Negara Republik Indonesia. Karena itu dalam
uraian ini pokok pembahasannya akan disebutkan dalam satu nafas : “Pancasila
Dasar Negara”. Pertanyaannya dalam rangka menegaskan identitas Pancasila ini
adalah : Yang manakah rumusan Pancasila Dasar Negara yang otentik itu?
Jawabannya adalah : Rumusan Pancasila
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disyahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Maka
segera dapat kita tanyakan pula : apakah dasar hukumnya kita mengatakan bahwa
Pancasila yang otentik itu terdapat dalam pembukaan UUD 1945? Jawabannya
adalah berdasarkan pada :
1. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996, tanggal 5 Juni 1996.
2. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973, tanggal 22 Maret 1973
3. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, tanggal 22 maret
1978.
Penegasan mengenai tempat dimana Pancasila Dasar
Negara itu dirumuskan serta juga rumusannya itu sendiri, dengan jelas tercantum
di dalam Ketetapan MPRS No. XX Tahun 1966 yang diperkuat oleh Ketetapan MPR No.
V Tahun 1966 dilengkapi dengan Ketetapan MPR
No. II tahun 1978 yang sangat terkenal dengan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila atau disebut juga Eka Prasetya Panca Karsa yang
lebih dikenal dengan sebutan: “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila”.
1. Bung Karno dan Rumusan Pancasila
Menurut kenyataannya perbincangan
mengenai Pancasila dalam aspek sejarahnya, khususnnya yang menyangkut “hari
lahirnya”, tidak dapat dilepaskan dari kontroversi mengenai tokoh Bung Karno. Karena itu
kenyataannya itu harus dihadapi dengan terbuka dan transfaransi.Khalayak
cenderung secara emosional mengaitkan “hari lahir” Pancasila itu dengan Pro dan
Kontra Bung Karno. Sikap seperti itu jelaslah tidak menguntungkan bagi kejernihan
persoalan. Kiranya sikap yang
tepat terhadap ”tokoh sejarah” adalah sikap yang seimbang, yang “balanced”. Terlepas daripada sikap umum
pribadi kita masing-masing terhadap seorang tokoh sejarah, apakah senang atau
tidak senang (dan hal ini adalah sesuatu hal yang wajar), namun kita seyogyanya
menilai segenap prilaku dan peranan tokoh itu secara diskriminatif. Mana-mana
yang kita nilai positif harus kita akui sedemikian, dan mana-mana yang kita
nilai negatif, harus pula kita akui sedemikian.
Khususnya
mengenai Bung Karno, kiranya kita dapat menerima baik sikap Presiden Soeharto
yang terungkap di dalam sambutan beliau pada upacara peresmian makam Bung
Karno di Blitar pada tanggal 21 Juni 1997 yang mengatakan : “Karena itu sudah
sepantasnya kita memberikan penghormatan dan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan selama -lamanya kepada Proklamator Kemerdekaan
itu.Memang, dengan ketetapan MPRS No. XXXIII Tahun 1967, MPR (S) sebagai
penjelmaan Rakyat yang memegang kedaulatan negara telah mencabut kekuasaan
Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno, karena beliau dinyatakan tidak dapat
memenuhi pertanggung jawaban konstitusional, sebagaimana layaknya seorang
Mandataris terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara) sebagai yang
memberikan mandat, yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Itu
adalah kenyataan sejarah dan kita tidak dapat meniadakan sejarah. Keputusan
yang demikian diambil oleh rakyat yang memegang kedaulatan rakyat, justru harus
rakyat yang menegakkan kehidupan Konstitusionil berdasarkan Undang-Undang Dasar
194, yang justru menjadi jaminan bagi kelangsungan dan kekokohan Negara
Republik Indonesia yang telah diproklamirkan pada tahun 1945. Dengan mengambil
keputusan yang demikian, kita justru ingin memastikan terjaminnya wujud
cita-cita Kemerdekaan.Namun adalah juga kenyataan sejarah, bahwa Bung Karno dan
Bung Hatta adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia . Ini adalah kenyataan
sejarah . Dan kita tidak dapat meniadakan sejarah. Jadi pada satu pihak kita
harus memberikan penghormatan dan penghargaan yang setinnggi - tingginya dan
selama – lamanya kepada Bung Karno (dan Bung Hatta ) sebagai Proklamator
Kemerdekaan kita dan juga atas jasa – jasa beliau berdua sebagai
pemimpin–pemimpin Pergerakan Nasional yang mengantarkan Bangsa Indonesia kepada
pintu gerbang Kemerdekaan dengan penuh pengorbanannya. Dilain pihak, Bung Karno
telah pernah menjalankan kebijaksanaan yang dinilai tidak positif oleh Rakyat,
sehingga kekuasaan Pemerintah Negara dicabut dari padanya, wajiblah kita
belajar dari sejarah dan mencegah terulangnya kembali kekeliruan itu. Maka
haruslah kita dalami, apa sesungguhnya yang dianggap negatif itu ? Jika kita
dalami persoalannya, ternyata garis kebijaksanaan yang digugat itu menyangkut
lembaran hitam sejarah bangsa ini yaitu peristiwa G-30-S/ PKI .
Dalam
Konsiderans Ketetapan MPRS No XXXIII / MPRS /1967 yang mengenai “Pencabutan
Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno” itu tercantum antara lain
adalah ; “Bahwa keseluruhan Pidato Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara pada tanggal 22 Juni 1966 yang berjudul “Nawaksara” dan Surat
Presiden Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tertanggal 10
Januari No. 01/ Pres / 1967 tentang Pelengkap Nawaksara, tidak memenuhi harapan
Rakyat pada umumnya, anggota – anggota Majelis Permusya-waratan Rakyat
Sementara pada khususnya, karena tidak memuat secara jelas pertanggungan jawab
tentang kebijaksanaan Presiden mengenai Pemberontakan Kontra Revolusi
G-30-S/PKI beserta epilognya, kemunduran ekonomi dan pemerosotan ahklak”...,
dst.
Dalam Pasal 3
Melarang Presiden Sukarno melakukan kegiatan Politik sampai dengan pemilihan
umum dan sejak berlakunya Ketetapan ini menarik kembali Mandat Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dari Presiden Soekarno serta segala kekuasaan
Pemerintah Negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945”. Itu
semuanya tidak enak untuk didengar oleh mereka yang mengikuti Bung Karno tanpa
reserve, namun perlu diketengahkan sebagai faktor yang menjulang tinggi didalam
persoalan pengamanan Pancasila dari ancaman Ideologi Marxisme – Leninisme
sebagaimana yang dimaksudkan oleh Ketetapan MPRS No. XXV / MPRS / 1996. Dengan
demikian peranan Presiden Soekarno pada Jaman Orde Lama itu beliau memberikan keleluasaan
bergerak kepada PKI, dengan menyingkirkan kekuatan–kekuatan Pancasilais yang
dapat mengimbangi kaum komunis itu dengan predikat “kontra revolusioner”.
“Marhaenis gadungan”, dan lain sebagainya,suatu kebijaksanaan yang akhirnya
bermuara pada peristiwa Lubang Buaya
G-30-S/PKI.
2. Proses Perumusan Dasar Negara
Sekarang
tiba saatnya kita menelusuri perumusan dasar
negara kita Pancasila. Untuk Menghindarkan kesimpang – siuran yang
justru ingin kita jernihkan, seyogyanya pada taraf ini nama Pancasila jangan
dipersoalkan dulu. Seperti
kita ketahui bersama, proses perumusan dasar negara itu, berlangsung pada
bagian akhir jaman pendudukan Jepang. Dalam rangka merangkul bangsa-bangsa Asia
yang negerinya mereka duduki, orang jepang telah memberikan “kemerdekaan”
kepada bangsa Birma dan Bangsa Fhilipina untuk menghadapi Inggris, sedangkan
Fhilipina untuk menghadapi Amerika serikat. Tetapi Indonesia agak lambat akan
diberi hadiah “Kemerdekaan” karena Indonesia ternyata tidak jadi merupakan
front menghadapi Australia.
Tetapi
dalam rangka tahap terakhir strategisnya tatkala kekalahan sudah ada diambang
pintu, Jepang akhirnya merasa perlu untuk memberikan “Kemerdekaan” kepada
Bangsa Indonesia untuk memperoleh dukungannya dalam usaha perangnya. Menurut
strateginya itu, mereka akan mengadakan pertahanan terakhir di Indonesia dan
bertolak dari situ akan berusaha memperoleh dukungannya dalam usaha perangnya.
Menurut strateginya itu, mereka akan mengadakan pertahanan terakhir di
Indonesia dan bertolak dari situ akan berusaha memperoleh perdamaian yang
merupakan hasil negosiasi. Segala Rencana itu akhirnya tidak terlaksana karena
penggunaan Bom atom oleh orang Amerika telah memaksa orang Jepang menyerah
tanpa syarat. Dalam pada itu Bangsa Indonesia telah menggenggam nasibnya
ditangannya sendiri dan memproklamasikan kemerdekaanya lepas sama sekali dari
setiap campur tangan pihak Jepang.Dalam rangka pemberian “kemerdekaan” itu
pemerintah pendudukan Jepang di Jawa membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai atau
Badan penyelidik Persiapan Kemerdekaan. (Disingkat “Badan Penyelidik” ).
Sejumlah tokoh-tokoh Indonesia dijadikan anggota badan itu, sedangkan dua orang
lagi, yakni dr.Radjiman Wedyodiningrat dan R.P. Soeroso diangkat masing-masing
menjadi Ketua dan Ketua Muda (merangkap Kepala Kantor atau Kepala Sekretariat)
dengan seorang Jepang sebagai Ketua Muda yang lain.
Pada
tanggal 28 Mei 1945, Panglima Tentara Keenambelas Jepang di Jawa, Letnan
Jenderal Kumakici Harada, melantik para anggota Badan Penyelidik itu dan
pada keesokan harinya dimulailah persidangan pertama yang berlangsung sampai
dengan tanggal 1 Juni. Dalam kata pembukaan, Ketua dr.Radjiman Wedyodiningrat
meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia merdeka yang
akan dibentuk itu. Ternyata
ada tiga anggota yang memenuhi permintaan Ketua, yakni secara khusus
membicarakan dasar negara, yakni berturut – turut Mr.Muh. Yamin (pada tanggal
29 Mei, yakni pertama dari sidang pertama), Prof.Dr. Supomo (pada tanggal 31
Mei) dan akhirnya Ir. Sukarno (pada tanggal 1 Juni, yakni hari terakhir
daripada persidangan Pertama.
Muh.
Yamin memulai pidatonya antara lain dengan kata-kata sebagai berikut:
“……Kewajiban yang terpikul diatas kepala dan kedua belah bahu kita, ialah suatu
kewajiban yang sangat teristimewa. Kewajiban untuk ikut ialah menyelidiki
bahan-bahan yang akan menjadi dasar (kursif saya, NN) dan susunan negara yang
akan terbentuk dalam suasana kemerdekaan ….”Jadi jelas bahwa pidatonya itu
semata-mata adalah mengenai dasar negara dan yang bersangkutan dengan dasar
negara.
Supomo memulai
pidatonya dengan kalimat sebagai berikut : “Paduka Tuan Ketua, hadirin yang
terhormat Soal yang kita bicarakan ialah, bagaimanakah akan dasar-dasarnya
Negara Indonesia Merdeka” Sedangkan kata-kata penutupnya antara lain adalah “….
Sekian saja Paduka Tuan Ketua, tentang dasar-dasar yang hendaknya dipakai untuk
mendirikan Indonesia Merdeka”…Dengan Demikian kiranya juga jelas, bahwa
Supomopun memusatkan Pembicaraannya kepada dasar negara Indonesia merdeka.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa Bung Karno
bukanlah orang pertama dan bukan orang yang satu-satunya yang menetengahkan
suatu konsepsi mengenai dasar negara Indonesia merdeka. Keistimewaan pidato
beliau pada tanggal 1 Juni itu adalah, bahwa kecuali berisi pandangan atau usul
mengenai dasar negara Indonesia Merdeka, juga berisi usul mengenai nama Dasar
negara itu, yakni Pancasila, Trisila, atau Ekasila. “Saya namakan ini dengan
petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila……..”. Dan
setelah menetengahkan kemungkinan diperasnya Pancasila menjadi Tri Sila, Tri
Sila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada Tuan-tuan,mana yang tuan-tuan
pilih : Tri sila, Eka sila, atau Pancasila ?”. Jadi yang lahir pada tanggal 1
Juni itu adalah nama Pancasila (disamping nama Trisila dan Ekasila yang
terpilih).
Dengan
selesainya rapat tanggal 1 Juni itu selesailah pula seluruh persidangan pertama
Badan Penyelidik. Rupa-rupanya telah dibentuk suatu panitia kecil dibawah
pimpinan Bung Karno dengan anggota-anggota lainnya Bung Hatta, Sutardjo
Kartohadi kusumo, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandarhadinata, Muh.
Yamin dan A.A.Maramis, kesemuanya berjumlah delapan orang, panitia kecil itu
bertugas menampung saran-saran, usul-usul dan konsepsi-konsepsi para anggota
yang oleh ketua telah diminta untuk diserahkan melalui Sekretariat. Pada rapat
pertama persidangan kedua Badan Penyelidik pada tanggal 10 Juli 1945 Panitia
Kecil itu dimintai laporan oleh Ketua Radjiman yang telah pula dipenuhi oleh ketuanya Bung Karno.
Panitia
Kecil, seperti yang dilaporkan oleh ketuanya, pada tanggal 22 Juni mengambil
prakarsa untuk mengadakan pertemuan dengan 38 anggota Badan Penyelidik, yang
sebagian diantaranya sedang menhhadiri sidang Cuo Sangiin (sebuah penasehat
yang dibentuk oleh pemerintah Pendudukan Jepang). Pertemuan anatara Panitia
Kecil dengan anggota-anggota Dokuritsu Junbi Cosakai”. Pada pertemuan itu telah
ditampung lebih lanjut saran-saran dan usul-usul lisan dari pihak anggota badan
Penyelidik.Pertemuan itulah yang telah membentuk sebuah panitia kecil lain,
yang kemudian terkenal dengan sebutan Panitia Sembilan yang terdiri atas Bung
Karno, Bung Hatta, Muh. Yamin, Ahmad Subardjo, A.A. Maramis, Abdulkahar
Muzakkir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosuyosodan Haji Agus Salim. Panitia
Sembilan dibentuk karena kebutuhan untuk mencari modus antara apa yang mencari
modus antara apa yang disebut “golongan Islam” dengan apa yang disebut
“golongan kebangsaan” mengenai soal agama dan negara. Persoalan ini
rupa-rupanya sudah timbul selama persidangan pertama, dan mungkin suda
sebelumnya juga. Panitia berhasil
mencapai modus itu yang diberi bentuk suatu rancangan pembukaan hokum dasar.
Inilah yang dikenal dengan nama yang diberikan oleh Muh. Yamin, yakni Piagam
Jakarta.
Rumusan
Panitia Sembilan itu diterima baik dan dilaporkan oleh Panitia Kecil dan
dilaporkan kepada sidang pleno Badan Penyelidik. Rapat itu kemudian membentuk
sebuah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang juga diketuai oleh Bung Karno
dengan anggota-anggota lainnya A.A. Maramis, Oto Iskandardinata, Poeroebojo,
Agus Salim, Ahmad Subardjo, Supomo, Maria Ulfah santoso, Wachid Hasjim, Parada
harahap, Latuharhary, Susanto Tirtoprodjo, Sartono, Wongsonegoro, Wuryaningrat,
Singgih, Tan Eng Hoa, Husein Djajadiningrat dan Sukiman, seluruhnya berjumlah
19 orang. Kepada panitia inilah segala persoalan Undang-Undang
Dasar diserahkan, termasuk soal pembukaan atau preambulenya.
Dalam
rapatnya tanggal 11 Juli, Panitia Perancang Undang-Undang dasar dengan suara
bulat menyetujui isi Preambule yang diambil dari Piagam Jakarta. Selanjutnya
dibentuk sebuah “panitia kecil perancang undang-undang dasar” yang diketuai
oleh Prof. Dr. Supomo dengan anggota-anggota lain Wongsonegoro, Ahmad Subardjo,
A.A. Maramis, Singgih, Agus Salim dan Sukiman, Kesemuanya tujuh orang,
diantaranya yang lima orang semuanya Sarjana Hukum. Dua hari kemudian, pada
tanggal 13 Juli, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (yang lengkap)
mengadakan sidangnya untuk menerima laporan panitia kecilnya. Kemudian dibentuk
sebuah panitia penghalus bahasa yang terdiri atas Husein Djayadiningrat, Agus
Salim dan Supomo untuk menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan
undang-undang dasar yang sudah dibahas itu. Pada tanggal 14 Juli 1945 rapat
pleno Badan Penyelidik dalam rangka persidangan keduanya dilanjutkan untuk
menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Bung Karno selaku Ketua
Panitia melaporkan tiga hasil panitia, yakni :
- Pernyataan
Indonesia Merdeka
- Pembukaan
Undang-Undang Dasar.
- Undang-Undang
Dasarnya sendiri (batang tubuhnya)
Adapun Konsep pernyataan Indonesia
Merdeka disusun dengan mengambil Tiga alinea pertama Piagam Jakarta dengan
sisipan yang panjang sekali, terutama diantara alinea pertama dan alinea kedua.
Sedangkan konsep pembukaan Undang-Undang dasar hampir seluruhnya diambil dari
alenia ke empat (dan terakhir) Piagam Jakarta. Setelah didiskusikan kurang
lebih satu jam lamanya, konsep pernyataan kemerdekaan dan konsep pembukaan
Undang-Undang dasar itu diterima oleh sidang. Pada tanggal 17 Agustus 1945 atas
nama bangsa Indonesia Soekarno Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.
Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia bersidang untuk secara resmi menyusun undang-undang dasar Indonesia
Merdeka. Pada hari itu juga Panitia persiapan itu berhasil menetapkan secara
sah Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang meliputi, baik
Pembukaan maupun Batang Tubuhnya . Undang-Undang Dasar itulah yang kita kenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945
dan yang kini tetap berlaku dan yang telah kita ikrarkan untuk kita pertahankan
sepanjang masa.
Adapun pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 yang disahkan itu adalah konsep yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan yang
kemudian kita kenal dengan sebutan Piagam Jakarta. Konsep itu diterima dengan
suatu perubahan penting, yakni sila pertama dari pada dasar negara yang
tercantum didalam Pembukaan itu, yang semula berbunyi : “Ke – Tuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk – pemeluknya” diganti dengan :
“Ketuhanan Yang Maha Esa”.Demikianlah keseluruhan proses perumusan Dasar Negara
yang kini untuk selama-lamanya terpatri didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Marilah sekarang kita teliti tokoh-tokoh mana yang berperanan didalam
proses perumusan.
C. Penggali Utama Dasar Negara Indonesia Merdeka
Bung Karno bukanlah orang pertama dan satu-satunya yang mengajukan
gagasan – gagasan mengenai dasar
negara sesuai dengan permintaan Ketua Badan Penyelidik, Dr Radjiamn Wedyodiningrat.
Sekurang – kurangnya ada dua orang lain yang juga mengajukan gagasan – gagasan
mengenai dasar Negara, lagi pula pengajuannya lebih dulu dari Bung Karno yang menyampaikannya baru pada
tanggal 1Juni 1945. Mereka itu
adalah Mr. Muh Yamin yang mengajukan gagasan – gagasannya pada tanggal 29 Mei dan Prof.Dr.Supomo yang
mengajukan konsepsinya pada tanggal 31 Mei 1945
Bahwa Mr Muh.Yamin mengucapkan Pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 pada
rapat pertama dalam rangka Persidangan
Pertama Badan Penyelidik, Tidak ada seorang pun yang menyanggkal.Yang menjadi
persoalan hanyalah apa yang dipidatokannya itu .Menurut pembacaan yang cermat terhadap laporan notulistis sebagaimana yang termuat didalam buku
Prof .Mr. H. Muh. Yamin, Naskah
Persiapan Undang – undang dasar 1945, edisi 1, 1959, Muh. Yamin menyampaikan
konsepsimya mengenai dasar negara itu secara lisan dan kemudian menyusulinya
denagan suatu “ Rancangan Undang – Undang Dasar Republik Indonesia” ‘ yang
meliputi pula suatu pembukaan . Dapat kita lihat , bahwa rumusan dasar negara
didalam pidato lisan dengan rumusan
dalam konsep tertulis Rancangan Undang – Undang Dasar itu berbeda. Ada
pula yang mempertanyakan salah satu kalimat pada bagian akhir pidato Yamin pada
tanggal 29 Mei itu. Yakni kalimat yang berbunyi : “Tuan Ketua ! Habislah
pembitjaraan tentang asas kemanusiaan , kebangsaaan , kesejahteraan dan dasar
jang tiga ( kursif saya,NN) jang
diberkati keracmatan Tuhan, yang akan dibentuk. Yang dimaksud Kn oleh Yamin dengan “dasar yang tiga”
kiranya adalah permusyawaratan, perwakilan dan kebijaksanaan, yang sama – sama menjadi asa “Peri
Kerakyatan”. Dengan
demikian 5 asas yang disimpulkan oleh Yamin pada akhir pidato lisannya adalah :
1.Kemanusiaan, 2. Kebangsaaan, 3. Kesejahteraaan, 4. Peri kerakyatan,
dan 5. Kerakhmatan Tuhan.
Adanya dua konsep dasar negara dari
Muh. Yamin ini rupa-rupanya tidak diketahui secara luas dikalangan masyarakat.
Juga tidak diketahui secara luas, bahwa yang mirip dengan rumusan dasar negara
dalam Piagam Jakarta adalah rumusan M.Yamin yang tertulis. Rumusan yang lisan
tidak terlalu mirip. Dalam Notulen Panitia Lima (Dr. Moh. Hatta, Prof. Mr.
Ahmad Subardjo Djojoadisury, Mr. Alex Andrias Maramis, Prof. Mr. Abdul Gaffar
Pringgodigdo, dan Prof. Mr. Sunario) atas pertanyaan Prof. Mr. Subardjo :
“Pidato M.Yamin itu diucapkan tidak tanggal 29 Mei 1945?” Bung Hatta menjawab :
“Diucapkan, tetapi bukan itu, ada pula pokok – pokoknya tetapi lain. Kalau
inikan mengikuti Pancasila saja !” Tuduhan Bung Hatta kepada Muh. Yamin
sebagaimana yang disampaikannya juga kepada saya, adalah bahwa rumusan Yamin
yang mirip dengan rumusan yang autentik sekarang ini (yang termuat di dalam
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) adalah konsep
yang diucapkan didepan sidang panitia kecil. Konsep itu yang kemudian diakukan
sebagai konsep yang disampaikan pada tanggal 29 Mei 1945. Ini menurut Bung
Hatta. Nampaknya Bung Hatta tidak membedakan antara Konsepsi Yamin yang lisan
dengan yang tulisan.
Dengan
mengakui Kredibilitas buku Muh. Yamin dan dengan memperhatikan interpretasi Bung
Hatta, saya berpendapat, bahwa belum tentu Muh. Yamin telah beritikat begitu
buruk. Yang terjadi menurut interpretasi saya adalah, bahwa pidato lisan Yamin
itu ada dan memang juga ada dan isinya sama dengan yang tercantum dalam buku
Yamin, serta juga diedarkan dalam bentuk tertulis kepada para anggota Badan
Penyelidik. Ketika duduk dalam panitia kecil yang diketuai Bung Karno dan
bertugas menampung saran, usul, konsepsi dan catatan segenap anggota yang telah
diajukan, Yamin juga membacakan
rumusannya yang tertulis itu, karena ketua panitia memintanya untuk menyusun
suatu preambule. Naskah Yamin itu rupa-rupanya yang menjadi kertas –kerja
Panitia Sebilan untuk menyusun dokumen yang kemudian dikenal dengan nama Piagam
Jakarta. Dengan demikian terbukti, bahwa konsepsi Yamin merupakan
(setidak-tidaknya salah satu) bahan bagi perumusan Piagam Jakarta yang dengan
perubahan pada sila pertamanya akhirnya menjadi Pancasila Dasar Negara Republik
Indonesia yang sah dan autentik. Saya anggap terbukti pula, bahwa Yamin adalah
orang pertama yang mengetengahkan konsepsi mengenai dasar negara dalam rapat
badan Penyelidik (meskipun tanpa nama pancasila). Kiranya sukar untuk
menyangkal, bahwa antara konsepsi lisan Yamin dengan konsepsi tulisannya
tentulah ada korelasinya, bagaimanapun sifat korelasi itu.
Demikian
pula saya anggap terbukti, bahwa Prof. Dr. Supomo ada mengucapkan pidato
mengenai dasar negara pada tanggal 31 Mei 1945. Tidak ada seorangpun yang
pernah membantah hal itu. Saya juga percaya, bahwa isi pidatonya adalah seperti
yang tertulis dalam buku Yamin . Kecuali kalau ada anggapan yang dicari-cari,
bahwa Yamin telah memalsukan seluruh pidato Supomo itu dengan tujuan tertentu.
Supomo adalah ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar . Prof. Ahmad
Subardjo , salah seorang anggota Panitia Kecil itu, menyatakan kepada saya,
bahwa arsitek dari pada batang tubuh UUD 1945 adalah Prof. Dr. Supomo, menurut
lampiran buku Yamin ternyata pada tanggal 4 April 1942 Prof. Supomo bersama
dengan Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. A. A. Maramis telah pernah menyiapkan suatu
naskah kerangka Undang-Undang Dasar untuk Indonesia. Dalam pada itu uraian
Prof. Supomo selaku ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar didepan
Sidang Badan Penyelidik begitu meyakinkan, sehingga tidak ada yang meragukan
kepemimpinan intelektualnya di dalam Panitia itu. Lagipula penjelasan resmi UUD
1945 adalah buah tangan Prof. Supomo. Kalau kita lihat bahwa dasar-dasar yang
diajukan Prof. Supomo untuk Indonesia Merdeka adalah “persatuan”, “kekeluargaan”,
“keseimbangan lahir dan batin”, “Musyawarah” dan “keadilan Rakyat”, maka
kiranya dapat kita simpulkan, bahwa konsepsinya telah pula memperoleh tempat
didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dari
kesemuanya itu dapat disimpulkan, bahwa penggali utama dasar negara Republik
Indonesia adalah Muhammad Yamin, Supomo, dan Bung Karno (menurut urutan
Kronologisnya). Dengan demikian bearti bahwa Bung Karno adalah salah seorang
penggali Pancasila Dasar Negara.Kesimpulan itu dapat pula ditarik dari laporan
Panitia Lima khususnya yang menyangkut
jawaban yang diberikan atas pertanyaan dr. Radjiman Wedyodiningrat selaku Ketua
Badan Penyelidik. “Terutama (kursif dari saya, NN) Bung Karno memberikan
Jawabannya yang berisikan satu uraian tentang lima sila”. Kata “terutama”
menunjukkan bahwa Bung Karno memberikan jawaban mengenai dasar negara (lampiran
10). Dalam pada itu Bung Hatta didalam “surat wasiat” kepada Guntur Soekarno
putera menulis mengenai jawaban atas pertanyaan dr. Radjiman sebagai berikut: “Salah
seorang daripada anggota Panitia penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia
itu, yang menjawab pertanyaan itu ialah Bung Karno ………..”
“Salah seorang”
berarti bukan satu-satunya ! bahwa nama
Pancasila dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945, kiranya tidak ada seorangpun
yang mempersoalkan. Buktinya begitu menonjol, sehingga hal itu merupakan
sesuatu “notoir feit”. Bahwa Bung Karno lah yang pertama dan satu-satunya yang
mengucapkan suatu pidato pidato mengenai dasar negara Indonesia Merdeka
sekaligus dengan usul nama Pancasila, kiranya juga tidak ada yang menyangsikan.
Yang merupakan kontroversal adalah, bahwa ada orang yang mengatakan, bahwa
pidato Bung Karno 1 Juni 1945, kiranya tidak ada seorangpun yang mempersoalkan.
Buktinya begitu menonjol, sehingga hal itu merupakan sesuatu “notoir feit”
Bahwa Bung Karnolah yang pertama dan satu-satunya yang mengucapkan suatu pidato
mengenai dasar negara Indonesia Merdeka sekaligus dengan usul nama Pancasila,
kiranya juga tidak ada yang menyangsikan. Yang merupakan kontroversial adalah,
bahwa ada orang yang mengatakan, bahwa pidato Bung Karno 1 Juni 1945 itu adalah
konsepsi yang pertama dan satu-satunya mengenai dasar negara yang akhirnya
berkembang menjadi Pancasila Dasar Negara yang sah dan autentik sebagaimana
yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai
bagian daripada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Itulah yang tidak terbukti.
Kecuali jika kita mau menggelapkan pidato Muh. Yamin dan Supomo. Dalam pada itu
Bung Karno sendiri dalam Pidato pada peringatan “lahirnya Pancasila” di Istana
Negara pada tanggal 5 Juni 1958 berkata antara lain “ …….. saya buka pembentuk
dan pentjipta Pantja sila, melainkan sekadar salah seorang penggali dari pada
Panca – Sila itu.”
Jadi kalau ada
orang yang mengatakan, bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah hari lahir Pancasila,
maka kita harus menanyakan terlebih dahulu : Pancasila yang mana ? Kalau jawabannya adalah Pancasila Bung Karno,
maka hal itu dapat dibenarkan. Tetapi jika yang dimaksud dengan Pancasila
adalah Pancasila Dasar Negara yang sah dan autentik (sebagaimana yang tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945), maka hal itu tidak benar. Karena
Pancasila Dasar Negara itu tidak hanya bersumber kepada konsepsi-konsepsi lain,
dalam hal ini konsepsi Yamin dan konsepsi Supomo, yang kemudian diolah oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sehingga memperoleh bentuknya yang
autentik sekarang ini.
Sebagai sejarawan
ada sesuatu hal yang tercatat dalam rangka meneliti peranan pelbagai tokoh
didalam sesuatu episode sejarah. Karena sejarah itu merupakan suatu ilmu yang
sangat manusiawi dalam pendekatannya, karena baik obyek maupun subyeknya adalah
manusia lagipula sumbernyapun adalah manusia, baik manusia sebagai penghasil
sumber lisan maupun tulisan, maka faktor manusia dalam penelitian amat menonjol
peranannya. Mengenai usaha mengusut penggali Pancasila Dasar Negara ini terasa
betapa subyektifnya manusia, baik sebagai pelaku dan saksi, maupun manusia
sebagai peneliti. Karena begitu menonjol dan menjulangnya tokoh Bung Karno,
maka dikalangan pemujanya, seolah-olah tak ada tempat buat orang lain untuk
berperanan disampingnya. Meskipun bukti-bukti sudah menumpuk, masih saja dicari
dalih dan alasan untuk menyisihkan orang lain dari sisinya yang dikhawatirkan
akan mengurangi kebesarannya. Seolah-olah Bung Karno akan berkurang
kebesarannya hanya karena ada orang lain yang juga berperan disampingnya.
Demikianlah peranan Muh. Yamin dan Supomo seolah-olah tidak ditolelir disamping
peranan Bung Karno dan semua bukti kearah itu digilas.
Nampak pula
betapa besar peranan suka –tidak-suka pribadi atau personal likes and dislikes
dikalangan sesama pelaku sendiri. Nampak bahwa pribadi Yamin disoroti dengan
sinar yang negatif, yang memberinya warna yang buruk dan menimbulkan kecurigaan
terhadap intergritas wataknya. Dari sekian banyaknya wawancara , saya
memperoleh kesan, bahwa Muh. Yamin memang mempunyai watak yang sulit. Ia
rupa-rupanya tidak terlalu soepel dalam pergaulan. Ada yang mengatakan ia licik
, pembohong, ada yang mengatakan ia adalah een vervelende vent dan lain-lain.
Ada yang menyatakan, bahwa wajahnya itu saja sudah tidak menyenangkan.Sudah
barang tentu personal equation (penilaian pribadi) terhadap sumber atau
pengarang sumber adalah penting bagi sejarawan. Tetapi taraf popularitas pelaku
sebagai sumber dikalangan orang-orang sejamannya tidaklah terlalu relevan bagi
kredibilitasnya. Sejarawan wajib meneliti setiap kasus yang menyangkut seorang
pelaku sebagai sumber hanya berdasarkan reputasinya (yang negatif) dikalangan orang-orang
sejamannya.
Konkritnya,
meskipun Muh. Yamin tidak disukai oleh Bung Hatta (yang terbukti dari pendapat
beliau pada berbagai kesempatan termasuk dalam sidang-sidang Panitia Lima), dan
juga tidak disukai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat (yang terbukti dari sikapnya
selama memimpin sidang-sidang Badan penyelidik khususnya ketika timbul
persoalan mengenai usul keanggotaan Yamin didalam Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar), dan meskipun Yamin mempunyai karier politik yang
berliku-liku, kesemuanya itu tidak mengurangi nilainya sebagai sumber atas
dasar pengujian kita terhadap kredibilitasnya, khusus mengenai persoalan siapa
saja penggali Pancasila Dasar Negara. Dan kesemuanya itu bukanlah karena secara
pribadi menyukai Muh.Yamin ataupun menyukai Supomo dan sebaliknya secara
pribadi tidak menyukai Bung Karno, melainkan semata-mata karena kewajiban
professional sebagai sejarawan yang harus dipenuhi.
Dapat pula
dikonstatasikan bahwa ada sejarawan yang sudah lupa pada ketentuan-ketentuan
metode sejarah dan mencampuradukkan opini pelaku dengan fakta. Rupa-rupanya tidak diketahui beda
antara point of fact dan point of opinion.
Demikianlah ada yang menjejerkan sederetan nama-nama tokoh yang mengatakan,
bahwa Bung Karnolah yang merumuskan Pancasila. Padahal tokoh-tokoh
itu tidak menyaksikan jalannya sidang Badan Penyelidik. Artinya, mereka itu
bukan saksi, sehingga keterangannya adalah opini, bukan fakta. Sejarawan wajib
menguji setiap sumber atas kebijakannya sendiri.
D.
Nama
Pancasila dan Rumusannya yang Autentik.
Sekarang ini nama Pancasila telah kokoh tertanam dalam
sanubari seluruh rakyat Indonesia. Nama Pancasila tidak pernah terasa adanya masalah, Namun, dari sudut pengamanan Pancasila
Dasar Negara perlu kita sadari sesuatu kenyataan. Kenyataan itu ialah bahwa
rumusan Dasar Negara yang autentik dan sah dan yang akan kita pertahankan
sepanjang masa, pada hakikatnya dapat saja dipisahkan dari nama Pancasila.
Ibarat Pancasila itu merknya, isinya dapat saja ditukar dengan isi lain. Inilah
yang harus kita sadari, agar supaya kita tidak kecolongan, tidak lengah,
sehingga kita menggenggam erat-erat nama Pancasila padahal secara diam-diam
isinya ditukar oleh orang dengan isi lain .
Hal ini dapat menjadi lebih jelas
jika kita telisuri perkembangan Dasar Negara kita ,mulai tahap pengajuan
konsepnya oleh tokoh – tokoh secara individual (dalam hal ini Yamin, Supomo dan
Bung Karno), kemudian perumusnya oleh panitia sembilan yang diterima baik oleh
panitia kecil . Yang akhirnya tampil dalam Pembukuan Undang – Undang Dasar 1945
yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada
tanggal 18 Agustus 1945 . Kemudian kita lihat perumusan Dasar Negara di dalam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan di dalam Undang – Undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950. Dan akhirnya kita
berjumpa kembali dengan rumusan dasar Negara di dalam Pembukaan Undang – Undang
Dasar 1945 yang telah diberlakukan kembali sejak tahun 1959 .
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai
dengan tanggal 5 Juli 1966 itu Dasar
Negara kita tidak pernah secara resmi diberi nama, juga tidak nama Pancasila .
Namun nama itu secara de facto hidup di mulut Rakyat , sehingga semua
Dasar Negara di dalam tiga konstitusi Indonesia yang pernah ada disebut
Pancasila. Kiranya jelas bagi kita semua, bahwa keadaan seperti itu mengadung
kerawanan bagi autentisitas Pancasila Dasar Negara. Dengan demikian yang kokoh
dalam nama Pancasila sedangkan rumusannya dapat bertukar – tukar dan dapat
ditukarkan.Karena itu haruslah kita sekarang ini juga mengukuhkan rumusan Pancasila
yang autentik dan sah, yakni rumusan 18 Agustus 1945 . Jangan sekali –
kali sampai kejadian rumusan Pancasila yang autentik dan sah itu diganti dengan
rumusan yang lain meskipun namanya sama!!! Sehubungan dengan hal ini perlu kita
perhatikan apa yang dikatakan oleh Bung Hatta dalam surat balasannya kepada
seorang wartawan yang bernama N.Soeroso pada tanggal 25 Februari 1974: “ Yang
terutama yang Sdr. Kemukakan dalam surat Sdr. Itu ialah masalah “ lahirnya
Pancasila”. Ditinjau dari jurusan Konstitusionil yang sah pendapat Nogroho Notosusanto bahwa
Pancasila lahir tanggal 18 Agustus 1045, setelah UUD 1945 sahkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaaan Indonesia.
Melihat Kenyataan – kenyataan yang
ada selama ini dan khususnya pengalaman sebagai bangsa selama jaman Orde lama,
maka kemungkinan yang paling besar dalam rangka menganti isi Pancasila adalah
suatu move untuk “ kembali “ kepada perumusan 1 Juni 1945
. Namanya sudah cocok dan dapat dikatakan , bahwa rumusan yang diberi nama
Pancasila adalah“ memang rumusan 1 Juni 1945“ . Menghadapi kemungkinan ini kita patut bersyukur, bahwa paling tidak
sejak tanggal 5 Jili 1966 dengan Ketetapan MPRS No . XX/ MPRS/1966 sudah ada
penegasan , bahwa rumusan Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana yang
ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 di dalam Pembukuan Undang –
Undang Dasar 1945 adalah Pancasila. Dengan demikian paling tidak sudah ada
ketetapan resmi mengenai manunggalnya nama pancasila dengan Rumusan Dasar Negara 18
Agustus . Dan Ketetapan resmi itu telah dikukuhkan oleh Sidang Umum MPR 1973
dan Sidang Umum MPR 1978 .
Kita sama – sama mengalami , bahwa
pada jaman Orde lama , yang resminya sudah bernaung di bawah Undang – Undang
Dasar 1945, menurut kenyataannya rumusan Dasar Negara yang dipakai masih
rumusan lain dari pada rumusan 18 Agustus 1945 . Ada yang memakai rumusan 1
Juni 1945 dan ada yang memakai rumusan konstitusi RIS maupun Undang – Undang
Dasar Sementara 1950 . adalah merupakan suatu fakta bahwa tidak kurang dari
Presiden Soekarno sendiri pada tahun 1964 , lima tahun setelah Dekrit 5 Juli
1959 yang mencanagkan kita kembali kepada Undang – Undang Dasar 1945, tidak memakai rumusan Pancasila Dasar Negara
sebagaimana yang tercantum dalam Pembukuan Undang – Undang Dasar 1945 itu. Di
dalam Kursus Pancasila di Istana Negara dalam tahun ini beliau masih memakai
rumusan : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan
Rakyat dan Keadilan Sosial. Jika rumusannya saja sudah lain, tentunya
tafsirannya pun akan berbeda pula .
Dan sebagaimana sikap para pemimpin
Partai Komunis Indonesia (PKI) ? Bagi
mereka yang penting adalah, bahwa PKI mendapat tempat di dalam kontelasi
politik di Indonesia. Untuk itu diperlukan cantelan dan cantelan itu mereka
temukan dalam rumusan 1 Juni 1945 , Khususnya sila kedua :internasionalisme atau
peri-kemanusiaan. Pada tahun 1964 D.N. Aidit memberikan serangkaian ceramah di
Sekolah Staf dan Komando (Sesko – Sesko) dengan judul “ Revolusi, Angkatan Bersenjata & Partai
Komunis “. Dalam ceramah – ceramah itu ia selalu menyinggung mengenai Pancasila
yang rumusnya bukan rumusan Undang – Undang Dasar 1945, melainkan campur-aduk
namun selqalu dengan sila internasionalisme . Katanya : “tidak bisa dipungiri bahwa lima sila dari Pancasila itu mencerminkan
kenyataan objektif, mencakup kepentingan-kepentingan semua golongan Rakyat
Indonesia ,seperti sila Ketuhanan Yang Maha Esa atau Monoteisme,sila
Perikemanusiaan atau internasionalisme
sila Kebangsaan atau
nasionalisme/ pattiotisme, sila Kerakyatan atau Demokrasi dan sila Keadilan
social atau sosialisme. Dalam proses sejarah gerakan nasional di Indonesia sila
– sila ini mencerminkan kenyataan objektif dan yang secara keseluruhannya
sebagai kesatuan harus diterima dan dijadikan alat pemersatu dalam perjuangan Revolusioner.
Perhatikan apa yang dikatakan oleh
Nyoto pada Kongres Nasional ke VII PKI : “ Salah satu sila Pancasila, yaitu “Perikemanusiaan“, sudah sejak tahun
1945 ditafsirkan oleh Bung Karno sebagai juara internasionalisme (vet
saya,NN). Ketentuan ini penting sekali, karena menjadi kepentingan seluruh
rakyat Indonesialah untuk disatu pihak melawan kosmopolitanisme dan di
pihak lain melawan sovinisme .Bagi kaum komunis internasionalisme bukanlah soal
lagi. Sejak lalu kaum komunis sudah internasionalis. Ini dinyatakan dalam
semboyan buku kaum komunis, yaitu “Kaum buruh semua Negeri, bersatulah!” Alasan
bagi kaum internasionalisme ini terang sekali : karena kapitalisme itu bersifat
klas bersifat internasional, melawannya pun harus secara internasional . Perjuangan
klas bersifat internasional !” Dan
perhatikan apa ynag dikatakan oleh D.N. Aidit mengenai rumusan 1 Juni. “Kita
berpendapat, bahwa pedoman dalam mengartikan“ Pancasila “ adalah penegasan –
penegasan Presiden Soekarno yang terutama telah diutarakan dalam pidato
“Lahirnya Pancasila“ tanggal 1 Juni 1945 dan pidato Presiden di muka Majelis
Umum PBB tanggal 30 September 1960 “ Membangun Dunia Kembali” .
Pendapat D.N. Aidit mengenai
Pantjasila sebagai pemersatu : “Dan disinilah betulnja Pantjasila sebagai alat
pemersatu. Sebab kalau sudah “ satu “ semuanja para saudara , Pantjasila
ndak perlu lagi (Kursif dari saya, NN) Sebab Pancasila alat pemersatu bukan
? Kalau sudah “ satu “ semuanya apa yang kita persatukan lagi. Djustru kita
berbeda – beda perlunya Pantjasila itu. Ada Nas, Qada
A, ada Kom, perlu Pancasila itu sebagai alat pemersatu . Djuga Bhineka Tuggal
Ika harus kita pegang teguh , berbeda–beda tetapi satu djua. Berbeda – beda Ada
Nas, ada A, ada Kom tapi kita satu djua
dan alat pemersatu kita. Ini, saja kira , sebagai peserta – peserta dalam
persatuan NASAKOM, masing – masing pihak mengakui adanja berbagai – bagai
aliran itu ……….”
Dari uraian di atas dapat mengerti
letak kerawanan 1 Juni itu. Dan dengan pengalaman yang sangat banyak pada jaman
Orde lama itu tentulah kita tidak akan mengulangi kekeliruan – kekeliruan yang
telah terjadi pada jaman itu . Dalam rangka pengamana Pancasila Dasar Negara
kiranya sikap irasional harus kita tinggalkan.Mulai saat ini
hendaknya segala kesimpang – siuran dan kehamburan kita singkirkan. Karena
kesimpang – siuran dan kekaburan itulah yang akan menambah kerawanan kita dalam
usaha mengamankan Pancasila Dasar Negara. Anak – anak kita dan generasi –
generasi selanjutnya harus kita beri keterangan yang benar sebagai hasil
penelitian ilmiah dengan mengunakan metode sejarah , yang bebas dari mitos –
mitos yang dibikin – bikin dengan mengingkari fakta – fakta sejarah dan
mengaburkan persoalan. Hanya dengan cara demikian masa depan Pancasila Dasar
Negara akan jelas dan masa depan Bangsa dan rakyat Indonesia terang benderang.
E. Aktualisasi Nilai Nilai Pancasila dalam Sejarah
Perjuangan Banagsa
Nilai nilai Pancasila telah ada pada
bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala sebelumbangsa Indonesia mendirikan
negara. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui proses sejarah yang cukup
panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya kerajaan-kerajaan pada abad
ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Nilai-Nilai
Pancasila itu sudah ada sebelum disyahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus
1945. Nilai-nilai Pancasila telah ada pada tertanam dalam diri kepribadian
bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia merdeka yaitu
berupa nilai-nilai adat istiadat yang tertanam dan terselenggara dalam praktek
kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta
teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi
Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut adalah dari bangsa Indonesia
sendiri, sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis Pancasila, Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan
secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat
negara Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal tersebut
dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama. Sidang panitia”9” sidang BPUPKI
kedua. Serta akhirnya disyahkan secara yuridis sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka
untuk memahami Pancasila secara lengkap dan utuh terutama dalam kaitannya
dengan jati diri bangsa Indonesia, mutlak diperlukan pemahaman sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk suatu negara yang berdasarkan suatu
asas hidup bersama demi kesejahteraan hidup bersama yaitu negara yang
berdasarkan Pancasila. Selain itu msecara epistemologis sekaligus sebagai
pertanggung jawaban ilmiah, bahwa Pancasila selain sebagai dasar negara
Indonesia juga sebagai pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa
serta sebagai perjanjian seluruh bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
Nilai-nilai essensial yang terkandung
dalam Pancasila yaitu: ketuhanan Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta
Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara. Proses pembentukan
negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang
yaitu sejak bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang
yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke
V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke
VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra di
Palembang, kemudian kerajaan airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta
kerajaan-kerajaan lainnya. Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis
oleh para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh
para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan
pada sumpah pemuda pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mendirikan negara tercapai dengan diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945.
1.
Zaman
Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada
tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui
bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari Kudungga.
Raja Mulawarman menurut prasasti tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah
kepada para Brahmana, dan para brahmana membangun yupa itu sebagai tanda terima kasih raja yang darmawan (Bambang
Sumadio, dkk.,1977 :33-32). Masyarakat kutaio yang membuka zaman sejarah
Indonesia pertamakalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan
ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini tampak
dalam kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian di Jawa dan Sumatra. Dalam zaman
kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan
wilayah yang meliputi hampir separoh Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia
sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di
Jawa.
2.
Zaman
Kerajaan Sriwijaya
Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya
negara kebangsaan negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia.
Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu: pertama zajam Sriwijaya di bawah wangsa
Syailendra (600-1400), yang bercirikan kedatuan. kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang
bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan negara kebagsaan Indonesia
lama. Kemudian ketiga negara
kebangsaan modern yaitu negara Indonesia merdeka (sekarang negara proklamasi 17
Agustus 1945). (Sekretariat Negara RI, 1995:11).
Pada abad ke VII muinculah suatu
kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Sriwijaya, dibawah kekuasaan wangsa
Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedukan bukit di kaki bukit
Siguntang dekat palembang yang bertarikh 605 Caka atau 683 M, dalam bahasa
melayu kuno dan hurup pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan maritim yang
mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu lintas laut disebelah barat dikuasainya
seperti selat sunda (686), kemudian selat malaka (775). Pada zaman itu
Sriwijaya merupakan suatu kerajaan besar yang cukup disegani dikawasan Asia
selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan dengan pedagang pengerajin
dan pegawai raja yang disebut Tuha An vatakvarah sebagai pengawas dan pengumpul
semacam koprasi sehingga rakyat mudah untuk memasarkan barang dagangannya
(Keneth R. Hall, 1976:75-77). Demikian pula dalam sistem pemerintahannya
terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang menjadi
pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehinga pada
saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan
dengan nilai ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkannya
dengan mendirikan suatu Universitas agama Budha, yang sangat terkenal dinegara
lain di Asia. Banyak musyafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar
terlebih dahulu di Universitas tersebut terutama tentang agama Budha dan bahasa
Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru
besar tamu dari india yang mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri.
Cita-cita tentang kesejahtraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada
kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat
vanua Criwijaya siddhatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan
makmur) (Sulaiman, tampa tahun:53)
3. Zaman Kerajaan-Kerajan Sebelum Majapahit
Sebelum
kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai
nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur
secara silih berganti, kerajaan kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke
VIII yang ikut membantu membangun candi Kalasan untuk untuk Dewa Tara dan
sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan
dinasti syailendra (abad ke VII dan IX).
Refleksi puncak budaya dari Jawa Tengah dalam priode-proide kerajaan-kerajaan
tersebut adalah dibangunnya candi-candi Borobudur (candi agama Budha pada abad
ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad ke X).
Selain
kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur munculah
kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X) Darmawangsa
(abad ke X) demikian juga kerajaan Airlangga pada abad ke IX. Raja Airlangga
membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi
dalam beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu
dan agama Syiwa yang hidup berdampingan secara damai (Toyibin 1997:26). Menurut
prasasti Kelagen, Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan
berkerjasama dengan Banggala, Chola dan Champa hal ini menunjukan nilai-nilai
kemanusiaan. Demikianlah pula Airlangga mengalami pengembangan lahir dan batin
di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana
bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja,
meneruskan tradisi Istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula
menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga memerintahkan untuk
membuat tanggul dan waduk demi kesejahtraan pertanian rakyat yang merupakan
nilai-nilai sila kelima (T0yibin, 1997:28,29).Di wilayah Kediri Jawa Timur
berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian sangat erat
hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.
4. Zaman Kerajaan
Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan
Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk
dengan Mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh laksaman Nala dalam memimpin
armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya
itu membentang dari sepanjang melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat
melalui Kalimantan Utara. Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup
berdampingan dengan damai dalam suatu kerajaan. Empu prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab
tersebut telah terdapat istilah “Pancasila” Empu Tantular mengarang buku
Sutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang bunyi
lengkapnya “Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrua:, artinya walaupun berbeda, namun satu jua adanya sebab
tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukan adanya
realitas kehidupan agama pada saat itu. Yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan
salah satu bawahan kekuasaannya yaitu pasai justru telah memeluk agama Islam. Toleransi positif dalam
bidang agama dijunjung tinggi semenjak
bahari yang telah silam.
Sumpah
palapa yang diucapkan oleh Majapahit Gajah Mada dalam sidang ratu dan
Mentri-mentri di paseban keprabuan Majapahit pada tahu 1331, yang berisi
cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut: ‘saya baru akan
berhenti berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk dibawah
kekuasan negara, jikalau Gurun, Seram. Tanjung Haru, Pahang, Dempo, Bali,
Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan (Yamin, 1960:60). Selain itu
dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk senantiasa mengadakan
hubungan bertetangga baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayodya, Champa dan Kamboja.
Menurut prasasti Brumbung (1329), dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit
terdapat semacam penasehat seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan Ihalu yang
bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah
mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Majapahit
menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan
nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia 17
Agustus 1945. Kemudian disebabkan oleh faktor keadaan dalam negeri sendiri
seperti perselisihan dan perang saudara pada permulaan abad XV, maka sinar
kejayaan Majapahit berangsur-angsur mulai memudar dan akhirnya mengalami
keruntuhan dengan “Sinar Hilang Kertaning Bumi” pada permulaan abad XVI (1520).
5. Zaman Kerajaan
Demak
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad
XVI maka berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersamaan
dengan itu berkembang pulalah kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak
dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu antara lain
orang pertugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin
mencari pusat tanaman rempah-rempah. Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang
pada awalnya berdagang adalah orang-orang bangsa pertugis. Namun lama-kelamaan
bangsa pertugis mulai menunjukan perannya dalam bidang perdagangan yang
meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai
oleh portugis. Pada akhir abad ke XVI bangsa belanda datang pula ke Indonesia
dengan menempuh jalan penuh kesulitan. Untuk menghindarkan persaingan di antara
meraka sendiri (Belanda), kemudian meraka mendirikan suatu perkumpulan dagang
yang bernama V.O.C., (verenigde Oost
Indische Compagnie) yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompent’ Praktek-praktek VOC mulai
kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan.
Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan
perlawanan dan menyerang kebatavia pada tahun 1628 dan tahun 1929, walaupun
tidajk berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral J.P.Coen tewas dalam
serangan sultan agung yang kedua itu.
Beberapa
saat setelah sultan Agung mangkat maka Mataram menjadi bagian kekuasan kompeni.
Bangsa Belanda mulai memainkan peranan politik dengan licik di Indonesia.
Di Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhasil juga dikuasai
oleh kompeni tahun (1667) dan timbulah perlawanan dari rakyat Makasar dibawah
Hasanudin. Menyusul pula wilayah Baten (Sultan Ageng Tirtoyoso) dapat
ditundukan pula oleh kompeni pada tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo, untung
Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII nampaknya tidak mampu
meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu Iskandar
pimpinan armada dari Minang Kabau untuk mengadakan perlawanan bersama terhadap
kompeni juga tidak mendapat sambutan yang hangat. Perlawanan bangsa Indonesia
terhadap penjajah yang terpencar-pencar dan tidak memiliki koordinasi tersebut
banyak mengalami kegagalan sehingga banyak menimbulkan korban bagi anak-anak
bangsa. Demikianlah Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis
dan kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke XVII dan nampaknya semakin
memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer.
Pada abad
itu sejarah mencatat bahwa belanda berusaha keras untuk memperkuat dan
mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Mereka ingin membulatkan
hegemoninya sampai kepelosok-pelosok nusantara kita. Melihat praktek-praktek
penjajahan belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat diberbagai daerah
nusantara, antara lain: Patimura di Maluku (1817) Baharudindi Palembang (1819),
Imam Bonjol di Minang Kabau (1821-1837). Pangeran dipenegoro di Jawa Tengah
(1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860)
anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895). Dan masih banyak perlawanan
rakyat di berbagai daerah di nusantara. Dorngan akan cinta tanah air
menimbulkan semangat untuk melawan penindasan dari bangsa Belanda, namun sekali
lagi karena tidak adanya kesatuan dan persatuan diantara mereka dalam
perlawanan melawan penjajah, maka perlawanan tersebut senantiasa kandas dan
menimbulkan banyak korban. Penghisapan mulai memuncak ketika belanda mulai
menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan
beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak berdosa. Penderitaan rakyat semakin
menjadi-jadi dan Belanda sudah tidak peduli lagi dengan ratap penderitaan
tersebut, bahkan mereka semakin gigih dalam menghisap rakyat untuk memperbanyak
kekayaan bangsa Belanda.
6. Zaman Kebangkinan
Nasional
Pada abad
XX di panggung politik internasional terjadilah pergolakan kebangkitan Dunia
Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri. Republik pilipina
((1898) yang dipelopori Joze Rizal. Kemenangan Jepang atas Rusiadi Tsunia
(1905). Gerakan sun Yat Sen dengan dengan republik Cinanya (1911). Paratai
kongres di India dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun di Indonesia bergolaklah
kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangsaan nasional (1908)
dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan budi utomonya. Gerakan inilah
yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang
memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuatannya sendiri. Budi Utomo yang
didirikan pada tanggal 10 Mei 1909 inilah yang merupakan pelopor pegerakan
nasional, sehingga segera setelah itu munculah organisasi-organiosasi
pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakan nasional itu antara lain:
sarekat Dagang Islam (SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah
bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi serikat
Islam (SI) tahun (1911) dibawah H.O.S Cokroaminoto.
Berikutnya
munculah Indische Partiji (1913) yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu:
Douwes Dekker. Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat. (yang kemudian lebih
dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro). Sejek semula partai ini menunjukan
keradikalannya. Sehingga tidak dapat berumur panjang karena pimpinannya di
buang keluar negeri (1913). Dalam situasi yang menggoncangkan itu munculah
partai nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno,
Ciptomangun-kusumo, Sartono, dan tokoh lainya. Mulailah kini
perjuangan nasional Indonesia dititik beratkan pada kesatuan nasional dengan
tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Tujaun itu diekspresikan dengan
kata-kata yang jelas kemudian diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang
tokoh-tokohnya antara lain: Muh. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbopranoto,
setokoh pemuda lainya. Perjuangan rintisan kesatuan nasional kemudian di ikuti
oleh Sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya satu bahasa, satu
bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia raya pada saat pertama kali
dikumandangkan dan sekaligus sebagai pengerak kebangkitan kesadaran berbangsa.
Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bantuknya dengan
partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931). Kemudian golongan Demokrat
antara lain Moh. Hatta dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan
Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai
dengan kekuatan sendiri.
7. Zaman Penjajahan Jepang
Setelah Nederland diserbu oleh tentara Nazi Jerman pada
tanggal 5 Mei 1940 dan jatuh pada tanggal 10 Mei 1940, maka Ratu Wihelmina
dengan segenap aparat pemerintahannya mengungsi ke Inggris, sehingga
pemerintahan Belanda masih dapat berkomunikasi dengan pemerintah jajahan
Indonesia. Janji belanda tentang Indonesia merdeka dikelak kemudian hari dalam
kenyataanya hanya suatu kebohongan belaka sehingga tidak pernah menjadi
kenyataan. Bahkan sampai akhir pendudukan pada tanggal 10 Maret 1940
Kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak pernah terwujud.
Fasis
Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, jepang
saudara tua bangsa”. Akan tetapi dalam perang melawan Sekutu Sekutu Barat yaitu
(Amerika, Inggris, Rusia, Prancis, Belanda dan negara Sekutu lainnya) nampaknya
jepang semakin terdesak. Oleh karena itu agar mendapat dukungan dari banghsa
Indonesia, maka pemerintahan Jepang bersikap bermurah hati terhadap bangsa
Indonesia, yaitu menjajikan Indonesia merdeka dikelak kemudian hari.Pada
tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang belau
memberikan hadiah “ulang tahun” kepada bangsa Indonesia yaitu janji kedua pemerintah
jepang berupa kemerdekaan tampa syarat. Janji itu disampaikan kepada bangsa
Indonesia sehingga sebelum bangsa Jepang menyeret dengan Maklamat Gunseikan
(Pembesar Tertinggi Sipil dari pemerintah Militer Jepang diseluruh Jawa dan Madura). No. 23. Dalam
janji kemerdekaannya yang kedua tersebut bangsa Indonesia diperkenankan untuk
memperjuangkan kemerdekaanya. Bahkan dianjurkan kepada bangsa Indonesia untuk
berani mendirikan negara Indonesia merdeka dihadapan musuh-musuh jepang yaitu
sekutu termasuk kaki tangannya Nica (Nitherlands Indie Civil Administration),
yang ingin mengembalikan kekuasan kolonialnya di Indonesia. Bahkan Nica telah
melancarkan serangannya dipulau Tarakan Morotai.Untuk menciptakan simpati dan
dukungan dari bangsa Indinesia maka sebagai realisasi janji tersebut maka
dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan
Kemerdekaan Indonesia yaitu badan penyelidik Usaha-Usaha kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) atau Dokuritu Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan nama-nama
ketua dan anggotanya sebagai berikut :
Ketua
(Kaicoc
|
: Dr. K.R.T.Radjiman Wediodiningrat
|
Ketua Muda
|
:
Iclubangse (seorang anggota luar biasa) (Fuku Kaicoo Tokubetsu Iin)
|
Ketua
Muda
|
:
R.P. Soeroso (Merangkap kepala) (Fuku Kaicoo atau Zimukyoku Kucoo)
|
Enampuluh (60) orang anggota biasa Bangsa Indonesia
(tidak termasuk ketua dan ketua muda), yang kebanyakan dari pulau Jawa, tetapi
terdapat beberapa dari sumatra, Maluku, Sulauwesi, dan beberapa orang peranakan
Eropa, Cina Arab. Semuanya itu bertempat tinggal di Jawa, karena badan
penyelidik itu diadakan oleh Saikoo Sikikan Jawa. Nama para anggota anggota itu
menurut nomor tempat duduknya dalam sidang adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno
|
31.Dr.R.
Boentaran Martoatmodjo
|
2. Mr. Muh. Yamin
|
32.
Liem Keon Hian
|
3. Dr.R. Kusumah
Atmaja
|
33.
Mr. J. Latuharhary
|
4. R. Abdulrahim
Pratalykrama
|
34.
Mr. R. Hindromartono
|
5. R. Aris
|
35.
R. Soekardjo Wirjopranoto
|
6. K. H. Dewantara
|
36.
Hadji Ah. Senoesi
|
7. K. Bagus. H.
Hadikusuma
|
37.
A.M.Dasaat
|
8. M.P.H. Bimoro
|
38.
Mr. Tan Eng Hoa
|
9. A.K. Moezakir
|
39.Ir.R.M.P.Soeachman
Tjokroadisurjo
|
10. B.P.H.Poerbojo
|
40.
R.A.A. Soemitro kolopaking
|
11.
R.A.A.Wiranatakoesoema
|
41.
K.R.M.T.H. Woeryaningrat
|
12.Ir. R.
Asharsoetedjo Moenandar
|
42.
Mr.A. Soebardjo
|
13. Oeiji Tjiang
Tjoei
|
43.
Prof. Dr.R. djenal Asiki W.
|
14. Drs. Muh. Hatta
|
44.
Abikoesno
|
15. Oei Tjong Hauw
|
45.
Parada Harahap
|
16. H. Agus Salim
|
46. Mr. R.M. Sartono
|
17.M. Soetardjo
Kartohadikusumo
|
47.
K.H.M. Mansoer
|
18.R.M.Margono
Djojohadikusumo
|
48.
K.R.M.A. Sosrodiningrat
|
19. K.H. Abdul Halim
|
49.
Mr. Soewandi
|
20. K.M. Masjkoer
|
50.
K.H.A. Wachid Hasyim
|
21. R. Soedirman
|
51.
P.F. Dahler
|
22. Prof.Dr. P.A.H.
Djayadiningrat
|
52.
Dr. Soekiman
|
23. Prof.Dr. Soepomo
|
53.
Mr.K.R.M.T. Wong sonegoro
|
24. Prof.Ir. Roeseno
|
54.
R. Oto Iskandar Dinata
|
25. Mr.R.P. Singgih
|
55.
A. Baswedan
|
26. Mr.Ny. Maria Ulfah Santoso
|
56.
Abdul Kadir
|
27. R.M.T.A. Soejo
|
57.
Dr. Samsi
|
28.
R. Ruslan Wongsokusumo
|
58.
Mr. A.A. Maramis
|
29. R. Soesanto
Tirtoprodjo
|
59.
Mr. Samsoedin
|
30.Ny.R.S.S.Soemario
Mangunpoespito.
|
60.
Mr.R. Sastromoeljono
|
F. BPUPKI
dan Sidang BPUPKI
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Dokuritsu Junbii Chōsakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh
pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada
tanggal 1 Maret 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito.
Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia dengan
menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemer-dekaan Indonesia.
BPUPKI beranggotakan 62 orang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (Jepang)
dan Raden Pandji
Soeroso.
Di luar anggota
BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha yang beranggotakan 60 orang. Badan
Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji
Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel
Gafar Pringgodigdodan Masuda Toyohiko (Jepang).
Tugas BPUPKI adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan
aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan
dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Pada
tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan
BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk
mencerminkan perwakilan dari berbagai kepulauan
dan etnis di wilayah Hindia-Belanda. Anggota PPKI terdiri dari: 12
orang masing-masing berasal dari Jawa, 3 orang asal Sumatera,
2 orang, Sulawesi,
1 orang Kalimantan,
1 orang Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang Maluku,
1 orang dan
berasal dari etnis
Tionghoa.
1. Sidang
BPUPKI Pertama
Sidang
BPUPKI pertama dilaksanakan selama empat hari, berturut-turut yang tampil untuk
berpidato yang menyampaikan usulnya adalah sebagai berikut: (a) tanggal 29 Mei
1945 Mr. Muh. Yamin, (b) tanggal 31 Mei 1945 Prof. Soepomo dan (c) tanggal 1
Juni 1945 Ir. Soekarno.
Pertama: Mr.Muh.Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945
Muh. Yamin menghusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut:1.
Peri Kebangsaan. II. Peri Kemanusiaan, III. Peri
Ketuhanan,VI.PeriKerakyatan (A. Permusyawaratan, B. Perwakilan, C.
Kebijaksanaan) dan V. Kesejahtraan Rakyat (Keadilan sosial).Selain usulan
tersebut pada akhir pidatonya Mr. Muh. Yamin menyerahkan naskah sebagai
lampiran yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan UUD RI dan
rancangan itu dimulai dengan pembukaan yang bunyinya adalah sebagai berikut:
Untuk membentuk pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia,
dan untuk memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
menyuburkan hidup kekeluargaan, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebagsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
Rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa, Kebangsaan, persatuan
Indonesia, dan rasa kemanusiaan yang adail dan beradab, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’
Kedua:
Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Berbeda dengan usulan
Mr. Muh Yamin, Prof
Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut:
·
Teori
negara perseorangan (Individualis), sebagaimana yang diajarkan oleh Thomas
Hobbes (abad 17), Jean Jacques Rousseau (abad 18) menurut paham ini, negara
adalah masyarakat hukum (legal Society) yang disusun atas kontrak antara
seluruh individu (contract social). Paham negara ini banyak terdapat di Eropa
dan Amerika.
·
Paham negara kelas (class theory) atau teori ’golongan’ teori ini
sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engels dan Lenin. Negara adalah
alat dari suatu golongan (suatu klasse) untuk menindes klasse lain. Negara
kapitalis.
·
Piagam negara integralistik yang diajarkan oleh Spinoze, Adam
Muller, Hegel.Menurut paham ini negara bukanlah untuk menjamin perseorangan
atau golongan akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhny sebagai
suatu persatuan.
2.
Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)
Hari pertama
sebelum BPUPKI kedua dimulai , diumumkan oleh ketua penambahan 6 anggota baru
Badan Penyeledik yaitu : (1) Abdul Fatah Hasan, (2) Asikin Natanegera, (3)
Hamidjojo, (4) Muhammad Noor, (5) Besar, dan Abdul Kaffar.
Selain
tambahan amggota BPUPKI Ir. Soekarno sebagai ketua panitia Kecil melaporkan
hasil yang dilakukan sejak tanggal 1 Juni yang lalu. Menurut lapran itu pada
tanggal 22 Juni 1945 Ir. Soekarno mengadkan pertemuan antara Panitia Kecil
dengan anggota-angota badan Penyelidik. Yang hadair dalam pertemuan itu adalah
jumlah 38 anggota, yaitu anggota-anggota yang bertempat tinggal di Jakarta dan
anggota-anggota Badan Penyelidik yang merangkap menjadi anggota Tituoo Sangi In
dari Jakarta. Pertemuan antara 38 orang anggota-anggota dilakukan digedung
kantor besar jawa Hooko Kai (kantor Bung Karno sebagai Honbucoo/sekretaris
Jendral Jawa Hooko Kai). Mereka membentuk panitia kecil atas 9 orang dan
populer disebut “Panitia Sembilan” yang anggotanya adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno. 6. Mr.Soebardjo
2. Wachid Hasyim 7. Kyai Abdul Kahar
Moezakar
3. Mr.Muh.Yamin 8. Abikoesno
Tjokrosoejoso
4. Mr.
Maramis 9. Haji Agus
Salim.
5. Drs.Moh. Hatta.
Panitia
sembilan ini setelah mengadakan pertemuan secara masak dan sempurna telah
menacapai suatu hasil yang baik yaitu suatu modus atau persetujuan antara
golongan islam dengan golongan kebangsaan. Modus atau persetujuan tersebut
tertuang dalam suatu rancangan Pembukaan Hukum Dasar, rangcangan Preambule
Hukum Dasar yang dipermaklumkan oleh panitia kecil Badan Penyelidik dalam rapat
BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945 Panitia Kecil Badan Penyelidik menyetuji
sebulat-bulatnya rancangan Prembule yang disusun oleh panitia sembilan
tersebut. Adapun bagian terakhir naskah Prembule tersebut adalah adalah sebagai
berikut :
“……maka disusunlah
kemerdekaan kebagsaan Indonesia itu da;am suatu hukum dasar islam Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan dengan kewajiban
melaksanakan syari’at islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Terdapat
hal yang sangat menarik perhatian juga yaitu pemakaian istilah hukum dasar yang
kenmudian diganti dengan istilah Undang-Undang Dasar. Hal ini menuntut keterangan keterangan Prof. Soepomo dalam rapat dalam
rapat tanggal 15 Juli 1945. Bahwa istilah hukum dalam bahasa belanda recht itu
meliputi tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan Undang-Undang Dasar adalah
hukum yang tertulis. Oleh karena itu tidak lagi digunakan istilah hukum dasar
rancangan yang harus disusun oleh panitia Perancang yang dibentuk dalam rapat
11 Juli, adapun istilah yang benar adalah Undang-Undang Dasar.Beberapa
keputusan penting yang patut diketahui dalam rapat BPUPKI kedua adalah sebagai
berikut : dalam rapat tanggal 10 Juli antara lain diambil keputusan tentang
bentuk negara. Dari 64 suara (ada beberapa anggota yang tidak hadir) yang pro
Republik 55 orang yang meminta kerajaan 6 orang. Adapun bentuk lain dan blangko
1 orang.
Pada tanggal 11 Juli 1945 keputusan yang penting adalah
tentang luas wilayah negara baru. Terdapat iga usul, yaitu (a) Hindia Belanda
yang dulu (b) Hindia Belanda ditambah Malayu, Borneo Utara (Borneo Inggris),
Irian Timur, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya dan (c) Hindia Belanda
ditambah Malaya, akan tetapi dikurangi dengan Irian Barat. Berdasarkan hasil
pengutan suara 66 orang suara yang memilih (a) Hindia belanda ada 19 ada yang
memilih (b) yaitu daerah yang terbesar yaitu jumlah yang banyak yaitu 39,
sedangkan yang memilih (c) ada 6 lain-lain daerah I serta blangka 1. Jadi pada
waktu itu angan-angan sebagian besar anggota Badan Penyelidik adalah menghendaki
Indonesia yang pada bulan Juli 1945 itu sebagian besar adalah wilayah Indonesia
kecuali Irian, Tarakan dan Morotai yang masih dikuasai Jepang.
G. Aktualisasi Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI.
Kemenangan sekutu dalam Perang Dunia membawa hikmah bangsa
Indonesia. Menurut pengumuman Nanpoo Gun (Pemerintahan Tentara Jepang untuk
seluruh daerah selatan), tanggal 7 Agustus 1945 (Kan Poo No. 72/2605k.11), pada
pertengahan bulan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau Dokuritu Zyumbi Inkai. Untuk keperluasn membentuk panitia itu
pada tanggal 8 Agustus Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta dan Dr. Radjiman
diberang-katkan ke Siagon atas panggilan Jendral Besar Terauci, Saiko Sikikan
untuk daerah selatan (Naapoo Gun), jadi penguasa tersebut meliputi kekuasaan
wilayah Indonesia. Menurut Soekarno, Jendral Terauci pada tanggal 9 Agustus
memberikan kepadanya 3 cap yaitu :
1.
Soekarno diangkat sebagai Ketua Panitia Persiapan
Kemerdekaan, Moh.Hatta sebagai Wakil ketua, Radjiman sebagai anggoata.
2.
Panitia persiapan-persiapan boleh mulai bekerja pada
tanggal 9 Agustus itu.
3.
Cepat atau Tidaknya pekerjaan Panitia diserahkan
sepenuhnya kepada Panitia.
Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritu Zyumb Inkai
itu sendiri atas 21 orang, termasuk ketua dan wakil ketua. Adapun susunan keanggotaan PPKI tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh.Hatta (Wakil ketua)
Adapun
anggota-anggotanya sebagai berikut :
3. Dr. Radjiman Widiodiningrat
4. Ki Bagus Hadikusumo
5. Oto Iskandardinata
6. Pangeran Purbojo
7. Pangeran Soejohamodjojo
8. Soetardjo Kartohadidjojo
9. Prof. Dr. Mr. Soepome
10. Abduil Kadir
11. Drs. Yap Tjwan Bing
12. Dr. Mohammad Amir (didatangkan dari Sumatra)
13. Mr.Abdul Abbas (didatangkan dari Sumatra)
14. Dr. Ratulangi (didatangkan dari Sulawesi)
15. Andi pengeran (didatangkan dari
Sulawesi)
16. Mr.Lamharhary
17. Mr.Pudja (didatangkan
dari Bali)
18. A.H. Hamidan (didatangkan dari
Kalimantan)
19. R.P Soeroso
20. Abdul Wachid
Hasyim
21. Mr. Mohammad
Hassan (didatangkan dari Sumatra)
Berbeda dengan Badan Penyelidik (Dokuritu Zyumbi Inkai),
dalam susunan kepanitiaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Penyelidik
(Dokuritu Zyumbi Inkai),tidak duduk seorangpun bangsa Jepang, demikian pula
dalam kantor tata usahanya. Sekembalinya dari Saigon pada
tanggal 14 Agustus 1946 di Kemayoran Ir. Soekarno mengumumkan dimika orang
banyak bahwa bangsa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat
mungkin), dan kemerdekaan bangsa Indonesia bukan merupakan hadiah Dari bangsa
Jepang melainkan perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itulah maka
ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Bangsa Indonesia kemudian menam-bahkan
sejumlah anggota atas tanggung jawabnya sendiri. Agar dengan demikian sifat
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu berubah menjadi badan pendahuluan
bagi Komite Nasional. Dalam bathinnya sebagai omite Nasional, Panitia Persiapan
Kemerdekaan itu menyelenggarakan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia
dan kemudian memilih presiden dan wakil presiden. Dalam hal ini untuk tidak
dilupakan bahwa anggota-anggotanya datang dari seluruh kepulauan Indonesia
sebagai wakil-wakil daerah masing-masing, kemudian ditambah dengan enam orang
lagi sebgai wakil golongan yang terpenting dalam masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang pada hakikatnya juga
sebagai Komite Nasional memiliki sifat representatif, sifat perwakilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut nyata bahwa Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang semula adalah merupakan badan bentukan
Pemerintahan Tentara Jepang, kemudian sejak Jepang jatuh dan kemudian
ditambahnya enam anggota baru atas tanggungan sendiri maka berubahlah sifatnya
dari badan Jepang menjadi badan nasional sebagai badan pendahuluan bagi Komite
Nasional. Adapun enam anggota baru tambahan tersebut adalah : (1)
Wiranatakusuma (2) KiHadjar Dewantara, (3) Kasman Singodimejo, (4) Sajuti
Malik, (5) Mr.Iwa Kusuma Sumantri, (6) Mr.Achmad Soebardjo.
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Setelah Jepang menyarahkepada sekutu, maka kesempatan itu
digunakan sebaik-baiknya oleh pejuang bangsa Indonesia. Namun terdapat
perbedaan pendapat dalam pelaksanaan serta waktu Proklamasi. Perbedaan itu
terjadi pada golongan pemuda antara lain : Sukarni , Adam Malik, Kusnaini,
Syahrir, Soedarsono, Soepomo dkk. Dalam masalah golongan ini gilongan pemuda
lebig bersikap agresifyaitu untuk lebih menghendaki kemerdekaan secepatnya
mungkin. Perbedaan itu memuncak dengan diamankannya Ir.Soekarno dan Moh. Hatta ke
Rengagdengklok, agar tidak mendapat pengaruh dari Jepang. Setelah diadakan
pertemuan di Pejambon Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945 dan diperoleh
kepastian bahwa Jepang telah menyerah, maka Dwitunggal Soekarno-Hatta setuju
untuk dilaksanakannya Proklamasi kemerdekaan, akan tetapi dilaksanakan di
Jakarta.
Untuk mempersiapkan Prokalmasi tersebut maka pada tengah malam,
Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard
(sekarang Jl. Imam Bonjol No.1 Jakarta) disitu telah berkumpul: B.M. Diah,
Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh dkk, untuk menegaskan
bahwa pemerintah Jepang tidak campur tangan dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan
larut malam dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M, Diah,
Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwa Kusuma sumantri dan beberapa anggota PPKI
bertugas merumuskan redaksi naskah proklamasi. Pada pertemuan tersebut akhirnya
konsep Soekarno-lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti melik.
Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat
pada hari Jum’at legi, jam 10 pagi waktu Indonesia Barat (jam 11.30 waktu
Jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan
dengan khidmad dan diawali dengan pidato sebagai berikut :
NASKAH PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan
Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta
, 17 Agustus 1945
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno
– Hatta
2. Sidang PPKI
Sidang pertama "PPKI" pada
tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan
kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi
politik dari pihak-pihak
kaum keagamaan yang
non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran
kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak
"Nasionalis")
guna meyakinkan pihak atau
tokoh-tokoh kaum Islam guna
dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta
Charter".
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan yaitu keesokan harinya pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang pertama. Sebelum sidang resmi,
dimulai kira-kira 20 menit dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa
perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah Panitia Pembukaan UUD 1945
yang pada saat itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta, terutama yang menyangkut
perubahan sila pertama Pancasila. Dalam pertemuan tersebut para pendiri negara
kita bermusyawarah dengan moral yang luhur sehingga mencapai suatu kesepakatan,
dan akhirnya disempurnakan sebagaimana naskah yang kita lihat dalam Pembukaan
UUD 1945 sekarang ini.
·
Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
Sidang
pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai
berikut :
a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945
yang meliputi :
·
Setelah
melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta yang kemudian berfungsi
sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
·
Menetapkan
rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan Penyelidik pada tanggal 17
Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan
perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
b. Memilih presiden dan wakil presiden
yang pertama.
c. Menetapkan berdirinya Komite Nasional
Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat.
Tentang
pembentukan Komite Nasioanl Indonesia Pusat, dalam masa transisi dari
pemerintahan jajahan kepada pemerintah nasional, hal itulah ditentukan dalam
pasal IV Aturan Peralihan. Adapun keanggotaan Komite Nasioanl adalah PPKI
sebagai panitia intinya ditambah dengan pemimpin-pemimpin rakyat dari semua
golongan, aliran dan lapisan masyarakat, seperti : Pamong Praja, Alim Ulama,
Kaum pergerakan, pemuda, pengusaha/pedagang, cendikiawan, wartawan dan golongan
lainnya. Komite Nasional tersebut dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 dan
diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo. Adapun perubahan yang menyangkut Piagam
Jakarta menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
Piagam
Jakarta
(1) Kata
Mukadimah
(2) Dalam
suatu Hukum Dasar
(3) Dengan
berdasarkan kepada
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan bagi pemeluk-pemeluknya.
(4) Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
|
Diganti
|
Pembukaan
UUD 1945
Pembukaan
Dalam
suatu UUD Negara….
Dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusia yang adil dan beradab.
|
Adapun perubahan
yang menyangkut pasal-pasal UUD sebagai berikut :
Rancangan
Hukum Dasar UUD 1945
(1) Istilah
“Hukum Dasar”
(2) Dalam
rancangan dua orang wakil presiden
(3) Presiden
harus orang Indonesia Asli yang beragama islam
(4) Dalam rancangan disebutkan ‘….. selama
pegang pimpinan perang, dipegang oleh Pemerintah Indonesia.
|
Diganti
Diganti
Diganti
|
Undang-Undang
Dasar
atas
usul Soepomo
Seorang
wakil presidenDalam suatu UUD Negara….
Presiden
harus orang Indonesia Asli
Dihapuskan.
|
Demikian
berbagai perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 beserta pasal-pasalnya.
·
Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
Pada sidang
kedua PPKI berhasil menentukan ketetapan berikut:
·
Tentang
daerah propinsi, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Jawa Barat.
2. Jawa Tengah
3. Jawa Timur
4. Sumatra
5. Borneo
6. Sulawesi
7. Maluku
8. Sunda
·
Untuk
sementara waktu kedudukan Kooti dan sebagainya diteruskankan seperti sekarang.
·
Untuk
sementara waktu kedudukan kota dan Gemeente diteruskan seperti sekarang.
Hasil
yang ketiga dalam sidang tersebut adalah dibentuknya Kemerdekaan, atau
Departemen yang meliputi 12 Departemen, sebagai berikut :
1. Departemen Dalam Negeri
2. Departemen Luar Negeri
3. Departemen Kehakiman
4. Departemen Keuangan
5. Departemen Kemakmuran
6. Departemen Kesehatan
7. Departemen Pengajaran, Pendidikan dan
Kebudayaan
8. Departemen Sosial
9. Departemen Pertahanan
10. Departemen Penerangan
11. Departemen Perhubungan
12. Departemen
Pekerjaan Umum (Sekertariat Negara, 1995: 461).
·
Sidang
Ketiga (20 Agustus 1945)
Pada sidang ketiga PPKI dilakukan pembahasan terhadap
angenda tentang ‘Badan Penolong Keluarga Korban Perang’. Adapun keputusan yang
dihasilkan adalah terdiri dari atas delapan pasal. Salah satu dari pasal tersebut ‘Badan
Kemanan Rakyat ‘ (BKR).
·
Sidang Kempat (22 Agustus 1945)
Pada sidang
keempat PPKI dilakukan pembahasan tentang Komite Nasional Partai Nasional
Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.
H.
Masa
Setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Pasca proklamasi
kemerdekaan RI, para tokoh – tokoh Indonesia berusaha membenahi tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu negara yang baru merdeka pasti
memerlukan suatu dasar negara dan pepempin yang mampu melaknakan dan memimpin
pemerintahan. selain itu juga perlunya membentuk bdan – badan atau lembaga yang
berpungsi membantu pemimpin negara untuk menjalankan tugasnya. Hal ini dapat
kita lihat dalam rapat PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 yang hasilnya adalah
mengesahkan Undang- Undang Negara, mengangkat Presiden dan wakil presiden.
Adapun hasil hasil rapat PPKI selanjutnya adalah membentuk alat – alat
perlengkapan negaraseperti membentuk komite nasional, kabinet pertama RI,
d.l.l. pokoknya membahas mengenai hal – hal yang berkaitan dengan politik
Indonesia. Namun keadaan politik Indonesia pada masa tersebut belum stbil atau
baik hal ini dapat dilihat dari seringnya perubahan kabinet dan masih terdapat
penyimpangan – penyimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan. Secara
ilmiah Proklamasi Kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut :
1.
Dari sudut ilmu hukum (secara yuridis) Proklamasi
merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial.
2.
Secara polotis ideologi Proklamasi mengandung arti bahwa
bangsa Indonesia terbebas dari dari penjajahan bagsa asing dan memiliki
kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri dalam suatu negara Proklamasi
Republik Indonesia.
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah
R.I. mengeluarkan 3 buah maklumat :
1.
Maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945
yang mengehntikan kekuasaan luar biasa dari presiden sebelum masa waktunya
(seharusnya berlaku selama 6 bulan). Kemudian Maklumat tersebut memberikan kekuasaan
MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
2.
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang
pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai
akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi
partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia Barat menilai bahwa
Negara Proklamasi sebagai negara Demokratis.
3.
Maklumat
Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ini mengubah sistem
Kabinet Presidentil menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan asas demokrasi
liberal.
Keadaan yang demikian
ini telah membawa ketidak stabilan di bidang politik. Berlakunya sistem
demokrasi liberal adalah jelas-jelas merupakan penyimpangan secara
konstitusional terhadap UUD 1945, serta
secara ideologis terhadap pPancasila. Akibat penerapan sistem kabinet
parlementer tersebut maka pemerintah Negara Indonesia mengalami jatuh bangunya
kabinet sehingga konsekuensi yang sangat serius terhadap kedaulatan negara
Indonesia saat itu.
1. Pembentukan
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari
Konsekuensi Meja Bundar (KBM) maka ditandatangani suatu persetujuan
(Mantelresolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil Pemerintah R.I di kota Den
Haag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis
anak-anak persetujuan hasil KMB lainya dengan Konstitusi RIS, antara lain:
a.
Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat
(federalis) yaitu 16 negara bagian (pasal. 1 dan 2)
b.
Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan
asas demokrasi leberal dimana Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh
kebijakan pemerintah kepada parlemen (pasal 118 ayat 2).
c.
Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali
jiwa dan semangat maupun isi pembukaanUUD 1945, Proklamasi sebagai naskah
proklamasi yang terinci.
2.
Terbentuknya NKRI
Tahun 1950
berdirinya negara RIS dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten
terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu
negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa
Pemerintahan Negara ………’ yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah negara Indonesia ……’ yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka
terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara
kesatuan yaitu dengan menggabungkan diri dengan negara Proklamasi RI yang
berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu negara RI yang berpusat di
Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja. Pada suatu
ketika negara bagian dalam RIS
tinggallah 3 buah negara bagian saja yaitu:
1. Negara bagian RI Proklamasi
2. Negara Indonesia Timur (NIT)
3. Negara Sumatera Timur (NST)
Akhirnya berdasarkan
persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara
bersatu dalam negara kesatuan dengan Konstitusi sementara yang berlaku sejak 17
Agustus 1950. Walaupun UUDS 1950
telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD
1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada pemerintah yang berasas
demokrasi liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap
Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
- Sistem
multi partai dan kabinet parlementer berakibat silih bergantinya kabinet
yang rata-rata hanya berumur 6 sampai 8 bulan. Hal ini berakibat tidak
mampunya pemerintah untuk menyusun program serta tidak mampu menyalurkan
dinamika masyarakat kearah pembangunan, bahkan menimbulkan pertendangan,
gangguan keamanan serta penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat.
- Secara
ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati
perumusan otentik pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of
Indevendence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar
negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga UUDS 1950,
adalah merupakan suatu strategi kearah negara RI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
3.
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
Pemilu tahun 1955 dalam
kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat, bahkan
mengakibatkan ketidakstabilan pada bidang politik, ekonomi, sosial maupun
hankam. Keadaan seperti itu disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Makin berkuasanya modal-modal raksasa
terhadap prekonomian Indonesia.
2. Akibat silih bergantinya kabinet, maka
pemerintah tidak mampu menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan
terutama pembangunan bidang ekonomi.
3. Sistem liberal yang berdasarkan UUDS
1950 mengakibatkan kabinet jatuh bangun, sehingga pemerintah tidak stabil.
4. Pemilu 1955 ternyata tidak mampu
mencerminkan dalam DPR suatu perimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya
hidup dalam masyarakat. Misalnya masih banyak kekuatan-kekuatan sosial politik
dari daerah-daerah dan golongan yang belum terwakili dalam DPR.
5. Faktor yang paling menentukan adanya
Dekrit Presiden adalah karena konstituante yang bertugas membentuk UUD yang
tetap bagi negara RI, ternyata gagal, walaupun telah bersidang selama dua
setengah tahun. Bahkan separuh anggota sidang menyatakan tidak akan hadir dalam
pertemuan-pertemuan konstituante. Hal ini disebabkan Konstituante yang
seharusnya bertugas untuk membuat UUD negara RI ternyata membahas kembali dasar
negara. Atas dasar hal-hal tersebut maka Presiden sebagai badan yang harus
bertanggung jawab menyatakan bahwa hal-hal yang demikian ini mengakibatkan
keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan kesatuan serta
keselamatan negara, nusa dan bangsa. Atas dasar inilah maka Presiden akhirnya
mengeluarkan Dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli 959, yang isinya:
- Membubarkan Konstituante
- Menetapkan berlakunya kembali UUD
1945 dan tidak berlakunya kembali UUDS tahun 1950.
- Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya
Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945
berlaku kembali di Negara Republik Indonesia hingga saat ini (Mardjo, 1978:
192). Dekrit adalah suatu putusan dari organ tertinggi (kepala negara atau
organ lain) yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit
dilakukan bilamana negara dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan negara
terancam oleh bahaya. Landasan hukum dekrit adalah ‘Hukum Darurat’ yang
dibedakan atas dua macam yaitu:
·
Hukum Tata Negara Darurat Subjektif
Suatu
hukum dalam tatanegara dalam arti subjektif yaitu suatu keadaan hukum ysng
memberi wewenang kepada organ tertinggi untuk bila perlu mengambil
tindakan-tindakan hukum bahkan kalau perlu melanggar undang-undang hak-hak
azasi rakyat, bahkan kalau perlu UUD. Contohnya adalah Dekrit Presiden dengan
membubarkan Konstituante serta menghentikan UUDS 1950 dan diganti dengan
memberlakukan UUD 1945.
·
Hukum Tatanegara Darurat Objektif
Hukum
Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberikan wewenang kepada organ tertinggi
negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum, namun tetap berlandaskan pada
konstitusi yang berlaku, contohnya adalah Surat Perintah 11 Maret 1966. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli
1959 keadaan tatanegara Indonesia sudah mulai berangsur-angsur stabil. Nampakya
keadaan yang demikian dimamfaatkan oleh kalangan komunis, bahkan dalam
pemerintahan juga tidak luput dari bahaya tersebut, yaitu dengan menambahkan
ideologi bahwa ideologi belum selesai dan bahwa ditekankan tidak akan selesai
sebelum tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Maka revolusi permanen
merupakan suatu nilai ideologis tertinggi negara. Maka dengan keadaan yang
demikian ini berlakulah hukum-hukum revolusi. Akibatnya terjadilah pemusatan
kekuasaan ditangan Presiden sehingga Presiden memiliki kekuasaan dibidang hukum
misalnya:
a.
Presiden
dengan penetapan Presiden membekukan DPR hasil pemilu 1955 yang kemudian
disusul dengan pembentukan DPR GR, yang anggota-anggotanya ditunjuk oleh
Presiden sendiri (lihat Penpres no. 3,4 tahun 1959).
b.
Dengan
sebuah Penpres dibentuklah MPRS sesuai dengan perintah Dekrit bahkan
pembentukan MPRS harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya yaitu
berdasarkan Penpres no 2/ 1959.
c.
Pembentukan
DPA oleh Presiden berdasarkan Penpres no 3/1959.
d.
Reorganisasi
kabinet/integrasi badan-badan kenegaraan tertinggi secara piramida didalam
tubuh kabinet, yaitu dengan dibentuknya Menkor (Menteri Koordinator) dan
Presiden dapat mengendalikan langsung secara sentral dengan melewati para
Menko, hal itu dilakukan dalam reorganisasi ‘100 menteri’.
Ideologi
Pancasila pada saat itu dirancang oleh PKI, yaitu digantinya dengan ideologi
Manipol Usdek serta konsep Nasakom. PKI pada saat itu berusaha mencengkeram
kekuatannya dengan membangun komunikasi internasional terutama dengan RRC.
Misalnya dengan dibukanya poros Jakarta-Peking. Peristiwa demi peristiwa yang
dicoba oleh komunis untuk menggantikan ideologi Pancasila. Peristiwa-peristiwa
itu antara lain dibangkitkan bangsa Indonesia untuk berkonfrontasi dengan
Malaysia peristiwa Kanigoro, Boyolali, Indramayu, Bandar Betsy dan sebagainya.
Puncak peristiwa tersebut yaitu meletusnya pemberontakan Gestapu PKI atau
dikenal dengan G 30 S PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut
kekuasaan yang syah negara RI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945,
disertai dengan pembunuhan yang keji dari pada Jendral yang tidak berdosa.
Pemberontakan PKI tersebut berupaya untuk mengganti secara paksa ideologi dan
dasar filsafat negara Pancasila dengan ideologi komunis Marxis.
Berkat
lindungan Allah Yang Maha Kuasa maka bangsa Indonesia tidak goyah walaupun akan
diganti dengan ideologi komunis secara paksa. Hal ini dikarenakan karena
Pancasila telah merupakan pandangan hidup bangsa serta sebagai jiwa bangsa. Atas
dasar peristiwa tersebut maka 1 Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia
sebagai ‘Hari Kesaktian Pancasila’.
4. Masa Orde Baru
Suatu tatanan masyarakat serta pemerintah sampai saat
meletusnya pemberontakan G30 S PKI dalam sejarah Indonesia disebut sebagai masa
‘Orde lama’. Maka tatanan masyarakat dan pemerintahan setelah meletusnya G 30 S
PKI sampai saat ini disebut sebagai ‘Orde Baru’, yaitu suatu tatanan masyarakat
dan pemerintahan yang menuntut dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Munculnya ‘Orde Baru’ diawali dengan munculnya aksi-aksi
dari seluruh masyarakat antara lain Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia
(KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI),
Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) dan lain sebagainya. Gelombang aksi rakyat
tersebut muncul dimana-mana dengan suatu tuntutan yang terkenal dengan Tritura
atau (Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat), sebagai perwujutan dari tuntutan rasa
keadilan dan kebenaran, adapun isi dari Tritura tersebut sebagai berikut:
1.
Pembubaran
PKI dan ormas-ormasnya
2.
Pembersihan
kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
3.
Penurunan
harga
Karena
orde lama akhirnya tidak mampu lagi menguasai pimpinan negara, maka
Presiden/Panglima tertinggi memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan
Darat Letnan Jendral Soeharto, yaitu dalam bentuk suatu ‘Surat Perintah 11
Maret 1966’ (Super Semar). Tugas pemegang Super Semar cukup berat, yaitu untuk
memulihkan keamanan dengan jalan menindak pengacau keamanan yang dilakukan oleh
PKI beserta ormas-ormasnya serta mengamankan15 menteri yang memiliki indikasi
terlibat G 30 S PKI dan lain-lainnya. (Mardoyo, 1978:200).
Sidang
MPRS IV/1966, menerima dan memperkuat Super Semar dengan dituangkan dalam Tap
no. IX/MPRS/1966. Hal ini berarti semenjak itu Super Semar tidak lagi
bersumberkan Hukum Tatanegara Darurat akan tetap bersumber pada kedaulatan
rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD 1945). Pemerintah Orde Baru kemudian melaksanakan
pemilu pada tahun 1973 dan terbentuknya MPR tahun 1973. Adapun misi yang harus
diemban berdasarkan Tap. No. X/MPR/1973 meliputi:
1.
Melanjutkan
pembangunan lima tahun dan menyusun serta melaksanakan Rencana Lima Tahun II
dalam rangka GBHN.
2.
Membina
kehidupan masyarakat agar sesuai dengan demokrasi Pancasila
3.
Melaksanakan
Politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan orientasi pada kepentingan
nasional.
Demikianlah
Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan program-programnya dalam upaya untuk
merealisasikan pem-bangunan Nasional sebagai perwujutan pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
saya IBU KARMILA posisi sekarang di malaysia
BalasHapusbekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
sempat saya putus asah dan secara kebetulan
saya buka FB ada seseorng berkomentar
tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
karna di malaysia ada pemasangan
jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
saya minta angka sama AKI NAWE
angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
terima kasih banyak AKI
kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 tak ada salahnya anda coba
karna prediksi AKI tidak perna meleset
saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan