Menyingkap Sejarah Pembelajaran Pendidikan IPS di
Indonesia
Oleh :
Hamid Darmadi
1.
Pendahuluan
Pembelajaran
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) di Indonesia tidak muncul begitu
saja, tetapi terjadi melalui pengalaman pembentukan berdirinyanhya negara
Indonesia dalam proses yasng panjang. Pembelajaran Pendidikan IPS Social
Studies dimasukankan dalam dalam kurikulum sekolah karena berbagai
masalah akibat industrialisasi di berbagai negara di dunia termasuk terjadinya
perubahan perilaku manusia akibat berbagai kemajuan dan perkembangan zaman. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mendorong industrialisasi menjadikan
bangsa ini semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan dampak perilaku
sosial yang kompleks yang tak terelakkan.
Para
ahli ilmu sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses
negatif yang mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut.
Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial kemasyarakatan tidak hanya
dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga dapat
dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat sekolah. Program
pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat sekolah merupakan
salah satu pendekatan yang dianggap lebih efektif dalam rangka membentuk
perilaku sosial pesertadidik ke arah yang diharapkan. Program pendidikan di
samping sebagai bentuk internalisasi dan transformasi pengetahuan juga dapat
digunakan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia disuatu negara siap menghadapi berbagai tantangan dan
problematika yang makin kompleks.
Latar
belakang perlu dimasukkannya Social studies (pendidikan IPS)
dalam kurikulum sekolah di berbagai negara termasuk Indonesia memiliki sejarah
dan alasan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Sebagai bahan perbandingan,
Negara Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi
yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari
berbagai macam ras, ektnik, sukiu dannagama. Di antaranya Ras Indian yang
merupakan penduduk asli, Rras kulit putih datang dari Eropa dan Ras Negro yang
didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara Amerika
dan berbagai Ras lainnya seperti Ras Asia semuanya membawa kosekuensinya yang
berbeda pula.
Latar
belakang dimasukkannya Pembelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) ke
dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan apa yang terjadi
di Amerika Serikat. Diantaranya seperti situasi Negara yang kacau dan
pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang
sangat rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi
nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya peristiwa G30S/PKI dan
berbagai masalah nasional lainnya maka di pandang perlu memasukan program
Pembelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) sebagai promosi untuk menanamkan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat, ke dalam kurikulum sekolah.
2. Perkembangan IPS Secara Umum
Secara
etimologi Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin
ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan
dasar manusia yang di organisasikan
dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogic/psikologis untuk tujuan pendidikan. Definisi berlaku untuk pendidikan
dasar dan menengah (Numan Sumantri Pakar pendidikan IPS Indonesia) sedangkan
untuk Pendidikan Tinggi dan LPTK menggunakan/menambahkan kata; “Seleksi”
dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang di organisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogic/psikologis untuk tujuan
pendidikan.
Ilmu
Pengetahuan Sosisal (IPS) merupakan terjemahan dari Social Studies. Perkembangan IPS dapat dilihat melalui
sejarah Social Studies yang dikembangkan oleh Amerika
Serikat dalam karya akademis yang dipublikasikan oleh National Council
for the Social Studies (NCSS) pada pertemuan organisasi tersebut tahun
1935 sampai sekarang. Dilihat darisisi Definisinya, “Social Studies” adalah ilmu-ilmu
sosial yang di sederhanakan untuk tujuan pendididkan, kemudian pengertian ini
dibakukan menjadi “Social Studies” yang meliputi aspek-aspek ilmu
sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, pisikologi, ilmu
geografi, filsafat, termasuk PPKn yang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan
pembelajaran di sekolah dan di perguruan tinggi.
Dalam
pengertian awal “Social Studies” tersebut diatas terkandung hal-hal
sebagai berikut:
a. Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial
b. Disiplin ini dikembangkan untuk
memenuhi tujuan pendidikan atau pembelajaran, baik pada
tingkat sekolah maupun tingkat pendidikan tinggi.
c. Aspek-aspek dari masing-masing disiplin
ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan tersebut.
Benyaknya
gerakan-gerakan yang muncul akibat dari tekanan yang cukup dahsyat untuk
mereformasi Social Studies. Mereka menganggap perlu
adanya perubahan pembelajaran Social Studies menjadi
pembelajaran yang berorientasi the integrated, reflected inquiry, and
problem centered (Barr, dkk.; 41-82) dan memperkuat munculnya
gerakan The new Social Studies.
Berdasarkan
pendapat para pakar, akhirnya para Sejarawan, ahli ilmu sosial, dan pendidikan
sepakat untuk melakukan reformasi Social Studies dengan
menggunakan cara yang berbeda dari sebelum pendekatan tersebut adalah dengan
melalui proses pengembangan kurikulum sekelompok pendidik, ahli psikologi, dan
ahli ilmu sosial secara bersama-sama mengembangkan bahan ajar berdasarkan
temuan penelitian dan teori belajar, kemudian diujicobakan di lapanagan,
selanjutnya direvisi, dan pada akhirnya disebarluaskan untuk digunakan secara
luas dalam dunia persekolahan.
Jika
dilihat dari Visi misi dan strateginya, Barr, dkk. (1978:1917) Social
Studies telah dikembangkan dalam tiga tradisi, yaitu:
1. Social Studies Taught
as citizenship Transmission. Bertujuan mengembangkan warga negara
yang baik sesuai dengan norma yang telah diterima secara baku dalam negaranya.
2. Social Studies Taught
as social Science. Juga
mengembangkan karakter warga negara yang baik yang ditandai oleh penguasaan
tradisi yang menitik beratkan pada warga Negara yang dapat mengatasi
masalah-masalah sosial dan personal dengan menggunakan visi dan cara ilmuan
sosial.
3. Social Studies Taught
as Reflective Inquiry. Menekankan
pada hal yang sama yakni pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria
yang berbeda yaitu dilihat dari kemampunnya dalam mengambil keputusan’
a. Program Social Studies mempunyai
tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa civic competence bukanlah
hanya menjadi tanggung jawab Social Studies.
b.
Program Social
Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari taman
kanak-kanak sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh keterpaduan “ …knowlwdge,
skill, and attitudes within and across disciplines (NCSS, 1994:3).
c.
Program Social
Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam construct
a knowledge base and attitude drawn from academic discipline as specialized
ways of viewing reality (NCSS, 1994:4).
d. Program Social Studies mencerminkan “
…the changing nature of knowledge, fostering entirely new and highly integrated
approaches to resolving issues of significance to humanity” (NCSS,
1994:5).
3. Perkembanga IPS di Indonesia
Istilah
IPS pertama kali muncul dalam seminar Nasional tentang Civic Education tahun
1972 di Tawangmagu Solo Jawa tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3
istilah dan digunakan secara tukar pakai, yaitu:
a. Pengetahuan sosial
b. Studi sosial
c. Ilmu Pengetahuan Sosial
Sedangkan dalam Kurikulum Menengah 4
tahun, digunakan istilah :
a. Studi Sosial sebagai mata pelajaran
inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah, dan ekonomi
sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS
b.
Pendidikan
Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan
c. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran
mayor pada jurusan IPS
a. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan
nama Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial
b.
Pendidikan
IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep payung untuk sejarah,
ekonomi, dan geografi.
c. Pendidikan Kewargaan, Negara sebagai
suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
a. Pendidikan Moral Pancasila sebagai
pengganti Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
b. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
c. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk
SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung untuk sejarah, ekonomi kopersi,
dan geografi.
d. Pendidikan IPS terpisah-pisah yang
mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi, dan geografi untuk SMA, atau sejarah
geografi untuk SPG.
a. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas
III-VI
b. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP
yang mencakup Geografi, Sejarah, dan Ekonomi Koperasi.
c. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang
meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-II, Ekonomi dan Geografi
di kelas I-II, Sejarah Budaya di kelas III Program IPS.
Dimensi
konseptual mengenai pendidikan IPS telah beberapa kali dibahas dalam rangkaian
pertemuan ilmiah, yaaitu pertemuan
HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di
Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993,
Konvrensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi
yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam
pertemuan di Ujung Pandang,
Prof.
M. Numan Soemantri, Pakar sekaligus Ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi
PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu:
a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan
Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial
dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan
secara ilmiah dan pedagosis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari didiplin ilmu-ilmu social dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagosis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
PIPS
untuk tingkat perguruan tinggi
Pendidikan Guru IPS dirkonsep-tualisasikan segabagai disiplin ilmu,
sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial
(PDIPS) Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan koseptual PDIPS,
dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu:
1. Karakteristik potensi dan perilaku
belajar siswa SD, SLTP, dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku
belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
3. Kurikulum dan bahan ajar IPS SD, SLTP,
dan SMU.
4. Disiplin ilmu-ilmu social, humaniora
dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori, prinsip, strategi, media, serta
evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah sosial, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berdampak social.
7. Norma agama yang melandasi dan
memperkuat profesionalisme.
IPS disekolah bertujuan
mempersiapkan peserta didik sebagai warga Negara yang baik (Good Citizenship) Sejak
tahun 1970 an istilah ilmu pengetahuan social mulai dikenal di Indonesia sebagaihasi
kesepakatan komjunitas akademik. Edgar Wesley (1937) mengatakan bahwa
Pendidikan IPS adalah ilmu Sosial yang disederhanakan untuktujuan
pedagogic IPS memiliki ke khasan
sebagai pendidikan disiplin ilmu yaitukajiannya bersifat terpadu (inbtergrated)
interdisipliner dan multi disipiliner. Pendidikan IPS yangbaru dikenal dan
dikembangkan dalam kurikulum Indonesia pada awal tahun 1970 an kini semakin
berkembang sejalan dengan perkembangan
pemikiran Negara maju.
Tujuan pendidikan IPS menurut
Gross dalamAl.Mushtar(2001) adalah mempersiapkan peserta didik menjadi warganegara
yang baik dalam masyarakat yang
mdemokratis.
Ada tiga tradisi dalam social studies, menurut
Robert Bart, James Barth dan Samuel J. Shermis, yaitu:
1.
IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social
Studies taught as Citizenship Transmission)
2.
IPS sebagai ilmu-ilmu sosial (Social Studies
taught as Social Science)
3.
IPS sebagai penelitian mendalam (Social Studies
taught as Reflective Inquiry)
Terdapat
empat kategori strategi pembelajaran IPS sebagai berikut:
Strategi pembelajaran yang menunjang kreativitas guru,
di antaranya adalah:
a. Strategi
Sinektik (Synectics). Strategi ini berasal dari W.J.J Gordon yang
merupakan strategi (teknik) berpikir kreatif menggunakan analogi dan metafora
(kiasan) untuk membantu pemikir menganalisis masalah dan mengembangkannya dari
berbagai sudut. Terdapat tiga jenis analogi yang digunakan dalam sinektik
yaitu: (1) analogi fantasi, (2) analogi langsung, (3). analogi pribadi. Yang
paling banyak digunakan dalam pembelajaran adalah analogi fantasi. Dalam
analogi fantasi, siswa mencari pemecahan masalah ideal untuk mencari solusi
bahkan yang aneh-aneh, tidak lazim tapi menarik.
b. Strategi
Sosiodrama. Sosiodrama
pada hakekatnya merupakan usaha pembelajaran untuk memainkan kembali suatu
insiden historis ataupun peristiwa-peristiwa sejarah. Sosiodrama juga
dapat menggambarkan secara artistik seluruh proses kehidupan manusia,
merefleksikan hidup dalam pertentangan tokoh, gerakan sosial, atau moral yang
timbul. Dalam sosiodrama didasarkan pada karya kreatif untuk menampilkan
kehidupan dari gambaran yang tak lengkap menjadi bentuk yang hidup dan
bergairah dalam realitas yang obyektif. Dalam Sosiodrama tedapat
komponen-komponen kegiatan: (1) menentukan tujuan pembelajaran, (2) menentukan
topik, (3) menentukan/memilih peran, (4) pemeranan adegan, (5) diskusi/evaluasi
pemeranan. Sosiodrama dapat dikatakan sebagai alat pendidikan dalam menghayati
karakter tokoh/pameran yang dimainkan tentunya tidak lepas dari upaya
karakterisasi nilai-nilai kejuangan yang diperankan siswa, yang pada gilirannya
diharapkan adanya transfer of learning pada pribadi siswa.
c. Strategi Studi Ekskursi Perjalanan. Studi Wisata
adalah suatu prosedur pembelajaran yang memberikan pengamatan langsung tentang
fenomena dan kumpulan data di tempat sebenarnya. Studi wisata merupakan strategi
pembelajaran dengan datang dan mengamati langsung objek pembelajaran. Hal ini
berbeda dengan studi pustaka atau studi ke perpustakaan. Tujuan dari studi
wisata adalah mempelajari sesuatu objek baik objek sejarah, geografi secara
konkret, menggunakan pengalaman sensori dan melatih murid dalam menerapkan
metodologi riset. Melalui studi wisata ini, siswa tidak hanya belajar hafalan
semata melainkan melakukan riset bersama langsung ke tempat yang dituju.
d. Strategi
Inkuiri Sosial. Strategi
inkuiri sosial pada hakekatnya sebagai suatu strategi pengembangan kemampuan
siswa untuk melakukan penyelidikan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial
terutama sebagai latihan hidup langsung di masyarakat. Pendekatan strategi ini
bertolak dari suatu keyakinan bahwa dalam rangka pengembangan kemampuan siswa
secara independen, penyelidikan masalah-masalah sosial sangat diperlukan
sebagai partisipasi aktif warganegara / warga masyarakat. Siswa dan sekolah
sebagai bagian dari masyarakat juga harus berkontribusi dalam pemikiran dalam
menghadapi permasalahan dalam kehidupan nyata di masayarakat. Sekolah tidak
hanya berkewajiban untuk memelihara nilai-nilai di masyarakat, tetapi juga
harus memberikan keaktifan kepada siswa yang secara kritis dalam menghadapi
masalah-masalah sosial yang muncul.
4. IPS
dalam Kurikulum 2013
Perkembangan
IPS dalam Kurikulum 2013, untuk jenjang SMP IPS merupakan mata pelajaran yang
mengkaji tentang isu-isu sosial dengan unsur kajiannya dalam konteks peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi. Tema yang dikaji dalam IPS adalah
fenomena-fenomena yang terjadi di masa lalu, masa sekarang, dan kecenderungan
di masa mendatang.
Pada jenjang
SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan
ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diharapkan dapat menjadi
warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab serta warga dunia
yang cinta damai. Materi disajikan terpadu, tidak dipisah dalam kelompok
Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
Terdapat
empat hal penting dalam perkembangan IPS pada kurikulum 2013 yakni:
1.
Bahwa IPS untuk SMP/MTs objek kajianya merupakan isu-isu sosial, dengan unsur kajianya
dalam konteks peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi. Hal ini dapat dipahami
karena isu-isu sosial dalam konteks peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi
pada hakikatnya menggambarkan dunia nyata (peristiwa) dan struktur keilmuan
(fakta, konsep dan generalisasi).
2.
Tema yang dikaji dalam IPS adalah fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat
baik masa lalu, masa sekarang maupun kecenderungan masa yang akan datang. Hal
ini maksudnya adalah bahwa dalam kajian pembelajaran IPS tidak lepas dari
proses masa lalu yang berkesinambungan maupun perubahan dengan masa sekarang
serta dapat diprediksi kecenderungan untuk masa depan.
3.
Materi IPS terdiri atas geografi, sejarah,
sosiologi dan ekonomi.
4.
Tujuan pembelajaran IPS adalah agar peserta didik menjadi warga negara Indonesia
yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Daftar Pustaka
Al Muchtar, Suwarma.
(2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
Daarmadi Hamid (2007) Pendidikan
Ilmu Sosial. Konsep Dasar dan Iplementasi Sosial. Bandung Alfabeta
Somantri, Numan. (2001).
Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sapriya (2009). Pendidikan IPS Konsep dan
Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Supardan, Dadang (2014). Pendidikan IPS:
Perspektif filosofi, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Prodi IPS Sekolah
Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. hlm. 188–190.
Supardan, Dadang (2014). Pendidikan IPS:
Perspektif filosofi, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. hlm. 20.
Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP UPI (2009). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Bandung: Imtima.
Wesley, Edgar Bruce.
(1950), Teaching Social Studies in high School. Lexington, D.C.: Heath and Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar