Moral, Nilai Moral dan Norrma
Oleh: Hamid Darmadi
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya,
dianggap sesuai dan bertingdak benar secara moral. Moral berasal
dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku
dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah, dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertingdak benar secara moral.
Hielden (1977) dan richard (1971) menhyebutkan moral sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan
tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan
terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral
atau moralitas merupakan pandangan tentang baik atau buruk, benar dan salah,
apa yang dapa dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan
seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau
kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia.
Moralitas mempunyai arti yang pada
dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal
yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana
seorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung
dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat,
peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun temurun
melalui agama atau kebudayan tertentu. Jika sebaliknyayang terjadi maka pribadi
itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau
prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara.
Filsup kondang Suseno (1998) menyebutkan
moral adalah ukuran baik-buruknya seseorang,
baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara.
Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan anak manusia
bermoral dan manusiawi. Sedangkan manurut Ouska dan Whellan (1997), moral
adalah prinsip baik buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang.
Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu
sistem yang berwujud aturan. Moral dan moralitas merupakan kualitas
pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa
dilihat dari cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun
menjalankan aturan.
Ada beberapa pakar yang mengembangkan
pembelajaran nilai moral, dengan tujuan membentuk watak atau karakter anak.
Pakar-pakar tersebut diantaranya adalh Newman, Simon, Howe, dan Lickona. Dari
beberapa pakar tersebut, pendapat Lickona (1992) tersebut dikenal dengan education
for character atau pendidikan karakter/watak untuk membangun karakter
atau watak anak. Pemikiran Lickona mengacu pada pemikiran filosofi Michael Novak yang berpendapat bahwa watak/karakter
seseorang dibentuk melalui tiga aspek yaitu; moral knowing, moral feeling,
dan moral behavior, yang satu sama
lain saling berhubungan dan terkait.
Lickona menggarisbawahi pemikiran
Novak. Ia berpendapat bahwa pembentukan karakter anak dapat dilakukan melalui
tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral
feeling), dan perilaku moral (moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan
sikap karakter anak pun dapat dilihat dari tiga spek, yaitu konsep moral, sikap
moral, dan perilaku moral. Pemikiran Lickona ini mengupayakan dapat digunaka untuk
membentuk watak anak, agar dapat memiliki karakter demokrasi. Oleh karena itu,
materi tersebut harus menyentuh tiga asfek teori (Lickona) sebagai berikut;
1.
Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarnes),
pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective
talking), penalaran moral (reasoning), pengambilan keputusan (decison making),
dan pengetahuan diri (self knowledge).
2.
Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati
(conscience), rasa pecaya diri (self esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the
good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (and hmanity).
3.
Perilaku moral (moral
behavior) mencakup kemampuan (compalance),
kemauan (will dan kebiasaan (habbit).
Dapat
disimpulkan bahwa pengertian moral adalah suatu tuntutan perilaku yang baik
yang dimiliki seseorang individu
sebagai moralitas, yang tercermin dalam pemikiran/
konsep, sikap, dan tingkah laku.
1.
Nilai Moral
Kehidupan manusia dalam
masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok, senantiasa
berhubungan dengan nilai-nilai, norma, dan moral. Kehidupan masyarakat dimanapun
tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai, norma, dan moral,
akan memberi motivasi dan arah seluruh anggota masyarakat untuk berbuat,
bertingkah, dan bersikap. Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga,
berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan
martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan
salah satu wujud kebudayaan, di samping sistem sosial dan karya.
Cita-cita, gagasan, konsep,
ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena
itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau
sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Dalam menghadapi alam sekitarnya,
manusia didorong untuk membuat hubungan yang bermakna melalui budinya. Budi
manusia menilai benda-benda itu, serta kejadian yang beraneka ragam di
sekitarnya dan dipilihnya menjadi kelakukan kebudayaannya. Proses pemilihan itu
dilakukan secara terus-menerus. Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu nilai teori, nilai
ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik, dan nilai religi. Dalam
memilih nilai- nilai, manusia menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan
menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya.
Apabila tujuan penilaian itu
untuk mengetahui identitas benda serta kejadian yang terdapat di sekitarnya,
maka terlihat proses penilaian teori yang menghasilkan pengetahuan yang disebut
nilai teori. Jika tujuannya untuk menggunakan benda- benda atau kejadian,
manusia dihadapkan kepada proses penilaian ekonomi, yang mengikuti nalar
efisiensi untuk memenuhi kebutuhan hidup, disebut nilai ekonomi. Perpaduan
antara nilai teori dan nilai ekonomi itu merupakan aspek progresif dari
kebudayaan manusia.
Apabila manusia menilai alam
sekitar sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam semesta, di situlah tampak
nilai religi, yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang suci. Jika manusia
mencoba memahami yang indah, kita berhadapan dengan proses penilaian estetik.
Perpaduan antara nilai religi dan nilai estetik yang lebih menekankan kepada
intuisi, rasa, dan imajinasi, merupakan aspek ekspresif dari kebudayaan. Nilai
estetik mempunyai kedudukan yang khusus karena nilai itu bukan hanya menyangkut
keindahan yang dapat memperkaya batin, tetapi juga berfungsi sebagai media yang
memperhalus budi pekerti.Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia
dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur. Sedangkan nilai politik
berpusat kepada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat maupun politik (Darmadi Hamid 2008).
Dalam UU No.2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 (2) dinyatakan bahwa di
setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila.
Dengan adanya pendidikan Pancasila dapat dipelajari apa-apa saja yang termuat
dalam kandungan pendidikan Pancasila.
Dalam kandungan
pendidikan Pancasila terdapat banyak hal penting yang harus diketahui dan
ditaati seperti peraturan-peraturan maupun norma-norma serta nilai dalam
berbangsa dan bernegara yang terdapat dalam Pancasila. Oleh karena itu,
berikut ini adalah pembahasan mengenai moral dan nilai yang terkandung didalam
Pancasila yang diharapkan dapat membantu kita semua untuk memahami mengenai
moral serta nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) atau kesusilaan,
tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada
aturan-aturan, (misalnya aturan berlalu lintas) kaidah-kaidah dan norma
(misalnya norma agama) yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, maka pribadi itu
dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan,
prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika, moral
hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai,
norma, dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam
berbagai asfeknya. Sedangkan
Pengertian Moral Menurut Para Ahli disebutkan sebagai berikut:
a.
Chaplin, 2006 menyebutkan : Moral mengacu pada
akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat
kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
b.
Hurlock (Edisi ke-6, 1990) : mengatakan bahwa
perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial.
Moral sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral
dikendalikan konsep konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi
kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
c.
Webster New word Dictionary (Wantah, 2005): menyebutkan moral
adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan
benar salah dan baik buruknya tingkah laku.
d.
Maria
Assumpta : Menyebutkan Moral adalah aturan aturan (rule) mengenai sikap (attitude) dan perilaku manusia (human
behavior) sebagai manusia. Hal ini mirip bila dikatakan bahwa orang yang
bermoral atau dikatakan memiliki moral adalah manusia yang memanusiakan orang
lain.
e.
Sonny Keraf : mengatakan moral merupakan sebuah tolak ukur. Moral
dapat digunakan untuk mengukur kadar baik dan buruknya sebuah tindakan manusia
sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat (member of society) atau
sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan tertentu.
f.
Zainuddin Saifullah mengatakan : bahwa pengertian moral
adalah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang
mengatur perilaku seseorang dan masyarakat. Pengertian moral kali ini erat
hubungannya dengan akhlak manusia ataupun fitrah manusia yang diciptakan memang
dengan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
g.
Imam Sukardi : Menyebutkan moral adalah kebaikan
kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran ukuran tindakan yang diterima oleh
masyarakat atau umum, meliputi kesatuan sosia maupun lingkungan tertentu.
Disini, dapat anda perhatikan bahwa pengertian moral selalu dihubungkan dengan
adat istiadat suatu masyarakat.
h.
Wantah (2005) : Moral adalah sesuatu yang harus
dilakukan atau tidak ada hubungannya dengan kemampuan untuk menentukan siapa
yang benar dan perilaku yang baik dan buruk.
i.
W.
J. S. Poerdarminta
: Menyatakan bahwa ajaran moral dari perbuatan baik dan buruk dan perilaku.
j.
Baron dkk : Mengatakan bahwa moral yang terkait
dengan pelarangan dan mendiskusikan tindakan yang benar atau salah.
Suseno (1998)
menambahkan Moral adalah ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai pribadi
maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan menurut Ouska dan
Whellan (1997), moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri
individu/seseorang. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian moral adalah suatu tuntutan prilaku yang baik yang dimiliki individu
sebagai moralitas, yang tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah
laku.
3.
Pengertian Norma
Kata
norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Norm” yang artinya patokan, pedoman atau
pokok kaidah. Namun beberapa pendapat mengatakan bahwa istilah norma berasal
dari bahasa latin, “Mos” yang artinya kebiasaan, tata kelakuan, atau adat
istiadat. Norma biasanya berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu.
Misalnya dalam suatu etnis atau negara tertentu. Namun, ada juga norma yang
berlaku bagi semua manusia dan sifatnya universal.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) norma/norma/ n 1 aturan atau
ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan,
tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima: setiap warga masyarakat harus menaati
-- yang berlaku; 2 aturan,
ukuran, atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau
memperbandingkan sesuatu.
Bertolakdari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: Norma adalah kaidah, pedoman, acuan, atau ketentuan yang
berperilaku baik
bagi individu maupun kelompok dalam
berinteraksi antar individu, kelompok atau masyarakat saat menjalani kehidupan bersama. Bagi yang melanggar norma-norma tersebut, akan
dikenakan sanksi sesuai aturan norma yang berlaku.
Sanksi
yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya
seperti budaya dan adat. Ada atau tidak
adanya norma diperkirakan mempunyai dampak dan pengaruh atas bagaimana
seseorang berperilaku. Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk
sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan
norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat
berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau
wajar. Norma memiliki kekuatan dan bersifat memaksa.
Keberadaan
norma dalam masyarakat bersifat memaksa
individu atau kelompok agar bertindak
sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun
agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan. Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang
melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman (Darmadi
Hamid 2008). Norma dapat digolongkan dalam lima macam/tingkatan sebagai berikut:
a.
Norma
Kesusilaan adalah norma yang mengatur hidup manusia yang berlaku secara umum
dan bersumber dari hati nurani manusia.Contoh norma kesusilaan adalah jujur dalam berperkataan dan perbuatan ,
menghormati sesama manusia, membantu orang lain yang membutuhkan, tidak
mengganggu orang lain, membayar/ mengembalikan
jika berhutang, menepati jika berjanji dan sebagainya.
b. Norma Sosial adalah
kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat
dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan
sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam
menjalani interaksi sosialnya.
c.
Norma
Kesopanan merupakan seperangkat aturan yang memandu tingkah
laku, sikap dan tindak tanduk manusia agar sesuai dengan kaidah sopan santun
dalam pergaulan, lingkungan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
d.
Norma Hukum adalah
aturan aturan yang bersumber pada atau di buat oleh lembaga negara yangg
berwenang atau oleh oleh lembaga-lembaga tertentu,
misalnya institusi,pemerintah,
sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat
berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran
terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, atau
hukuman mati).
e. Norma
Agama adalah aturan atau Kaidah, yang berfungsi sebagai petunjuk,
pedoman hidup yang berasal dari Tuhan yang
disampaikan melalui utusan-Nya yang berisi perintah, larangan dan
anjuran-anjuran. Petunjuk hidup atau aturan yang ada dalam norma agama sifatnya
pasti dan tidak perlu diragukan lagi, karena berasal secara langsung dari Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian, norma agama dapat memperkuat norma lainnya, sehingga
keberadaan norma ini sangat kuat dan dapat mempengaruhi seseorang dalam
bertingkah laku
Tujuan dari norma agama adalah
agar manusia menjadi lebih baik dalam bersikap, termasuk menjauhi
larangan-larangan Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Norma agama memiliki perbedaan dengan norma lainnya, karena pada dasarnya norma
ini mengarah langsung kepada hati seorang manusia. Selain itu, norma agama
mengatur hubungan vertikal, antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Contoh-contoh norma
agama misalnya adalah:
1. Rajin beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan, berdoa sebelum makan, sebelum tidur,
sebelum perjalanan, sebelum belajar, sebelum memasuki
tempat ibadah, dll.
2. Tidak mencuri barang atau sesuatu yang
bukan milik sendiri.
3. Tidak menghina maupun mencela orang
lain.
4. Tidak melukai atau membunuh orang
lain.
5. Bersikap jujur
4. Nilai dalam Pancasila
Nilai atau “value”
termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan
dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai
ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk
menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu
tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. Menurut Walter G. Everett, nilai dibedakan menjadi lima bagian sebagai berikut:
1. Nilai-nilai ekonomi (economic
values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan sistem ekonomi. Hal ini
berarti nilai-nilai tersebut mengikuti harga pasar.
2. Nilai-nilai rekreasi (recreation
values) yaitu nilai-nilai permainan pada waktu senggang, sehingga
memberikan sumbangan untuk mensejahterakan kehidupan maupun memberikan
kesegaran jasmani dan rohani.
3. Nilai-nilai perserikatan (association values) yaitu nilai-nilai yang meliputi berbagai
bentukperserikatan manusia dan persahabatan kehidupan keluarga, sampai dengan
tingkat internasional.
4. Nilai-nilai kejasmanian (body
values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan kondisi jasmani seseorang.
5. Nilai-nilai watak (character
values) nilai yang meliputi semua tantangan, kesalahan pribadi dan sosial
termasuk keadilan, kesediaan menolong, kesukaan pada kebenaran, dan kesediaan
mengontrol diri.
Sedangkan menurut Notonagoro, seorang
Filsof Indonesia menyebutkan bahwa nilai
itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
unsur jasmani manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk dapat mengadakan kegiatan/aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
rohani manusia. Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 (empat) macam
yaitu:
1. Nilai kebenaran/kenyataan-kenyataan yang bersumber kepada
unsur akal manusia (ratio, budi, cipta).
2. Nilai keindahan yang bersumber pada rasa manusia (perasaan,
aestitis).
3. Nilai kebaikan atau moral, yang bersumber pada
kehendak/kemauan manusia (karsa, etis).
4. Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, nilai
kerohanian yang tertinggi dan mutlak.
Nilai religius berhubungan
dengan nilai penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk
memahami arti dan makna kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi sebagai
sumber moral yang dipercayai sebagai rahmat dan rida Tuhan. Dalam pelaksanaannnya,
nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran, dan kriteria sehingga
merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki, atau
tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan
kehidupan setiap manusia. Nilai berada dalam hati nurani, kata hati, dan
pikiran sebagai suatu keyakinan, dan kepercayaan yang bersumber dari berbagai
sistem nilai.
Nilai-nilai ini
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia yang mempunyai nilai yang
non-material (spiritual). Nilai
manusia relatif dapat diukur dengan mudah melalui alat-alat pengukur. Sedangkan
nilai-nilai rohaniah tidak dapat diukur dengan akal budi murni manusia oleh
karena itu lebih sulit mengukur (nilai
spiritual). Dalam hubungannya dengan filsafat, nilai merupakan salah satu
hasil pemikiran filsafat yang oleh pemikirnya dianggap sebagai hasil maksimal
yang paling benar, bijaksana, dan baik. Bagi manusia nilai dijadikan alasan
atau motivasi dalam segala perbuatannya. Dalam bidang pelaksanaannya, nilai itu
dijabarkan dalam bentuk kaidah/norma/ukuran (normatif) sehingga merupakan suatu keharusan atau merupakan
larangan atau tidak diinginkan (Darmadi Hamid 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar