A. KONSEP DASAR
TEORI BELAJAR
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena
itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pembelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli mengadakan penelitian eksperimental
tentang teori belajar,
walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek
penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada
pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat
melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa
eksperimen itupun dapat berlaku bahkan dapat lebih berhasil pada manusia,
karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu
untuk belajar antara lain sebagai berikut:
1. Adanya sifat
ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat
kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3.
Adanya keinginan untuk
mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
4.
Adanya keinginan untuk
memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi
maupun dengan kompetensi;
5. Adanya keinginan
untuk mendapatkan rasa aman;
6. Adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
B. MACAM-MACAM
TEORI BELAJAR
Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori
belajar seperti (Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret Bell, 1986) memaparkan
tentang teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam
empat kelompok atau aliran meliputi:
1. ALIRAN BEHAVIORISTIK (Tingkah
Laku)
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik), tidak lain
adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak
berkarya dalam aliran ini antara lain; Thorndike, (1911); Wathson, (1963);
Hull, (1943); dan Skinner, (1968).
a). Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar
adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku
boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret
(tidak bias diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis” (connectionism).
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal)
ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan
tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha
mencoba itu kemudian secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi
tuntutan situasi, maka perbuatan yang cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena
latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan
perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut
Thorndike melalui proses: 1). Trial and error (mencobva-coba
dan mengalami kegagalan), dan 2). Law of effect, yang berarti
bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok
dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baknya.
b). Watson
Berbeda
debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus
dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati”(observable).
Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin
terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu diketahui.
Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak
penting. Semua itu penting, akan tetapi factor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.[8]
c). Clark Hull
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata
tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam
berbagai eksperimen dalam laboratorium.
Hal yang sangat penting dalam proses belajar menurut Hull ialah adanyaIncentive
motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah
(revaro) berubah.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas,
adalah sebagai berikut:
1.
Teori belajar didasarkan
pada Drive-reduction atau drive stimulus reduction.
2.
Intruksional obyektif harus
dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3.
Ruangan kelas harus dimulai
dari yang sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya proses belajar.
4.
Pelajaran harus dimulai dari yang
sederhana/ mudah menuju kepada yang lebih kompleks/ sulit.
5.
Kecemasan harus ditimbulkan
untuk mendorong kemauan belajar.
6.
Latihan harus didistribusikan
dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi. Dengan perkataan lain,
kelelahan tidak boleh menggangu belajar.
7.
Urutan mata pelajaran diatur
sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak menghambat tetapi
justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran
berikutnya.
d). Edwin Guthrie
Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran
penting dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak
perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya
di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali
oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil
menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali
melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan
stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini
tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin mempopulerkan ide tentang
“penguatan” (reinforcement).
e). Skinner
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa
program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau
program-program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor penguat
(reinforcement),adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori
skinner.
Prinsip belajar Skinner adalah :
1.
Hasil belajar harus segera
diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi
penguat.
2.
Proses belajar harus mengikuti
irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
3.
Dalam proses pembelajaran lebih
dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu
lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
4.
Tingkah laku yang diinginkan
pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya
jadwal variable ratio reinforcer.
5. Dalam
pembelajaran digunakan shapping.
2. ALIRAN
KOGNITIF
a). Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat,
bahwa proses
belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). Asimilasi, 2).Akomodasi,
dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan).
Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru
ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi
adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b). Ausubel
Ausubel percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga
manfaat;
1.
Dapat menyediakan suatu
kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
2.
Dapat berfungsi sebagai
jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat ini dengan apa
yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;
3.
Mampu
membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c). Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu
bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu
bersifat preskriptif. Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori
pembelajaran menguraikan bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.[16]
3. ALIRAN
HUMANISTIK
a). Bloon dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin
dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;
1). Kognitif
1.
Kognitif terdiri dari enam
tingkatan yaitu :
2.
Pengetahuan (mengingat, menghafal)
3.
Pemahaman(menginterprestasikan)
4.
Aplikasi (menggunakan konsep
untuk memecahkan suatu masalah)
5.
Analisis (menjabarkan suatu
konsep)
6.
Sintesis (menggabungkan bagian-bagian
konsep menjadi suatu konsep utuh)
7.
Evaluasi (membandingkan nilai,
ide, metode, dan sebagainya)
2). Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
1.
Peniruan (menirukan gerak).
2.
Penggunaan (menggunakan konsep
untuk melakukan gerak).
3.
Ketepatan (melakukan gerak dengan
benar).
4.
Perangkaian (beberapa gerakan
sekaligus dengan benar).
5.
Naturalisasi (melakukan gerak
secara wajar).
3). Afektif
Afektif terdiri
dari lima tingkatan;
1.
Pengenalan (ingin menerima, sadar
akan adanya sesuatu)
2.
Merespons (aktif berpartisipasi)
3.
Penghargaan (menerima
nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)
4.
Pengorganisasisan
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
5.
Pengamalan (menjadikan
nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup).[17]
b). Kolb
Sementara itu, seorang ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar
menjadi empat tahap, yaitu;
1. Pengalaman
konkret
2. Pengamatan
aktif dan reflektif
3. Konseptualisasi
4. Ekperimen
aktif
Pada tahap paling pertama dalam proses belajar, seorang siswa
hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai
kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi
aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori”
tentang suatu hal yang diamatinya. Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif),
siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru.
c). Honey dan
Mumford
Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa.
Menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;
1). Aktivis
2). Reflector
3). Teoris, dan
4). Pragmatis[19]
d). Habermas
Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar
sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia.
Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian,
yaitu;
1). Belajar teknis (technical learning)
2). Belajar praktis (practical learning)
3). Belajar emansipatoris (emancipatory learning).[20]
4. ALIRAN
SIBERNETIK
a). Landa
Landa merupakan
salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut Landa, ada dua
macam proses berfikir. Pertama, disebut proses berfikiralgoritmik, yaitu
berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu. Jenis
kedua, adalah cara berpikir heuristic, yakni cara berpikir
divergen, menuju kebeberapa target sekaligus.[21]
b). Pask dan Scott
Ahli lain adalah pemikirannya beraliran sibernetik adalah pask dan
Scott.Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan
pendekatanalgoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholoist) tidak
sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang
cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita
amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu
ke bagian-bagian yang lebih kecil.[22]
C. RANGKUMAN
TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI
1.
Perkembangan teori belajar secara
umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi:
a.
Aliran Behavioristik (Tingkah
Laku)
b.
Aliran Kognitif
c.
Aliran Humanistik
d.
Aliran Sibernetik
2. Pandangan teori belajar menurut
aliran Behavioristik (Tingkah Laku) adalahperubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.Menurut aliran Kognitif adalah proses belajar
sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan) menurut Piaget. Menurut aliran Humanistik adalah apa
yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, tercakup dalam tiga
kawasan yaitu kognitif, psikomotor, afektif menurut Bloom dan
Krathowl.Menurut
aliran Sibernetik adalah ada dua macam
proses berfikir yaitu berfikiralgoritmik, yaitu
berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu, berpikirheuristic,
yakni cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus, menurut Landa.
D. PENTINGNYA MOTIVASI
BELAJAR
1. Pengertian Motivasi Belajar
Kata motivasi berasal dari bahasa Latin
yaitu movere, yang berarti bergerak
(move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat
mereka tetap melakukannya,dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Hal ini berarti bahwa konsep motivasi
digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan),
intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang
sesungguhnya (Pintrich, 2003).
Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang
memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh
energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar,
maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,
yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu
dapat tercapai (Sardiman, 2000).
Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas,
Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon
kognitif, yaitu kecenderungan
siswa
untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi
belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga
bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang
mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam
aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan
yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan.
Siswa
yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut
memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi
belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam
mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).
2. Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Terdapat dua aspek dalam teori motivasi
belajar yang dikemukakan oleh
Santrock
(2007), yaitu:
a.
Motivasi
ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara
untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif
eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam
menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari
hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya
adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan
keahlian.
b.
Motivasi
intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu
sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada
mata pelajaran yang diujikan itu. Murid
termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi
tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang
mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan
pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
1.
Motivasi
intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan
ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri,
bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan
meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung
jawab personal atas pembelajaran mereka.
2.
Motivasi
intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi
ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas
serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi
juga tidak terlalu mudah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi motivasi
belajar siwa, yaitu:
a. Harapan guru
b. Instruksi langsung
c. Umpanbalik (feedback) yang tepat
d. Penguatan dan hadiah
e. Hukuman
Sebagai pendukung kelima faktor di atas,
Sardiman (2000) menyatakan bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk
menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar adalah:
a.
Pemberian
angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan tujuan utama yaitu
untuk mencapai angka/nilai yang baik.
b.
Persaingan/kompetisi
c.
Ego-involvement,
yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan
harga diri.
d.
Memberi
ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat belajar kalau
mengetahui akan ada ulangan.
e.
Memberitahukan
hasil, hal ini akan mendorong siswa
untuk lebih giat belajar
f.
terutama
kalau terjadi kemajuan.
g.
Pujian,
jika ada siswa yang berhasil
menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini merupakan bentuk penguatan positif.
4.
Motivasi Belajar pada Anak Berbakat
Menurut Heward (1996), karakteristik perilaku
belajar dengan motivasi tinggi
yang
dimiliki oleh anak berbakat, yaitu:
a.
Konsisten
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya.
b.
Senang
mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya memerlukan sedikit
pengarahan.
c.
Ingin
belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi.
d.
Memiliki
kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah menangkap
pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, daya konsentrasi baik, dan lain
sebagainya.
E. KETERAMPILAN GURU MENGAJAR
1. Pengertian Keterampilan Guru Mengajar
Keterampilan guru mengajar merupakan salah
satu jenis keterampilan yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki keterampilan
mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik yang
berimplikasi pada motivasi belajar dan peningkatan kualitas lulusan sekolah
(Uno, 2006). Sejalan dengan pernyataan Uno di
atas, Boyer (dalam Elliot dkk, 1999) menyatakan bahwa keterampilan guru
mengajar berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi dengan siswa, pengetahuan
yang dimiliki serta bagaimana menginformasikan pengetahuan tersebut kepada siswa sehingga siswa menjadi sadar
terhadap pengetahuan tersebut. Pintrich & Schunk (2002) menambahkan bahwa
guru yang memiliki keterampilan mengajar akan menerapkan praktekpraktek
pengajaran yang bervariasi dalam kelas mereka.
2. Aspek-Aspek Keterampilan Guru Mengajar
Terdapat enam aspek yang menggambarkan
keterampilan guru mengajar (Pintrich & Schunk, 2002). Keenam aspek tersebut
yaitu:
a. Mengulas pembelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan
dengan pengulangan singkat mengenai pembelajaran sebelumnya, periksa tugas
yang diberikan di hari sebelumnya, dan ajarkan kembali materi tersebut jika
dibutuhkan. Keterampilan ini bertujuan untuk membantu mempersiapkan siswa dalam
belajar materi yang baru dan menciptakan kesadaran awal mengenai kemampuan
siswa dalam belajar. Selain itu, guru dapat mengeluarkan informasi di dalam
memori jangka panjang siswa dan memberikan suatu struktur kognitif untuk
memasukkan materi baru. Akan lebih mudah bagi siswa untuk memperoses informasi
jika mereka menggabungkan informasi baru dengan pembelajaran sebelumnya karena
akan membangun jaringan pengetahuan yang lebih terorganisir.
b.
Memberikan materi
baru.
Pemberian materi baru dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sederhana
serta instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail. Langkah-langkah yang
sederhana bertujuan untuk memastikan bahwa kemampuan siswa dalam memproses
informasi tidak berlebihan (overload) dan siswa dapat memproses informasi
dengan efektif dan menyimpannya dalam memori sebelum materi yang baru
diberikan. Instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail bertujuan untuk
memastikan siswa memahami isi materi dan tidak terikat dalam proses mental yang
kompleks untuk memahami apa yang guru katakan.
c. Memberikan latihan. Latihan yang diberikan harus disertai
dengan bimbingan guru sehingga guru dapat memeriksa pemahaman siswa. Latihan
merupakan suatu bentuk dari pengulangan, yang akan membantu untuk
mengorganisasikan dan menyimpan informasi dalam memori. Dengan latihan yang
berulang, materi dan keahlian yang dipelajari dapat dipahami dengan sedikit
perhatian.
d. Memberikan umpan balik (feedback). Umpan balik
merupakan sumber lain dari pembelajaran yang efektif. Guru yang memberitahukan
kepada siswa bahwa penampilan mereka baik, memberikan informasi yang
benar saat terjadi kesalahpahaman pada siswa, dan jika dibutuhkan mengajarkan
kembali materi yang belum dipahami siswa akan membantu memperkuat kesadaran
awal siswa mengenai kemampuan mereka dalam belajar.
e.
Memberikan
latihan mandiri. Latihan mandiri dapat meningkatkan kemampuan. Siswa yang bisa
mengerjakan tugas karena kemampuan mereka sendiri akan merasa sangat mampu
dalam belajar dan termotivasi untuk meningkatkannya.
f. Mengulas kembali
materi yang telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan).
Pengulangan secara periodik dimana siswa memiliki penampilan yang baik
menunjukkan bahwa siswa telah belajar dan mempertahankan informasi, yang akan
meningkatkan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut
memastikan kepercayaan siswa mengenai kemampuan mereka.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru
Mengajar
Borich (1996) menyatakan terdapat empat hal
yang mempengaruhi keterampilan guru dalam mengajar, yaitu karakteristik
kepribadian (seperti motivasi berprestasi, ketepatan (directness), dan
fleksibilitas), sikap (seperti motivasi untuk mengajar, empati terhadap siswa,
dan komitmen), pengalaman (seperti lama mengajar, pengalaman dalam mengajar suatu materi, dan pengalaman
pada level kelas tertentu), dan bakat atau prestasi (seperti skor pada tes
kemampuan, indeks prestasi, dan hasil evaluasi mengajar). Mengenai Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar,
Kepribadian Sikap Pengalaman dan
Bakat/Prestasi Untuk lebih jelasnya,
keempat faktor tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
1.
Suka
memberi kebebasan (permissiveness) Motivasi untuk mengajar Lama mengajar Ujian
guru tingkat nasional
2.
Dogmatisme Sikap terhadap siswa Pengalaman dalam
mengajar suatu materi Ujian kelulusan
3.
Otoritarian Sikap terhadap proses mengajar Pengalaman
pada level kelas tertentu Tes Bakat Skolastik
(Scholastic Aptitude Test), terdiri dari verbal dan kuantitatif
4. Motivasi berprestasi
Sikap terhadap otoritas Pengalaman dalam mengikuti workshopTes Kemampuan
Khusus, seperti kemampuan penalaran, kemampuan logis, dan kelancaran verbal
(verbal fluency) 5. Introvert Ekstrovert
Ketertarikan vokasional Mengikuti kursus setelah tamat pendidikan Indeks
prestasi, baik kumulatif maupun pada subjek utama
5. Abstrak Sikap terhadap Tingkat
Rekomendasi (abstractness)-Konkret (concreteness) dirinya (konsep diri)
pendidikan profesional
6. Langsung
(directness)-Berbelit (indirectness) Sikap terhadap materi yang diajarkan
Penulisan tugas profesional (professional papers written) Evaluasi siswa
mengenai keefektifan dalam mengajar
7.
Locus
of control Evaluasi mengajar
8.
Kecemasan
(secara umum atau hanya pada saat mengajar)
Sumber: Borich (1996)
F. KELAS AKSELERASI
Akselerasi adalah memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjalani kurikulum yang ada dengan lebih cepat (Heward,
1996). Terdapat beberapa jenis dari akselerasi, yaitu:
a.
Memasuki
sekolah formal pada usia dini
b.
Loncat
kelas
c.
Mengikuti
bidang studi tertentu di kelas yang lebih tinggi
d.
Kurikulum
yang dipadatkan atau dipersingkat
e.
Memasuki
sekolah menengah atas dan universitas secara bersamaan.
f.
Memasuki
universitas lebih awal
Bagaimanapun akselerasi ini dilakukan, pada
akhirnya peserta didik tetap menyelesaikan pendidikan sekolah, namun dalam
waktu yang lebih singkat. Menurut Silverman (dalam Heward, 1996) akselerasi
adalah suatu respon dalam menjawab kebutuhan belajar dengan lebih cepat yang
dimiliki oleh anak-anak berbakat. Penelitian menunjukkan bahwa ketika
akselerasi dijalankan dengan tepat, maka ketertarikan siswa terhadap sekolah
akan meningkat, mencapai level prestasi akademis yang lebih tinggi, memiliki
perhatian terhadap prestasi, dan menyelsaikan level pendidikan yang lebih
tinggi dalam waktu singkat, yang akan meningkatkan waktu untuk berkarir di
akhir sekolah. Widyastono (dalam Tarmidi & Hadiati, 2005) menyatakan ada
delapan hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program akselerasi,
yaitu:
1.
Masukan
(input, intake) siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria
tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang digunakan
adalah: (1) prestasi belajar, dengan indikator angka raport, Nilai Ebtanas
Murni (NEM), dan/atau hasil tes prestasi akademik, berada 2 standar deviasi
(SD) di atas Mean populasi siswa; (2)
skor psikotes, yang meliputi: intelligency quotient (IQ) minimal 125,
kreativitas, tanggung jawab terhadap tugas (task commitment), dan emotional
quotient (EQ) berada 2 SD di atas Mean populasi siswa; (3) kesehatan dan
kesemaptaan jasmani, jika diperlukan.
2.
Kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum nasional standar, namun dilakukan improvisasi
alokasi waktunya sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki
kecepatan belajar serta motivasi belajar
lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan belajar dan motivasi belajar siswa
seusianya. Dalam hal ini, misalnya SMA, yang biasanya memakan waktu selama 3
tahun, terdiri atas 6 semester, setiap tahun 2 semester; dipercepat menjadi
selama 2 tahun, setiap tahun terdiri atas 3 semester.
3.
Tenaga
kependidikan. Karena siswanya memiliki kemampuan dan kecerdasan luar
biasa, maka tenaga kependidikan yang menanganinya terdiri atas tenaga kependidikan
yang unggul, baik dari segi penguasaan materi pelajaran, penguasaan
metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas.
4.
Sarana-prasarana
yang menunjang, yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kecerdasan siswa, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
belajar serta menyalurkan kemampuan dan
kecerdasannya, termasuk bakat dan
minatnya, baik dalam kegiatan kurikuler
maupun ekstrakurikuler.
5.
Dana.
Untuk menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan perlu adanya dukungan
dana yang memadai, termasuk perlunya disediakan insentif ambahan bagi tenaga
kependidikan yang terlibat, berupa uang
maupun fasilitas lainnya.
6.
Manajemen,bersangkut
paut dengan strategi dan immplementasi seluruh
Sumber daya
yang ada dalam sistem sekolah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh
sebab itu, bentuk manajemen pada sekolah dengan sistem
kelas percepatan,
harus memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi, realitas, dan
berorientasi jauh ke
depan. Dengan demikian, pengelolaannya didasari oleh
komitmen, ketekunan,
pemahaman yang sama, kebersamaan antara semua
pihak yang terlibat dalam kegiatan ini.
7.
Lingkungan
belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan
menjadi keunggulan yang nyata, baik lingkungan dalam arti fisik maupun sosial
psikologis di sekolah, di masyarakat, dan di rumah.
8.
Proses
belajar-mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat dipertanggung jawabkan
(accountable) kepada siswa, orangtua, lembaga, maupun masyarakat. Menurut Somantri (2006), bagi siswa berbakat
dengan kapasitas intelektual di atas rata-rata, program akselerasi ini memberikan beberapa
keuntungan, antara lain:
1.
Terpenuhinya
kebutuhan kognisi siswa akan pelajaran yang lebih menantang
2.
Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas siswa dalam belajar
3.
Memberikan
kesempatan untuk memiliki “intellectual peers”
4.
Menambah
rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi siswa
5.
Memberi
kesempatan untuk menghemat waktu dalam menempuh pendidikan, sehingga lebih
banyak waktu untuk mengembangkan minat, spesialisasi, dan karir.
Guru
merupakan faktor yang memiliki peran penting dalam memberhasilkan kelas
akselerasi. Dalam kelas akselerasi peran guru mengelola pembelajaran lebih
tepat disebut sebagai fasilitator, yang menunjukkan bahwa tanggungjawab akhir
belajar ada pada anak untuk mengaktualisasikan potensi dirinya. Namun begitu
ada beberapa hal yang dapat disebut sebagai kelemahan dalam penerapan program
akselerasi ini. Salah satunya adalah
materi ajar yang padat membuat guru kurang mampu mengembangkan teknik mengajar yang kreatif
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa berbakat.
G. PERSEPSI
Persepsi adalah proses dimana kita
mengorganisasi dan menafsirkan pola
stimulus
dalam lingkungan (Atkinson, 1997).
Pengertian kita akan lingkungan atau dunia di sekitar kita melibatkan unsur interpretasi terhadap rangsangrangsang
yang diterima. Interpretasi ini menyebabkan kita menjadi subjek dari pengalaman
kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima dan inilah yang menyebabkan kita
mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan. Proses diterimanya rangsang
(objek, kualitas, hubungan antargejala,
maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dapat dimengerti disebut
persepsi (Irwanto, 2002). Dalam kegiatan belajar, McCombs, et al (dalam Santrock, 2007) menemukan bahwa
siswa yang merasa didukung dan diperhatikan oleh guru lebih termotivasi untuk
melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak didukung dan diperhatikan
oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa
jika siswa memiliki persepsi yang positif mengenai keterampilan guru dalam
mengajar, maka motivasi siswa dalam belajar akan meningkat. Menurut Ittelson
(dalam Bell dkk, 1996), persepsi terdiri dari empat komponen, yaitu:
1.
Kognitif
(Berpikir)
Dalam proses kognitif, kita akan
membandingkan situasi tersebut dengan
pengalaman kita sebelumnya atau sesuatu yang
pernah kita baca. Hal ini berarti
bahwa persepsi bergantung pada pengalaman dan
memori yang kita miliki.
Universitas Sumatera Utara25
2.
Afektif
(Emosional)
Komponen afektif (emosional) merupakan
bagaimana perasaan kita
mengenai suatu situasi. Perasaan yang kita
miliki ini akan mempengaruhi persepsi kita tentang situasi tersebut.
3.
Interpretasi
Interpretasi merupakan penilaian yang kita
lakukan mengenai apa-apa saja yang ada dalam suatu situasi. Menurut Hawkins dkk
(2007), interpretasi berhubungan dengan bagaimana kita memahami dan membuat
pengertian tentang informasi yang kita terima.
4.
Evaluatif
Dalam proses evaluatif, kita akan menentukan
apakah situasi tersebut merupakan situasi yang baik atau buruk. Kita melakukan
evaluasi terhadap suatu
situasi dan menentukan apakah elemen-elemen
yang ada di dalamnya merupakan suatu hal yang baik atau buruk.
H.
KETERAMPILAN GURU
MENGAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
Layanan pendidikan yang bermutu akan menentukan tinggi atau rendahnya
perolehan hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa tersebut berkaitan dengan seberapa besar siswa memiliki keinginan
yang kuat untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar. Keinginan yang kuat
serta keterlibatan aktif dalam proses belajar menunjukkan kadar atau kondisi
motivasi belajar yang dimiliki siswa.
Motivasi belajar siswa adalah kecenderungan
siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta
mencoba untuk mendapatkan
keuntungan dari aktivitas tersebut. Menurut Santrock, terdapat dua aspek
motivasi belajar yang dimiliki siswa, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi
intrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering
dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya,
murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik.
Sedangkan motivasi intrinsik yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu
demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar
menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Karakteristik motivasi belajar yang dimiliki
oleh siswa berbakat di kelas akselerasi berkaitan erat dengan konsistensi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi
minatnya, senang mengerjakan tugas secara independen dengan sedikit pengarahan
siswa ingin belajar, menyelidiki, dan
mencari lebih banyak informasi. Siswa kelas akselerasi
memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah
menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, dan daya konsentrasi baik.
Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa
siswa kelas akselerasi memang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa
kelas akselerasi, terutama pada mata pelajaran IPS khususnya sosiologi, dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor
pelajaran, faktor guru, keterampilan guru mengajar, suasana kelas, dan lain
sebagainya. Sedangkan pada siswa kelas akselerasi di SMA Swasta AlAzhar Medan,
motivasi belajar yang mereka miliki pada mata pelajaran sosiologi dipengaruhi
oleh bagaimana interpretasi mereka terhadap keterampilan mengajar yang dimiliki
oleh guru sosiologi. Hal ini terlihat dari hasil studi lapangan yang telah
dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Hasilnya menunjukkan bahwa
motivasi mereka dalam belajar sosiologi rendah, dimana siswa-siswa yang berada
di kelas akselerasi tersebut menyatakan bahwa sistem pengajaran yang dilakukan
oleh guru sosiologi membuat mereka tidak memiliki motivasi untuk belajar.
Mereka merasa bosan dan mengantuk ketika mengikuti pelajaran tersebut. Walaupun
karakteristik motivasi belajar siswa kelas
akselerasi terbilang sudah sangat baik, motivasi belajar mereka terutama
dalam pelajaran sosiologi tetap dipengaruhi oleh
bagaimana
persepsi mereka tentang keterampilan guru mengajar. Keterampilan guru mengajar
merupakan salah satu jenis keterampilan yang harus dikuasai guru. Dengan
memiliki keterampilan mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran dengan
baik yang berimplikasi pada peningkatankualitas lulusan sekolah.
Menurut Pintrich & Schunk, terdapat enam
aspek yang menggambarkan keterampilan guru mengajar. Keenam aspek tersebut
yaitu mengulas pembelajaran sebelumnya, memberikan materi baru, memberikan
latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan balik (feedback), memberikan
latihan mandiri kepada siswa, dan mengulas kembali materi yang telah diajarkan
dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Dengan adanya keenam aspek
tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan kondisi yang mendorong atau
menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan
aktivitas belajar dengan baik. Misalnya, guru sosiologi di SMA memberikan
materi baru dengan kurang terstruktur dan tidak melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran, seperti tidak memberikan
pertanyaan atau umpan balik kepada siswa sehingga siswa merasa bosan dan
mengantuk ketika mengikuti pelajaran tersebut. Selain dari fenomena tersebut,
ketika guru memberitahukan kepada siswa bahwa penampilan mereka baik, motivasi
belajar siswa khususnya motivasi intrinsik akan meningkat. Siswa yang diberikan latihan mandiri oleh guru
diharapkan akan memandang tugas tersebut sebagai suatu tantangan dan
pengulangan secara periodik dimana siswa yang memiliki penampilan baik
menunjukkan bahwa ia telah belajar dan mempertahankan informasi, akan
meningkatkan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut
memastikan kepercayaan siswa mengenai kemampuan mereka. Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan
bahwa ada hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan
motivasi belajar siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi.
I.
Motivasi
Belajar dan Teori Kepribadian
Motivasi Belajar dan Teori Kepribadian Kata motivasi digunakan untuk
mendeskripsikan suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan
sesuatu. Orang dapat termotivasi makan apabila sedang lapar, pergi ke mall hari
ini, mendapatkan nilai IPS yang lebih baik semester ini, atau memperbaiki
kondisi lingkungan hidup di sekitar rumah tinggal mereka.
Konsep Penting Motivasi Belajar Pertama Motivasi belajar
adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku
dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda,
dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat tinggi
motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengan tujuan mendapatkan nilai tinggi
(motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi
Motivasi Belajar dan Teori Disonan
Kognitif serta
Implikasinya dalam Pendidikan Kebutuhan
untuk mempertahankan gambaran diri positif merupakan suatu motivator yang kuat,
Covington: 1984. Banyak dari perilaku kita yang diarahkan menuju pemenuhan
standar pribadi diri kita sendiri. Sebagai misal, apabila kita yakin
bahwa kita adalah orang baik dan jujur, maka kita cenderung berbuat baik.
Jika seorang guru ingin melaksanakan model pembelajaran
kooperatif di dalam kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru
harus memperhatikan dan merencanakan dengan matang agar pada pembelajarannya
tersebut terdapat empat
tahapan keterampilan kooperatif, yang akan dikuasi siswa.
Keempat
tahapan keterampilan kooperatif itu adalah sebagai berikut:
1.
Forming (pembentukan), yaitu suatu keterampilan kooperatif
yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok yang solid dan membentuk sikap yang
sesuai dengannorma.
2.
Functioniong (pengaturan), yaitu suatu keterampilan kooperatif
yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan
membina hubungan kerja sama di antara anggota kelompok.
3.
Formating (perumusan), yaitu suatu keterampilan kooperatif
yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap
bahan-bahan yang sedang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang
lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
4.
Fermenting (penyerapan), yaitu suatu keterampilan koperatif
yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelumnya
J. BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
1. Pengertian Belajar
Setiap orang menjadi
dewasa karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Belajar pada umumnya
dilakukan seseorang sejak mereka ada di dunia ini. Ada beberapa ahli yang
mendefinisikan istilah belajar dengan beberapa uraian yang tidak sama. Untuk
dapat memahami dan mempunyai gambaran yang luas, berikut ini diberikan beberapa
pengertian belajar menurut beberapa ahli :
1.
Whittaker,
belajar adalah proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman.
2. Kimble, belajar
adalah perubahan relatif permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung
sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat.
3. Winkel, belajar
adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
4.
Sdaffer,
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap, sebagai hasil
pengalaman-pengalaman atau praktik.
Berdasarkan definisi
di atas dapat dikatakan bahwa, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai pengalaman
individu itu sendiri.
Perubahan yang terjadi setelah seseorang
melakukan kegiatan belajar dapat berupa ketrampilan, sikap, pengertian ataupun
pengetahuan. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja,
artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar pada akhirnya menyadari
bahwa ia mempelajari sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada dirinya sebagai
akibat dari kegiatan yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.
2. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan hal
yang kompleks. Apabila ini dikaitkan dengan hasil belajar siswa, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Suryabrata (1989:142),
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 3, yaitu:
faktor dari dalam, faktor dari luar dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam
yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa
yang sedang belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
a. Fisiologi, meliputi kondisi jasmaniah
secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar jasmaninya akan lebih
mudah proses belajarnya. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan
belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, kondisi panca indra
yang baik akan memudahkan anak dalam proses belajar.
a. Kondisi psikologis, yaitu beberapa
faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah
kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif.
1). Faktor kecerdasan yang dibawa individu
mempengaruhi belajar siswa. Semakin individu itu mempunyai tingkat kecerdasan
tinggi, maka belajar yang dilakukannya akan semakin mudah dan cepat. Sebaliknya
semakin individu itu memiliki tingkat kecerdasan rendah, maka belajarnya akan
lambat dan mengalami kesulitan belajar.
2). Bakat individu satu dengan lainnya
tidak sama, sehingga menimbulkan belajarnya pun berbeda. Bakat merupakan
kemampuan awal anak yang dibawa sejak lahir.
3). Minat individu merupakan ketertarikan
individu terhadap sesuatu. Minat belajar siswa yang tinggi menyebabkan belajar
siswa lebih mudah dan cepat.
4). Motivasi belajar antara siswa yang
satu dengan siswa lainnya tidaklah sama. Adapun pengertian motivasi belajar
adalah ”Sesuatu yang menyebabkan kegiatan belajar terwujud”. Motivasi belajar
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: cita-cita siswa, kemampuan
belajar siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam
belajar dan upaya guru membelajarkan siswa.
5). Emosi merupakan kondisi psikologi
(ilmu jiwa) individu untuk melakukan kegiatan, dalam hal ini adalah untuk
belajar. Kondisi psikologis siswa yang mempengaruhi belajar antara lain:
perasaan senang, kemarahan, kejengkelan, kecemasan dan lain-lain.
6). Kemampuan kognitif siswa yang
mempengaruhi belajar mulai dari aspek pengamatan, perhatian, ingatan, dan daya
pikir siswa.
Faktor dari luar
yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan
hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
a. Lingkungan
alami
Lingkungan alami
yaitu faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar misalnya keadaan udara,
cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-alat yang dipakai untuk belajar
seperti alat-alat pelajaran.
1). Keadaan udara mempengaruhi proses
belajar siswa. Apabila udara terlalu lembab atau kering kurang membantu siswa
dalam belajar. Keadaan udara yang cukup nyaman di lingkungan belajar siswa akan
membantu siswa untuk belajar dengan lebih baik.
2). Waktu belajar mempengaruhi proses
belajar siswa misalnya: pembagian waktu siswa untuk belajar dalam satu hari.
3). Cuaca yang terang benderang dengan
cuaca yang mendung akan berbeda bagi siswa untuk belajar. Cuaca yang nyaman
bagi siswa membantu siswa untuk lebih nyaman dalam belajar.
4). Tempat atau gedung sekolah
mempengaruhi belajar siswa. Gedung sekolah yang efektif untuk belajar memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: letaknya jauh dari tempat-tempat keramaian (pasar,
gedung bioskop, bar, pabrik dan lain-lain), tidak menghadap ke jalan raya, tidak dekat dengan
sungai, dan sebagainya yang membahayakan keselamatan siswa.
5). Alat-alat pelajaran yang digunakan
baik itu perangkat lunak (misalnya, program presentasi) ataupun perangkat keras
(misalnya Laptop, LCD).
b. Lingkungan
sosial
Lingkungan sosial di
sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya)
ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu sedang belajar,
sering kali mengganggu aktivitas belajar. Dalam lingkungan sosial yang
mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1)
lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi seluruh anggota keluarga yang
terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya, (2)
lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas, guru,
kepala sekolah serta karyawan lainnya, dan (3) lingkungan sosial dalam
masyarakat yang terdiri atas seluruh anggota masyarakat.
Faktor instrumental adalah faktor yang adanya
dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor
instrumen ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana,
serta guru. Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan
prasarana pembelajaran adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media
komputer dengan memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam pembelajaran
Bahasa Jawa.
3. Motivasi Belajar
Wlodkowski (dalam
Suciati, 2001:52) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan
atau menimbulkan perilaku tertentu, serta yang memberi arah dan ketahanan (persistence)
pada tingkah laku tersebut. Sementara Ames dan Ames (Suciati, 2001) menjelaskan
motivasi sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri
dan lingkungannya. Menurut definisi ini, konsep diri yang positif akan menjadi
motor penggerak bagi kemauan seseorang.
Dalam proses belajar,
motivasi seseorang tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk
mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan
melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu tugas. McClelland
menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai
kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar.
Dari berbagai teori
motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah menyusun seperangkat
prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, yang
disebut sebagai model ARCS, yaitu:
a. Attention (Perhatian)
Perhatian peserta
didik muncul karena didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu, rasa ingin tahu
ini perlu mendapat rangsangan, sehingga peserta didik akan memberikan perhatian
selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang melalui
elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontradiktif atau
kompleks.
Apabila elemen-elemen
tersebut dimasukkan dalam rencana pembelajaran, hal ini dapat menstimulus rasa
ingin tahu peserta didik. Namun, perlu diperhatikan agar tidak memberikan
stimulus yang berlebihan, untuk menjaga efektifitasnya.
b. Relevance (Relevansi)
Relevansi menunjukkan
adanya hubungan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik.
Motivasi peserta didik akan terpelihara apabila mereka menganggap bahwa apa
yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan
nilai yang dipegang.
Kebutuhan pribadi
(basic need) dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu motif pribadi, motif
instrumental dan motif kultural. Motif nilai pribadi (personal motif value),
menurut McClelland mencakup tiga hal, yaitu (1) kebutuhan untuk berprestasi
(needs for achievement), (2) kebutuhan untuk berkuasa (needs for power), dan
(3) kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation).
Sementara nilai yang
bersifat instrumental, yaitu keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas
dianggapm sebagai langkah untuk mnecapai keberhasilan lebih lanjut. Sedangkan niali kultural yaitu apabila tujuan
yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh
kelpmpok yang diacu peserta didik, seperti orang tua, teman, dan sebagainya.
c. Confidence (Percaya diri)
Merasa diri kompeten
atau mampu, merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan
lingkungan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini
seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa lampau. Motivasi dapat
memberikan ketekunan untuk membawa keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya
pengalaman sukses tersebut akan memotivasi untuk mengerjakan tugas berikutnya.
d. Satisfaction (Kepuasan)
Keberhasilan dalam
mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan. Kepuasan karena mencapai
tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam
maupun luar individu. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi peserta didik,
dapat menggunakan pemberian penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian
kesempatan, dan lain sebagainya.
K.
PERAN GURU DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR
Motivasi berpangkal dari kata motif
yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh
Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni
motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya
feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.
Namun pada intinya bahwa motivasi
merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan
memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar. Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi
ektrinsik. • Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri
individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar
kemauan sendiri.
1. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga
dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke
peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu
seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan
dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam
belajar.
2. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa
yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih
giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk
bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan
di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki
hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang
berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang
bersifat membangun.
5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang
berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan
harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi
belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak
didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang
baik
8. Membantu kesulitan belajar anak
didik secara individual maupun kelompok
9. Menggunakan metode yang bervariasi,
dan
10. Menggunakan media yang baik dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran
L. Motivasi
Belajar dan Teori Kebutuhan (Maslow)
Sementara para ahli teori perilaku (Bandura,
1986 ; Skinner, 1953 ) berbicara perihal motivasi belajar untuk
mendapatkan penguatan (reinforcement) dan menghindari hukuman
(punishment), para ahli teori motivasi yang lain seperti Maslow,
1954, lebih menyukai konsep motivasi belajar untuk
memenuhi kebutuhan. Beberapa kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi oleh kita semua adalah makanan, rasa aman, cinta, dan
pemeliharaan harga diri positif. Manusia berbeda dalam tingkat pentingnya
mereka menaruh perhatian terhadap tiap-tiap kebutuhan itu.
Sebagian orang terus-menerus membutuhkan kepastian bahwa dirinya dicintai dan
dihargai; sementara itu yang lain memiliki kebutuhan lebih
besar untuk kenyamanan fisik dan rasa aman. Di samping itu, orang yang sama
memiliki kebutuhan berbeda pada waktu yang berbeda; segelas
air akan jauh lebih disukai saat ditawarkan setelah lari 5000 meter daripada
saat ditawarkan setelah selesai makan makanan ringan.
M. Hierarki
Kebutuhan Maslow
Karena
manusia memiliki banyak kebutuhan, pada waktu tertentu kebutuhanmanakah yang mereka coba untuk
dipenuhi. Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang
terdiri atas dua bagian utama yaitu:
1.
kebutuhan dasar, berada
pada hierarki paling bawah, berturut-turut terdiri dari a) kebutuhan fisiologis;
(b) kebutuhan akan rasa aman; ( lebih banyak dapat menjadi
besar.c) kebutuhan untuk dicintai; (d) kebutuhan untuk
dihargai ; dan
2.
kebutuhan tumbuh, yang
berada di atas kebutuhan dasar, berturut-turut dari bawah
terdiri dari: (a) kebutuhan untuk mengetahui dan memahami; (b)
kebutuhan keindahan; (c) kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut teori
kebutuhan Maslow, kebutuhan yang berada pada hierarki
lebih paling bawah tidak harus dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan mencoba
untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya.
Sebagai misal seorang yang lapar atau seorang yang secara fisik dalam bahaya
tidak begitu menghiraukan ntuk mempertahankan konsep diri positip (gambaran
terhadap diri sendiri sebagai orang baik) dibandingkan untuk mendapatkan
makanan atau keamanan; namun begitu, orang yang tidak lagi lapar atau tidak
lagi dicekam rasa takut, kebutuhan akan harga diri menjadi penting.
Satu konsep
penting yang diperkenalkan Maslow adalah perbedaan antarakebutuhan
dasar dan kebutuhan tumbuh. Kebutuhan dasar (fisiologis,
rasa aman, cinta, dan penghargaan) adalah kebutuhan yang
penting untuk kebutuhan fisik dan psikologis; kebutuhan ini
harus dipenuhi. Sekalikebutuhan ini dipenuhi, motivasi seseorang
untuk memenuhi kebutuhan ini surut. Sebaliknya kebutuhan tumbuh,
sebagai misal kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu,
menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan mengembangkan apresiasi
(penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam
kenyataannya, semakin orang dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mengetahui dan
memahami dunia di sekeliling mereka, motivasi belajar mereka
dapat menjadi semakin besar dan kuat.
N.
HAL PENTING TENTANG KONEP
MOTIVASI BELAJAR
a.
Motivasi belajar adalah
proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari
waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan
yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat
tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial
dengantujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi
motivasinya menghadapi tes matematika karena tertarik dengan mata pelajaran
tersebut (motivasi intrinsik).
b.
Motivasi belajar bergantung
pada teori yang menjelaskannya, dapat merupakan suatu konsekuensi dari
penguatan (reinforcement), suatu ukuran kebutuhan manusia, suatu hasil dari
disonan atau ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan atau kegagalan,
atau suatu harapan dari peluang keberhasilan.
c.
Motivasi belajar dapat
ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar dan pemberdayaan atribusi.
d.
Motivasi belajar dapat
meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa,
memelihara rasa ingin tahu mereka, menggunakan berbagai macam strategi
pengajaran, menyatakan harapan dengan jelas, dan memberikan
umpan balik (feed back) dengan sering dan segera.
e.
Motivasi belajar dapat
meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang memiliki kontingen, spesifik, dan dapat
dipercaya.
f.
Motivasi berprestasi dapat didefinisikan sebagai kecendrungan umum untuk
mengupayakankeberhasilan dan memilih kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada
keberhasilan/kegagalan. Siswa dapat termotivasi dengan
orientasi ke arah tujuan-tujuan penampilan. Mereka mengambil mata
pelajaran-mata pelajaran yang menantang. Siswa yang berjuang
demi tujuan-tujuan penampilan berusaha untuk mendapatkan penilaian
positip terhadap kompetensi mereka. Mereka berusaha untuk mendapat nilai baik
dengan cara menghindar dari mata pelajaran yang sulit. Guru dapat
membantu siswa dengan mengkomunikasikan bahwa keberhasilan itu
mungkin dicapai. Guru dapat menunggu siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dan
sejauh mungkin menghindari pembedaan prestasi di antara para siswa yang
tidak perlu.
O. Motivasi
Belajar, Teori
Disonan Kognitif dan
Implikasinya dalam Pendidikan
Kebutuhan
untuk mempertahankan gambaran diri positif merupakan suatu
motivator yang kuat, (Covington: 1984). Banyak dari perilaku kita yang
diarahkan menuju pemenuhan standar pribadi diri kita sendiri. Sebagai misal,
apabila kita yakin bahwa kita adalah orang baik dan jujur, maka kita
cenderung berbuat baik dan jujur meskipun apabila tidak ada orang yang
memperhatikan, karena kita ingin mempertahankan gambaran diri positif. Apabila
kita yakin mampu dan cerdas kita akan mencoba untuk memuaskan diri kita sendiri
bahwa kita telah berperilaku cerdas dalam situasi pencapaian hasil kerja.
Tetapi
bagaimanapun juga, kenyataan hidup kadang-kadang memaksa kita berada di dalam
situasi di mana perilaku atau keyakinan kita bertentangan dengan gambaran
diri positif kita atau konflik dengan perilaku atau keyakinan orang
lain. Sebagai misal, seorang siswa yang ketahuan menyontek
dalam suatu tes dapat membenarkan perilakunya dengan menyatakan (dan malah
yakin) bahwa “setiap siswa lain melakukan” atau “guru memberikan
tes yang tidak adil, sehingga saya merasa tidak bersalah kalau menyontek” atau
menyangkal bahwa ia menyontek (dan benar-benar meyakini kebohongannya).,
meskipun banyak sekali bukti yang menyatakan sebaliknya.
Teori
psikologi yang menjelaskan tentang perilaku, penjelasan dan alasan yang
digunakan untuk mempertahankan gambaran diri positif disebut teori
disonan kognitif atau cognitive dissonance
theory (Festinger, 1957). Teori ini mengatakan bahwa orang akan
mengalami ketegangan atau ketidaknyamanan apbila nilai atau keyakinan yang
dipegang secara kuat tidak cocok dengan atau tertantang oleh keyakinan atau
perilaku yang tidak konsisten secara psikologis. Untuk mengatasi
ketidaknyamanan ini mereka dapat mengubah perilaku atau keyakinan mereka, atau
mereka dapat mengembangkan pembenaran atau alasan yang mengatasi
ketidakkonsistenan ini.
P. Implikasi
teori disonan kognitif dalam pendidikan
Di dalam
tatanan pendidikan, teori disonan kognitif sering berlaku pada
saatsiswa menerima umpan balik yang tidak
menyenangkan atas kinerja akademik mereka. Sebagai misal, Tina biasanya
mendapatkan nilai bagus tetapi kali ini mendapatkan nilai 50 untuk kuis
tertentu. Nilai ini tidak konsisten dengan gambaran dirinya sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman.
Untuk
mengatasi ketidaknyamanan ini, Tina dapat memutuskan untuk belajar lebih giat
lagi untuk meyakinkan bahwa lain kali ia tidak akan mendapatkan nilai yang
rendah lagi. Di lain pihak ia bisa saja mencoba membenarkan nilai rendah itu dengan
berbagai alasan: “Pertanyaan-pertanyaan kuisnya mengandung jebakan. Saya tidak
sedang merasa sehat. Guru tidak memberi tahu terlebih dahulu
akan adanya kuis. Saya tidak sungguh-sungguh mengerjakannya. Udaranya terlalu
panas, “dan berbagai alasan lainnya. Alasan ini akan membantu Tina
mempertanggungjawabkan nilai 50 itu. Bila ia kemudian masih mendapatkan sederet
nilai jelek lainnya, mungkin ia akan berkilah bahwa ia tidak pernah mengerjakan
kuis mata pelajaran ini sejelek ini, atau guru itu pilih kasih
pada anak laki-laki, atau guru itu pelit memberi nilai. Semua perubahan dalam pendapat dan
alasan ini diarahkan untuk menghindari suatu pasangan situasi tidak konsisten
dan tidak enak, yaitu: “Saya adalahsiswa yang baik” dan “Saya
berbuat jelek di kelas, ini merupakan kesalahan saya sendiri.”
1. Motivasi
Belajar
Teori
Kebutuhan Maslow, termasuk
konsep aktualisasi diri yang ia definisikan sebagai keinginan
untuk mewujudkan kemampuan diri atau “keinginan untuk menjadi apapun yang
seseorang mampu untuk mencapainya.”. Aktualisasi diri ditandai
dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan
dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas, humoris, dan
mandiri—pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus atau sehat secara
psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk aktualisasi
diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung
pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini
di akui oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1
persen orang dewasa yang mencapai aktualisasi diri.
2.
Implikasi Teori Maslow dalam Pendidikannya
untuk belajar.
Pentingnya teori
kebutuhan maslow dalam pendidikan terletak dalam hubungan antara kebutuhan
dasar dan kebutuhan tumbuh. Jelas bahwa siswa yang sangat
lapar atau yang dicekam bahaya akan memiliki energi psikologis yang kecil yang
dapat dikerahkan. Dengan kata lain ia hampir tidak memiliki motivasi
belajar. Sekolah dan lembaga pemerintahan menyadari bahwa
apabila kebutuhan dasar siswa tidak dipenuhi,
belajar akan terganggu. Dalam kondisi seperti ini, sekolah atau
pemerintah dapat mengatasinya dengan menyediakan program makan pagi dan makan
siang gratis.
Di sekolah, kebutuhan
dasar paling penting adalah kebutuhan akan kasih
sayang dan harga diri. Siswa yang tidak memiliki perasaan
bahwa mereka dicintai dan mereka mampu, kecil kemungkinannya memiliki motivasi
belajaryang kuat untuk mencapai perkembangan ke tingkatnya yang lebih
tinggi. Sebagai misal, pencarian pengetahuan dan pemahaman atas upaya mereka
sendiri atau kreativitas dan keterbukaan untuk ide-ide baru yang merupakan
karakteristik orang-orang yang mencapai aktualisasi diri.
Siswa yang
tidak yakin bahwa mereka dapat dicintai atau tidak yakin dengan kemampuannya
sendiri akan cenderung untuk membuat pilihan yang aman: BERGABUNG DENGAN
KELOMPOKNYA, BELAJAR HANYA UNTUK TES TANPA ADA MINAT UNTUK MENGEMBANGKAN
IDE-IDE, MENULIS KARANGAN YANG TIDAK KREATIF, DAN SEBAGAINYA. Guru yang
berhasil membuat siswa merasa senang dan membuat mereka merasa
diterima dan dihormati sebagai individu, lebih besar peluangnya untuk membantu
mereka menjadi bersemangat untuk belajar demi pembelajaran dan kesediaan
berkorban untuk menjadi kreatif dan terbuka terhadap ide-ide baru.
Apabila siswa dikehendaki menjadi pelajar yang mandiri, mereka
harus yakin bahwa guru akan merespon secara adil dan konsisten
kepada mereka dan bahwa mereka tidak akan ditertawakan atau dihukum karena murni
berbuat kekeliruan.
3. Motivasi
Belajar dan Teori Perilaku (Bandura)
Konsep motivasi belajar berkaitan
erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa
lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang
tidak memperolehpenguatan atau perilaku yang terkena hukuman
(punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi
belajar, penganut teori perilaku lebih
memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang
diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).
Mengapa sejumlah siswa tetap
bertahan dalam menghadapi kegagalan sedang yang lain menyerah? Mengapa ada
sejumlah siswa yang bekerja untuk menyenangkan guru, yang lain
berupaya mendapatkan nilai yang baik, dan sementara itu ada yang tidak berminat
terhadap bahan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari? Mengapa ada sejumlah siswa mencapai hasil
belajar jauh lebih baik dari yang diperkirakan berdasarkan
kemampuan mereka dan sementara itu ada sejumlah siswa mencapai hasil
belajar jauh lebih jelek jika dilihat potensi kemampuan
mereka? Mengkaji penguatan yang telah
diterima dan kapan penguatan itu
diperoleh dapat memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, namun pada umumnya
akan lebih mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk
memenuhi berbagai kebutuhan.
4. Penghargaan (Reward) dan Penguatan (Reinforcement)
Suatu alasan mengapa penguatan yang pernah
diterima merupakan penjelasan yang tidak memadai untuk motivasi karena motivasi
belajar manusia itu sangat kompleks dan tidak bebas dari
konteks (situasi yang berhubungan). Terhadap binatang yang sangat lapar kita
dapat meramalkan bahwa makanan akan merupakan penguat yang sangat efektif.
Terhadap manusia, meskipun ia lapar, kita tidak dapat sepenuhnya yakin apa yang
merupakan penguat dan apa yang bukan penguat, karena nilai penguatan dari penguat
yang paling potensial sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan
situsional.
5. Penentuan
Nilai dari Suatu Insentif
Ilustrasi berikut menunjukkan poin penting: nilai motivasi belajar dari suatu
insentif tidak dapat diasumsikan, karena nilai itu dapat bergantung pada banyak
faktor (Chance, 1992). Pada saat guru mengatakan
“Saya ingin kamu semua mengumpulkan laporan buku pada waktunya karena laporan
itu akan diperhitungkan dalam menentukan nilaimu,” guru itu mungkin
mengasumsikan bahwa nilai merupakan insentif yang efektif untuk siswa pada
umumnya. Tetapi bagaimanapun juga sejumlah siswa dapat tidak
menghiraukan nilai karena orang tua mereka tidak menghiraukannya atau mereka
memiliki catatan kegagalan di sekolah dan telah
mengambil sikap bahwa nilai itu tidak penting.
Apabila guru mengatakan
kepada seorang siswa, “Pekerjaan yang bagus! Saya tahu kamu
dapat mengerjakan tugas itu apabila kamu mencobanya!” Ucapan
ini dapat memotivasi seorang siswa yang baru saja menyelesaikan suatu
tugas yang ia anggap sulit namun dapat berarti hukuman (punishment)bagi siswa
yang berfikir bahwa tugas itu mudah (karena pujian guru itu memiliki
implikasi bahwa ia harus bekerja keras untuk menyelesaikan tugas itu).
Seringkali sukar menentukan motivasi belajar siswa dari perilaku mereka
karena banyak motivasi yang berbeda dapat mempengaruhi perilaku.
Kadang-kadang suatu jenis motivasi jelas-jelas menentukan perilaku, tetapi
pada saat yang lain, ada motivasi lain yang berpengaruh (mempengaruhi) terhadapperilaku belajar
siswa.
6. Motivasi
Belajar, Teori Kebutuhan Maslow dan Aktualisasi Diri serta Implikasinya pada
Pendidikan
Teori
Kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia
definisikan sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau “keinginan
untuk menjadi apapun yang seseorang mampu untuk mencapainya.”.Aktualisasi
diri ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain,
spontanitas, keterbukaan, hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan
demokratis, kreativitas, humoris, dan mandiri—pada dasarnya, memiliki kesehatan
mental yang bagus atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan
perjuangan untuk aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini
berarti bahwa pencapaian dari kebutuhan paling
penting ini bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran
untuk memenuhi kebutuhan ini di akui
oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen
orang dewasa yang mencapai aktualisasi diri.
1. Motivasi
Belajar dan Teori Kebutuhan (Maslow)
Sementara
para ahli teori perilaku (Bandura, 1986 ; Skinner, 1953 )
berbicara perihal motivasi belajar untuk
mendapatkan penguatan (reinforcement) dan
menghindari hukuman
(punishment), para ahli teori motivasi yang lain seperti Maslow, 1954,
lebih menyukai konsep motivasi belajar untuk
memenuhi kebutuhan. Beberapa kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi oleh kita semua adalah makanan, rasa aman, cinta, dan pemeliharaan
harga diri positif. Manusia berbeda dalam tingkat pentingnya mereka menaruh
perhatian terhadap tiap-tiap kebutuhan itu.
Sebagian orang terus-menerus membutuhkan kepastian bahwa dirinya dicintai dan
dihargai; sementara itu yang lain memiliki kebutuhan lebih besar
untuk kenyamanan fisik dan rasa aman. Di samping itu, orang yang sama memiliki kebutuhan berbeda pada
waktu yang berbeda; segelas air akan jauh lebih disukai saat ditawarkan setelah
lari 5000 meter daripada saat ditawarkan setelah selesai makan makanan ringan.
2. Hierarki
Kebutuhan Maslow
Karena manusia memiliki banyak kebutuhan, pada waktu
tertentu kebutuhanmanakah yang mereka coba untuk
dipenuhi. Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri
atas dua bagian utama yaitu: (1)kebutuhan dasar, berada
pada hierarki paling bawah, berturut-turut terdiri dari (a) kebutuhan fisiologis;
(b) kebutuhan akan rasa aman; ( lebih banyak dapat
menjadi besar.c) kebutuhan untuk
dicintai; (d) kebutuhan untuk
dihargai ; dan (2) kebutuhan tumbuh, yang
berada di atas kebutuhan dasar,
berturut-turut dari bawah terdiri dari: (a) kebutuhan untuk
mengetahui dan memahami; (b) kebutuhan keindahan; (c) kebutuhan aktualisasi
diri.
Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan yang berada
pada hierarki lebih paling bawah tidak harus dipenuhi sebagian sebelum
seseorang akan mencoba untuk memiliki kebutuhan yang lebih
tinggi tingkatannya. Sebagai misal seorang yang lapar atau seorang yang secara
fisik dalam bahaya tidak begitu menghiraukan ntuk mempertahankan konsep diri
positip (gambaran terhadap diri sendiri sebagai orang baik) dibandingkan untuk
mendapatkan makanan atau keamanan; namun begitu, orang yang tidak lagi lapar
atau tidak lagi dicekam rasa takut, kebutuhan akan harga
diri menjadi penting.
Satu konsep penting yang diperkenalkan Maslow adalah
perbedaan antarakebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Kebutuhan
dasar (fisiologis, rasa aman, cinta, dan penghargaan) adalah kebutuhan yang penting
untuk kebutuhan fisik dan
psikologis; kebutuhan ini harus
dipenuhi. Sekalikebutuhan ini dipenuhi, motivasi seseorang
untuk memenuhi kebutuhan ini surut.
Sebaliknya kebutuhan tumbuh,
sebagai misal kebutuhan untuk
mengetahui dan memahami sesuatu, menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan
mengembangkan apresiasi (penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat
dipenuhi seluruhnya. Dalam kenyataannya, semakin orang dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mengetahui dan memahami
dunia di sekeliling mereka, motivasi belajar mereka dapat
menjadi semakin besar dan kuat.
Dengan mengetahui macam-macam teori belajar dan motivai
belajar serta pandangan
terhadap tingkahlaku manusia diharapkan agar guru, dosen dan mahasiswa dapat menerapkan teori tersebut
sesuai dengan kemampuan, situasi dan kondisi lingkungan belajar, sehingga
tercipta kenyamanan dan keberhasilan dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid Darmadi (2010) Kemampuan Dasar Mengajar;
Konsep dasar dan Praktek : Penerbit Bandung Alfabeta
M. Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990.
R.E, Slavin,.. Educational Psychology:
Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon. 2000.
Uno, B. Hamzah, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar