A.
Pendidikan Kewarganegaraan
1. Sejarah
Pendidikan
Kewarganegaraan pada awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790
dengan tujuan untuk meng-Amerika-kan bangsa Amerika dengan nama “Civics”. Henry
Randall Waite yang pada saat itu merumuskan pengertian Civics dengan “The
science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in
organized collection, the individual in his relation to the state”. Pengertian
tersebut menyatakan bahwa ilmu Kewarganegaraan membicarakan hubungan antara
manusia dengan manusia dalam perkumpulan perkumpulan yang terorganisasi
(organisasi social ekonomi, politik) dengan individu-individu dan dengan
negara.
Sedangkan di
Indonesia, istilah civics dan civics education telah muncul pada tahun 1957,
dengan istilah Kewarganegaraan, Civics pada tahun 1961 dan pendidikan Kewargaan
negara pada tahun 1968. (Bunyamin dan Sapriya dalam Civicus, 2005:320). Mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan masuk dalam kurikulum sekolah pada tahun
1968, namun pada tahun 1975 nama pendidikan kewarganegaraan berubah menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Pada tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).(httpblog.uad.ac.id) .
2. Pengertian
Berikut ini merupakan definisi pendidikan
kewarganegaraan menurut para ahli :
a) Menurut
Soedijarto:
“Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis.”
“Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis.”
b) Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Tim
ICCE UIN Jakarta:
“Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional.http://pengertianpendidikan.com/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan
“Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional.http://pengertianpendidikan.com/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan
B. Pendidikan
Karakter
1. Pengertian
Dalam buku Pendidikan
Karakter oleh Prof. Darmiyati Zuchdi, EEd.D., dkk mengemukakan bahwa Wynne
(1991) istilah karakter diambil dari bahasa yunani yang berarti ‘to mark’
(menandai). Istilah ini lebih difokuskan pada bagaimana upaya pengaplikasian
nilai kebaikan dalam bnetuk tindakan atau tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa
ada dua pengertian tentang karakter. Kesatu, ia menunjukkan
bagaimana seseorang bertingkah laku apabila seseorang berperilaku tidak jujur,
kejam atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk.
Sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang
tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah
karate erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bias disebut ‘orang
berkarakter’ apabila tingkahlakunya sesuai kaidah moral.dengan demikian
pendidikan karakter yang baik, menurut Lickona, harus melibatkan bukan saja
aspek ‘knowing the good’, tetapi juga ‘desiring the good’ atau
‘loving the good’ dan ‘acting the good’.
Karakter
menurut Kalidjernih (2010) lazim dipahami sebagai kualitas-kualitas moral yang
awet yang terdapat atau tidak terdapat pada setiap individu yang terekspresikan
melalui pola-pola perilaku atau tindakan yang dapat dievaluasi dalam berbagai
situasi. Karakter adalah The combination of qualities and personality
that makes one person or thing different from others(Hidayatullah,
2011). Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai
tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang daripada yang lain. Dalam pandangan Purwasasmita (2010) disebut watak
jika telah berlangsung dan melekat pada diri seseorang.
Karakter adalah cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Secara
psikologis dan socio-cultural,pembentukan karakter dalam diri
individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi social
kultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas
proses psikologis dan socio-cultural tersebut dapat dikelompokkan
dalam olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual
development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic
development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity
development) (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). Olah hati berkenaan
dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan menghasilkan karakter jujur dan
bertanggung jawab. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar
guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif
menghasilkan pribadi cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses
persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru
disertai sportivitas menghasilkan sikap bersih, sehat, dan menarik. Olah
rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin
dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan menghasilkan kepedulian dan
kreatifitas.
Dalam konteks suatu
bangsa, karakter dimaknai sebagai nilai-nilai keutamaan yang melekat pada
setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai personalitas
dan identitas kolektif bangsa (PP Muhammadiyah, 2009). Karakter berfungsi
sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan
cita-cita kebangsaannya dan menampilkan keunggulan-keunggulan komparatif,
kompetitif, dan dinamis di antara bangsa-bangsa lain. Karena itu, dalam
pemaknaan demikian, manusia Indonesia yang berkarakter kuat adalah manusia yang
memiliki sifat-sifat: religius, moderat, cerdas, dan mandiri. Sifat religius dicirikan
oleh sikap hidup dan kepribadian taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan,
saling tolong menolong, dan toleran. Sifat moderat dicirikan
oleh sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang
tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani, serta
mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan. Sifat cerdas dicirikan
oleh sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan
berpikiran maju. Dan sikap mandiri dicirikan oleh sikap hidup
dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet,
wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa
kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan
antarperadaban bangsa-bangsa.
Untuk membangun
karakter bangsa Indonesia yang kuat menurut Kaelan (2011) seyogyanya didasarkan
pada dasar filosofis bangsa. Bangsa Indonesia telah menentukan jalan kehidupan
berbangsa dan bernegara pada suatu’khitoh’ kenegaraan, filosofischegrondslag atau
dasar filsafat negara, yaitu Pancasila. Karena itu, etika politik kenegaraan
sebagai prasyarat membentuk karakter bangsa pelu disandarkan pada nilai-nilai
dasar Pancasila. Sebab sebagai dasar negara, filosofischegrondslag,
Pancasila bukan merupakan suatu preferensi, melainkan sudah merupakan suatu
realitas objektif bangsa dan negara Indonesia, yang memiliki dasar
legitimasi yuridis, filosofis, politis, historis dan kultural.
2. Sarana
penanaman pendidikan karakter
Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter
di kalangan generasi muda, yaitu:
a) Pendidikan agama
sebagai salah satu media/sarana pendidikan karakter di kalangan generasi muda.
Pendidikan agama yang diberikan kepada generasi muda saat ini, haruslah
dipahami dimaknai secara mendalam, dan menyemaikan kebaikan tersebut di
hati dan mewujudkannya dalam tindakan. Dengan makna yang demikian akan dapat
dijadikan landasan pembangunan kecerdasan emosi dan spiritual dimana suara hati
adalah menjadi landasannya.
b) Pendidikan
keluarga sebagai salah satu media/sarana pendidikan karakter di kalangan
generasi muda.
Untuk pembentukan karakter salah satunya adalah faktor
keluarga dan pendidikan. Keluarga (pendidikan) adalah sebuah unit yang
membangun bangsa dan untuk itulah negara dibangun. Keluarga adalah tempat
dimana karakter anak dibentuk dimana pendidikan dimulai dan dipupuk,
dimana norma pengambilan keputusan oleh si anak diciptakan. Seperti
“refleksi” dalam majalah Nirmala mengungkapkan bahwa: jika anak dibesarkan
dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar
percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika
anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak
dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya, dan jika anak
dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan ia belajar menemukan cinta
dalam kehidupan.
C. Peran
Pendidikan Kewarganegaraan Membentuk Karakter Generasi
Muda
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Di
negara Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain
mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif,
dan kreatifitas. Pendidikan mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan
dalam kerangka identitas nasional.“Tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat
akan lahir masyarakat egois. Tanpa penanaman nilai-nilai
kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.
kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.
Pendidikan
kewarganegaraan merupakan suatu proses yang dilakukan lembaga sebagai
pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga
Negara yang secara politik dan ikut membangun system politik yang demokratis.
Dalam buku Pendidikan
Karakter oleh Prof. Darmiyati Zuchdi, EEd.D., dkk mengemukakan bahwa Wynne
(1991) istilah karakter diambil dari bahasa yunani yang berarti ‘to mark’ (menandai).
Istilah ini lebih difokuskan pada bagaimana upaya pengaplikasian nilai kebaikan
dalam bnetuk tindakan atau tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua
pengertian tentang karakter.Kesatu, ia menunjukkan bagaimana
seseorang bertingkah laku apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau
rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya
apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan
karakter mulia.Kedua, istilah karate erat kaitannya dengan
‘personality’. Seseorang baru bias disebut ‘orang berkarakter’ apabila
tingkahlakunya sesuai kaidah moral.
Oelh karena itu peran
pendidikan kewarganegaraan dalam membenruk karakter muda dapat dimulai dari
pembentukan karakter salah satunya adalah faktor keluarga dan pendidikan.
Keluarga (pendidikan) adalah sebuah unit yang membangun bangsa dan untuk itulah
negara dibangun. Keluarga adalah tempat dimana karakter anak dibentuk
dimana pendidikan dimulai dan dipupuk, dimana norma pengambilan
keputusan oleh si anak diciptakan.
Karakter warga
negara yang baik merupakan tujuan umum yang ingin dicapai dari Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan di negara-negara mana pun di dunia.Sebagai
contoh,di kanada pembentukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikan
kewarganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian.Dalam konteks
indonesia,di era orde baru pembentukan karakter warga negara tampak ditekankan
kepada mata pelajaran seperti pendidikan moral pancasila (PMP), maupun
pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) bahkan pendidikan sejarah
perjuangan bangsa (PSPB).Di era pasca orde baru,kebijakan pendidikan karakter
pun ada upaya untuk menitipkanya melalui pendidikan agama di samping pendidikan
kewarganegaraan.
Persoalan apakah nilai-nilai
pembangunan karakter yang di ajarkan dalam setiap mata pelajaran harus bersifat
ekplisit atau kah implisit saja,ini perlu dilakukan agar dapat dipahami betapa
pentingnya pendidikan kewarganegaraan di setiap periode kehidupan bernegara di
indonesia untuk membangun warga negara yang baik meskipun dengan aksentuasi
yang berbeda.
D. Membangun Karakter Berbasis Pendidikan Kewarganegraan
Perkembangan
pendidikan kewarganegaraan di indonesia mengalami perubahan naik turun dari
nama pelajaran,muatan,isi kurikulum,maupun buku teks serta inivasi
pembelajarannya. Ada beberapa konsep tentang pendidikan kewarganegaraan, Cogan
(1998:5) mengartikan pendidikan kewarganegaraan berperan penting sebagai
penyiapan generasi muda (siswa) untuk menjadi warga negara yang memiliki
identitas dan kebangaan nasional,serta memiliki pengetahuan dan kecakapan serta
nilai-nilai yang diprlukan untuk menjalankan hak dan kewajibannya. Penelitian
IEA terhadap implementasi pendidikan kewarganegraan di 28 negara secara umum
ditemukan bahwa komponen pendidikan kewarganegaraan meliputi aspek civiv
knowledge,civic engagement dan civic attitudes serta konsep lainnya
(Torney-purta,et.al,2001:179).
Pada tahun
1990-an,pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara di pahami secara
berbeda-beda.Dari kajian Print (1999;2000) terhadap pelaksanaan pendidikan
kewarganegraan di asia dan pasifik,ditemukan ada yang menyebut pendidikan
kewarganegaraan sebagai civic education yang mencakup kajian tentang
pemerintahan,konstitusi,rule of law,serta hak dan tanggung jawab warga
negara.Untuk lainnya,pendidikan kewargenegaraan disebut dengan citizenship
education dengan cakupan dan penekanan meliputi proses demokrasi,parisipasi
aktif warga negara dan keterlibatan warga negara dalam suatu civil
society.Namun kajian civic education memasikan pembelajaran yang berhubungan
dengan institusi-institusi dan sistem yang melibatkan pemerintah,budaya
politik,proses demokrasi,hak & tanggung jawab warga negara,administrasi
publik dan sistem peradilan (Print, 1999;2000).
E. Pembentukan Karakter Warga Negara Era Orde Baru
Dalam kasus
rezim orde baru di Indonesia, pembentukan karakter warga negara secara
eksplisit dimuat dalam produk politik tertinggi lembaga negara,MPR ,berupa GBHN
yang pada gilirannya diterjemahkan ke dalam produk policy operasional bidang
pendidikan oleh kementrian pendidikan dalam setiap kabinet pembangunan di bawah
presiden soeharto.
Hal menarik
dari tujuan pendidikan nasional selam orde baru ialah bagaimana pendidikan
nasional mampu melahirkan manusia-manusia pembangunan,memiliki karakter
diantaranya adalah:sehat jasmani dan rohani,memiliki pengetahuan dan
keterampilan,sikap demokrasi dan penuh dengan tenggang rasa,cerdas,berbudi
pekerti yang luhur,bekerja keras,inovatif dan kreatif,berkepribadian,dll. Selama
periode orde baru,pendidikan sebagai instrumen pembentukan karakter warga
negara menampakan wujudnya dalam standarisasi karakter warga negara.Standarisasi
itu mencerminkan civic virtues (kebijakan-kebijakan warga negara) yang
disajikan dalam mata pelajaran PMP dan atau PPKn denan memasukan tafsir
pancasila menurut P4 sebagai kontennya.Dibidang pendidikan,konsekuensi P4
sebagai keharusan pedoman atau arah tingkah laku warga negara sangat membebani
misi pendidikan kewarganegaraan dalam PMP maupun PPKn.
Dari gambaran
tersebut,nilai-nilai yang menjadi materi pokok buku pembelajaran PMP dan PPKn
berasal dari atas (rezim yang sedang berkuasa), bukan dari kehendak masyarakat
pendidikan (arus bawah). Konsekuensinya nilai-nilai yang menjadi meteri
pembelajaran pun cenderung distortif dan jauh dari aspirasi ilmiah
(keilmuan),sehingga PMP ataupun PPKn terkesan tidak jjauh beda dengan mata
pelajarab civics atau pun kewargaan negara pada masa rezim soekarno 1960an yang
cenderung indoktrinatif. Di indonesia pendidikan nilai yang mengejawantahkan
civic virtues dalam proses pembelajaran datang dari atas (top down) pengalaman
indonesia tersebut memperkuat anggapan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat
kuat dipengaruhi oleh kepentingan politik.
F. Membentuk Karakter Warga Negara Era Reformasi
Di masa
transisi setelah ketetapan MPR tentang P4 dicabut pada sidang istimewa MPR
November 1998,pendidikan kewarganegaraan sebagaimana mata pelajaran lainnya pun
mengalami reposisi dan revitalisasi.Reposisi yang dimaksud ialah penyempurnaan
beban pembelajaran dan struktur kurikulum untuk semua satuan
pendidikan.Revitalisasi tampak dengan digulirkanya kurikulum berbasis kompetensi
sebagai penganti model kurikulum sebelumnya yang sarat dengan beban meteri
pelajaran.
Kajian
pendidikan kewarganegraan pada awal reformasi di indonesia mulai diperkenalkan
menjelang 2004 dikenal sebagai KBK .Oleh banyak kalangan, pendidikan
kewarganegaraan Dinilai sangat kering dengan muatan nilai moral,khususnya nilai
moral pancasila,namun sangat erat dengan kajian konsep-konsep politik dan
hukum.Cakupan substasi kajian dan kompetensi kewarganegraan yang diharapkan
dari PKN itu sendiri yaitu upaya pembentukan warga negara yang baik (good
citizen) dalam warga negara demokratis yang bertanggung jawab dan
berpartisipasi aktif dalam kehidupan sistem politik negaranya,direduksi hanya
menjadi semata-mata menghapal nilai-nilai moral. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
secara normatif dimaksudkan untuk membentuk warga negara yang
cerdas,terampil,dan berkarakter baik,serta setia kepada bangsa dan negara
indonesia berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan mata
pelajaran PPKn ialah untuk membentuk kemampuan:
1. Berfikir secara kritis,rasional,dan kreatif dalam menaggapi isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab.
3. Pembentukan diri yang didasarkan karekter-karakter positif yang demokratis.
Secara internal,perubahan politik melalui gerakan
reformasi nasional telah mendorong pembaharuan pendidikan kewarganegraan
sebagai bagian dari gerakan reformasi pendidikan nasional secara
keseluruhan.Pilihan reformasi pendidikan kewarganegaraan tidak semata-mata
merubah paradigma kajian yang menekankan kepada penguasaan subject matters yang
dominan aspek afektif.Tetapi reformasi berarti juga bergeser (berganti) kepada
paradigma kajian yang menekankan kepada penguasaan kompetensi kewarganegaraan
bagi siswa meliputi aspek pengetahuan, aspek keterampilan/kecakapan dan
perilaku (Samsuri,2010).
Bagaimanapun
pada hakekatnya,pendidikan kewarganegaraan di negara manapun di dunia, yang
menjadi great ought-nya ialah dasar sistem politik dari negara yang
bersangkutan. Indonesia sudah pasti bahwa dasar kehidupan berbangsa
bernegaranya ialah pancasila,yang dengan sendirinya pendidikan kewarganegaraan
sebagai upaya pembentukan warga negara yang akan mendasarkan diri kepada
pancasila sebagai dasar negara. Sebagaimana diketahui P4 merupakan materi pokok
dari pendidikan kewarganegaraan selama orde baru. Penjelasan ini memperlihatkan
bahwa reformasi pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan tidak dapat
dilepaskan dari kepentingan politik nasional.Dengan demikian,sistem politik
sangat kuat mempengaruhi arah politik pendidikan. (Samsuri, 2010:204-205).
Mengikuti
rumusan john J.Patrick (1999),peran warga negara baik secara individual maupun
kelompok seperti di lembaga-lembaga kemasyarakatan,dalam perumusan dan
pengambilan keputusan untuk kebijakan publik merupakan salah satu
karakteristik dari sebuah negara demokrasi.Melalui keterlibatan warga dalam
partisipasi publik,warga negara mengembangkan pengetahuan,kecakapan,kebijakan
dan kebiasaan yang membuat demokrasi dapat bekarja.
Pendekatan
contextual teaching and learning (CTL) atau dengan model portofolio merupakan
pilihan model pembelajaran yang sekarang sering dipilih sebagai model
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.Dalam model portofolio yang dalam
praktik merupakan penerjemahan model project citizen banyak melatih dan
menumbuhkan karakter warga negara tang ideal (demokratis).Nilai-nilai
demokratis,partisipatif,kerjasama,peduli dan peka terhadap persoalan publik di
sekitar siswa,serta belajar otentik terhadap persolan kewargaan dan publik
merupakan sesuatu yang dikembangkan dalam project citizen.
Upaya
pembentukan warga negara yang baik sebagaimana diidealkan oleh tujuan
pendidikan kewarganegaraan,di indonesia mengalami berbagai bentuk penafsiran
dalam setiap kebijakan pendidikan nasionalnya.Corak pembentukan warga negara
selam ORBA di nilai gagal melahirkan masyarakat yang demokratis, mandiri,
kritis dan partisipatif.Pembentukan karakter manusia pembangunan sebagai upaya
membangun insan pancasilais terkalahkan oleh realitas kehidupan politik dan
kehidupan kewargenegraan yang cenderung korup,kolutif,nepotis.
Pembahasan
kebijakan pendidikan kewarganegraan pada awal era reformasi memperlihatkan
bahwa sebgai bagian reformasi pendidikan nasinal,pendidikan kewarganegaraan
telah bergeser dari pendekatan materi pendidikan nilai-nilai sebagaimana tampak
dalam PMP dan PPKn,kepada pendekatan kompetensi kewarganegaraan dan pendekatan
keilmuan. Pendekatan kompetensi kewarganegaraan berupaya membangun
kecakapan-kecakapan yang harapanya dimiliki peserta didik sebgai warga negara
muda yang kritis,rasional dan partisipatif. Pendekatan keilmuwan menjadikan
pendidikan kewarganegaraan memfokuskan diri kepada induk keilmuwan civics yaitu
ilmu politik.Implikasi pendekatan ini ialah bahwa pendidikan kewarganegaraan
sedapat mungkin mendasrkan diri kepada kepentingan nilai-nilai sistem politik
nasional,dan bukannya bergantung kepada politik rezim. Dengan demikian, setiap
perubahan dan pembaharuan pendidikan kewarganegaraan seyogianya tidak
bergantung kepada perubahan rezim mana yang tengah berkuasa
(Samsuri,2010:199-200).
DAFTAR PUSTAKA
Hamid
Darmadi, (2010) Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Penerbit;
Bandung: Alfabeta
Hamid
Darmadi, (2010) Pendidikan Pancasila. Penerbit; Bandung: Alfabeta
Hamid
Darmadi, (2011) Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan Penerbit; Bandung:
Alfabeta
Zuchdi,
Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter. Yogyakarta:UNY Press
httpblog.uad.ac.idbaehaqiarif20110519pendidikan-kewarganegaraan-untuk-pembangunan-karakter-bangsa-prospek-dan-tantangan-di-tengah-masyarakat-yang-multikultural1
diakses pada tanggal 10 Juli 2013 pukul 09.00
http://pengertianpendidikan.com/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan diakses pada tanggal 10 Juli 2013 pukul
09.00
httpwww.bppk.depkeu.go.id
bdkpontianakindex.phpserambi10-umum59-menanamkan-pendidikan-karakter-di-kalangan-generasi-muda
diakses pada tanggal 10 Juli 2013 pukul 09.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar