Eksitensi UUD
1945 Bagi Kehidupan Bangsa
1.
Terbentuknya UUD 1945
Bangsa
Indonesia lahir dari sejarah panjang dan kebudayaannya yang tua melalui
kebesaran kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram, hingga mengalami masa
penjajahan yang membawa penderitaan panjang. Penderitaan tersebut akhirnya
membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk melawan penjajah. Awal
kebangkitan tersebut ditandai dengan lahirnya pergerakan Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908. Berdirinya Budi Utomo juga memicu lahirnya
organisasi-organisasi lain yang bergerak di bidang sosial dan politik.
Perjuangan
melawan penjajah terus berlangsung. Mulai dari pemerintahan kolonialisme
Belanda hingga masa pendudukan Jepang. Akhirnya pada tahun 1943/1944, Jepang
mengalami kekalahan di seluruh medan peperangan. Keadaan tersebut dimanfaatkan
oleh bangsa Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaannya. Pada tanggal 29 April
1945 dibentuklah BPUPKI yang beranggotakan 62 orang dan dipimipin oleh Dr.
Radjiman Wedyadiningrat dan ketua muda R.P. Soeroso. Pada tanggal 16 Juli 1945,
BPUPKI berhasil menyelesaikan Rancangan UUD. Akhirnya dengan pertimbangan
kebutuhan, dibentuklah PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945 dengan anggota 21 orang
serta dipimpin oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jendral
Terauchi mewakili pemerintahan Tokyo menyampaikan bahwa Jepang telah menyetujui
kemerdekaan Indonesia yang waktu pelaksanaanya diserahkan kepada PPKI. Akhirnya
pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
dan UUD 1945 disahkan oleh PPKI satu hari setelah kemerdekaan.
2.
Pelaksanaan UUD 1945
Dalam
kurun waktu 1945-1959, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan dengan baik
dikarenakan situasi politik yang tidak stabil. Dalam kurun waktu itu juga
dibentuk anggota DPA sementara. Pada 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit
Presiden yang menyatakan bahwa UUD 1945 berlaku lagi bagi seluruh bangsa
Indonesia setelah sebelumnya berlaku UUDS 1950. Pada masa orde Lama
(1950-1965) ditemukan banyak terjadi penyelewengan terhadap UUD 1945.
Penyelewengan serius terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama terjadi dengan
memusatnya kekuasaan secara mutlak pada satu tangan, yaitu Kepala Negara.
Presiden tidak lagi tunduk kepada MPR, bahkan sebaliknya MPR yang ditundukkan
di bawah Presiden. Pada masa Orde Baru, pelaksanaan terhadap UUD 1945 dan
Pancasila dilakukan secara murni dan konsekuen. Selain itu, masa Orde Baru juga
telah berhasil menyalurkan aspirasi rakyat dalam mengadakan koreksi terhadap
penyimpangan pada masa Orde Lama. Dalam kurun waktu 1998 hingga masa
Reformasi dilakukan kajian ilmiah terhadap UUD’45 yang akhirnya menuntut dilakukannya
amandemen dengan tujuan penyempurnaan UUD 1945
3.
UUD Masa Reformasi
Reformasi
adalah perubahan. Mereka yang menginginkan reformasi juga menginginkan
terjadinya perubahan. Perubahan yang diharapkan adalah perubahan menjadi lebih
baik. Reformasi terjadi pada tanggal 13 Mei 1998 hingg sekarang setelah terjadi
tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa Trisakti. Mundurnya Soeharto
memberikan peluang untuk mengumandangkan nama reformasi di Indonesia.
·
Amandemen UUD 1945
Salah
satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (Amandemen) UUD
1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa
Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (pada kenyataannya bukan di tangan
rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang
terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multi tafsir), serta
kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum
cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan
perubahan UUD 1945 adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara,
kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan
negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.Dalam kurun waktu 1999-2002,
UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan. Hal yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan
Sidang Tahunan MPR tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Sidang
Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
2.
Sidang
Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
3.
Sidang
Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
4.
Sidang
Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
4.
Eksistensi UUD 1945 Bagi
Kemerdekaan Bangsa
Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar dimaknai sebagai pemegang peranan penting bagi kehidupan
suatu bangsa,terbukti dari kenyataan sejarah ketika Pemerintah Militer Jepang
akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia. Sesuai janji Perdana
Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944, maka dibentuklah
badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai(Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ BPUPKI) pada tanggal 29 Arpil 1945
yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso,
yang tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka (Undang-Undang Dasar). Niat
Pemerintah Militer Jepang tersebut dilatarbelakangi kekalahan balatentara
Jepang di berbagai front, sehingga akhir Perang Asia Timur Raya sudah berada
diambang pintu. Janji Jenderal Mc Arthur “I shall return” ketika
meninggalkan Filipina (1942) rupanya akan menjadi kenyataan.
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam
dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni
1945 untuk menetapkan dasar negara dan berhasil
merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota
Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai
dengan 17 Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar (Harun
Al Rasid, 2002). Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk sebuah
panitia yang terdiri dari 8 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang disebut
Panitia Delapan. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan pertemuan antara gabungan
paham kebangsaan dan golongan agama yang mempersoalkan hubungan antara agama
dengan negara. Dalam rapat tersebut dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari
Drs. Moh. Hatta, Mr.
A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid
Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr. Muh. Yamin.
Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh
Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta.
Pada tanggal 14 Juli 1945
pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan dan perubahan, teks
Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang.
Teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah hasil
kerja Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo. Setelah selesai
melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Militer Jepang
disertai usulan dibentuknya suatu badan baru yakni Dokurittsu Zyunbi
Linkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), yang bertugas
mengatur pemindahan kekuasaan (transfer of authority) dari Pemerintah
Jepang kepada Pemerintah Indonesia. Atas usulan tersebut maka
dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno
dan Wakil Ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian ditambah 6 orang.
tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota BPUPKI, yaitu 69 orang. Menurut
rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada
Rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun terdapat rakhmat
Allah yang tersembunyi (blessing in disguise) karena, sepuluh hari
sebelum tibanya Hari-H tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi kepada
Sekutu tanpa syarat undconditional surrender).
Dalam tiga hari yang
menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15, dan 16 Agustus 1945 menjelang Hari
Proklamasi, timbul konflik antara Soekarno-Hatta dengan kelompok pemuda dalam
masalah pengambilan keputusan, yaitu mengenai cara bagaimana (how)
dan kapan (when) kemerdekaan itu akan diumumkan. Soekarno-Hatta
masih ingin berembuk dulu dengan Pemerintah Jepang sedangkan kelompok pemuda
ingin mandiri dan lepas sama sekali dari campur tangan Pemerintah Jepang.Pada
hari Kamis pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa (diculik) oleh
para pemuda ke Rengasdengklok, namun pada malam harinya dibawa kembali ke
Jakarta lalu mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No.
1 Jakarta. Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan
akan diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Bung Karno,
pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia
bagian Timur yang menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di
daerah itu sangat berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi:“Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dalam menghadapi masalah tersebut
dengan disertai semangat persatuan, keesokan harinya menjelang sidang PPKI
tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama 4
anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman
Singodimedjo, dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan
UUD 1945 tersebut dihilangkan.Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai
berikut: bahwa badan yang merancang UUD 1945 termasuk di dalamnya rancangan
dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945.
Setelah selesai melaksanakan tugasnya yaitu merancang UUD 1945 berikut
rancangan dasar negara, dan rancangan pernyataan Indonesia merdeka, maka
dibentuklah PPPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Pada era Orde Baru, pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan. Meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
namun secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Di bidang politik,
pemerintah Orde Baru memiliki cara tersendiri untuk menciptakan stabilitas yang
diinginkan, salah satunya dengan menjadikan Golkar sebagai mesin politik. Di
dalam tubuh Golkar terdapat tiga jalur yang menjadi tumpuan kekuatannya, yaitu
ABRI, birokrat, dan Golkar (jalur ABG). Keberadaan Golkar yang sebenarnya
diperlukan sabagai sarana dan arena penyaluran aspirasi rakyat, ternyata
dijadikan sebagai alat kekuasaan atau alat penguasa untuk melanggengkan
kekuasaannya. Sistem perwakilan pun bersifat semu, bahkan hanya dijadikan
sarana untuk melanggengkan sebuah kekuasaan seecra sepihak. Otoritarianisme
merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
termasuk kehidupan politik, banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR tidak
mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya karena demokratisasi yang dibangun
melalui KKN. Ketidakberesan juga dapat dilihat dari konsep Dwifungsi ABRI yang
telah berkembang menjadi kekaryaan. Peran kekaryaan ABRI semakin masuk kedalam
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dunia bisnis pun tak
lepas dari intervensi TNI/POLRI. Segala produk kebijkan ekonomi dan politik
selama Orde Baru teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Kondisi kian diperparah oleh upaya penegakan hukum yang sangat lemah.Kondisi
sosial-politik tersebut semakin diperburuk oleh krisis moneter yang melanda
Indonesia sejak pertengahan Juli 1997. Di pasaran mata uang dunia nilai rupiah
terus merosot terhadap dollar Amerika. Krisis moneter memicu terjadinya
kemerosotan ekonomi secara meluas. Perbankan nasional terpuruk dan banyak bank
beku operasi (BBO). Dunia usaha tidak berkutik dan banyak yang gulung tikar.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di banyak tempat. Haraga sembako yang
menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari melambung tinggi, bahkan sempat
terjadi kelangkaan.
Berawal dari gerakan
moral, aksi bergeser memasuki ranah politik, yaitu menuntut Soeharto mundur
dari jabatan presiden. Semua ini merupakan puncak kekecewaan rakyat atas krisis
yang melanda Indonesia. Aksi mahasiswa di sejumlah kota besar semakin berani
dengan turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 petang, aksi mereka menimbulkan
bentrok dengan pihak aparat keamanan hingga terjadi peristiwa tragis yaitu
tragedi Trisakti. Dalam peristiwa itu, empat mahasiswa Universitas Trisakti
tewas setelah bentrok dengan petugas yang berusaha membubarkan mimbar bebas dan
aksi duduk di Jalan S. Parman, Grogol, Jakarta Barat dan puluhan orang lainnya
luka parah. Keempat mahasiswa yang terbunuh adalah Elang Mulya Lesmana, Hery
Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
Akibat
peristiwa Trisakti dan kerusuhan massal pada tanggal 13-14 Mei 1998, muncul
tuntutan rakyat agar MPR segera mengadakan sidang istimewa dengan meminta
pertanggung-jawaban presiden atau pengunduran diri secara konstitusional. Para
mahasiswa semakin gencar melakukan aksi menuntut diadakan reformasi menyeluruh
termasuk penggantian kepemimpinan nasional. Mereka mengarahkan perhatian utama
kepada wakil-wakil rakyat di DPR/MPR RI dengan mengadakan demonstrasi
besar-besaran di gedung DPR/MPR RI. Menanggapi hal tersebut Presiden Soeharto
berupaya membentuk komite reformasi, perubahan kabinet, tetapi tidak mendapat
tanggapan positif dari mahasiswa dan kelompok kritis. Oleh karena itu, pada
tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.05 pagi, di Istana Merdeka Jakarta, Presiden
menyatakan berhenti, setelah 32 tahun, 7 bulan, dan 3 minggu masa kekuasaannya
sebagai Presiden Republik Indonesia.
Selesai Presiden Soeharto
mengumumkan pernyataan berhenti, B. J. Habibie mengucapkan sumpah jabatan
sebagai Presiden RI. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan dan menghindari
kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, maka B. J.
Habibie, mengucapkan sumpah jabatan Presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.
Gerakan reformasi belum selesai, para pengunjuk rasa tetap menuntut diadakannya
reformasi secara menyeluruh serta memberantas praktek Korupsi Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Untuk itu Presiden B. J. Habibie menyatakan akan
mengadakan pemilu yang dipercepat, selambat-lambatnya pertengahan tahun 1999
(Sekretariat, 2001:26). Era Presiden Habibie, Timor Timur yang menjadi provinsi
ke-27 lepas dari NKRI. Terlepasnya Timor Timur menjadi faktor utama penolakan
MPR atas pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie pada bulan Oktober 1999, B.
J. Habibie akhirnya mengundurkan diri dari bursa calon presiden. Selanjutnya
selama era reformasi berlabgsung telah terjadi empat kali pergantian Presiden
yaitu : B.J Habibie; (mei 1998-Oktober 1999); Abdurahman Wahit (Oktobder 1999-
Juli 2001); Megawati Soekano Putri (Juli 2001- September 2004); Susilo Bambang
Yudhoyuno (September 2004 - Oktober 2014)
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 5 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-q
~domino99
~poker
~bandar66
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217