Jumat, 10 Agustus 2018

Lahirnya UUD 1945


Lahirnya UUD 1945
A.     Sejarah Lahirnya UUD 1945
Lahirnya UUD’45 bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut diantaranya berisikan “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1.    Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
2.   Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
3.   Memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai Presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden;
4.      Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional;

 Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya :
1.      Rakyat, yaitu bangsa Indonesia; Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga ke Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote yang terdiri dari 17.500 buah pulau besar dan kecil; Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia; Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara;
2.      Tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila; Bentuk Negara yaitu Negara kesatuan.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 adalah dasar hukum tertulis (hukum dasar), konstitusi pemerintahan Republik Indonesia. UUD 1945 disahkan menjadi undang-undang oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, dalam Konstitusi Indonesia berlaku RIS, dan sejak 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Keputusan Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, menegaskan dengan DPR pada 22 Juli 1959. Pada periode 1999-2002, 1945 mengalami 4 kali perubahan amandemen.
1.      Naskah UUD 1945
Sebelum amandemen 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh 16 bab, 37 pasal, 65 ayat, ayat 16 berasal dari 16 bab yang hanya terdiri dari satu ayat dan 49 ayat dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih, Aturan Peralihan pasal 4, dan 2 ayat Aturan Tambahan, serta penjelasan. Setelah 4 kali diamandemen, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, Pasal 3 Aturan Peralihan, dan 2 Aturan Tambahan bagian. Dalam Berita Acara Sidang Tahunan 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 satu naskah.
·        Lahirnya UUD 1945
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 merupakan badan yang merancang konstitusi 1945. Selama sesi pertama yang berlangsung dari 28 Mei – 1 Juni 1945, Ir. Sukarno menyampaikan gagasan “Dasar Negara”, bernama Pancasila.Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota Sembilan BPUPKI membentuk sebuah komite yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta, yang akan menjadi teks pembukaan UUD 1945 Setelah penghapusan frasa “kewajiban untuk melaksanakan Syariah Islam bagi penganutnya “Piagam Jakarta naskah ke naskah pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI.
Pengesahan UUD 1945 telah dikonfirmasi oleh Komite Nasional Indonesia Pusat “KNIP” yang diselenggarakan pada tanggal 29 Agustus 1945. The 1945 rancangan naskah Indonesia yang disusun selama Sesi Kedua Badan Investigasi Persiapan Kemerdekaan “BPUPKI”. Nama lembaga tanpa kata “Indonesia” karena tanah tersebut disediakan untuk Jawa. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
·        Periode 1945 “18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949”
Pada periode 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang sibuk memperjuangan kemerdekaan. Titah No. X Wakil Presiden pada 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada KNIP, karena Majelis dan Parlemen belum terbentuk. 14 November 1945 Semi-Presiden Kabinet dibentk(“Semi-Parlementer”) yang pertama, sehingga acara ini mengalami perubahan pertama sistem pemerintahan Indonesia untuk 1945.
·        Periode Diberlakukanya Konstitusi RIS 1949 “27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950”
Pada saat ini pemerintah Indonesia adalah sistem parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negara yaitu federasi negara yang terdiri dari negara-negara yang masing-masing negara memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan internal. Ini adalah perubahan dari tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan.
·        Periode 1950 “17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959”
Sistem dalam periode 1950 diberlakukan demokrasi parlementer sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini juga kabinet selalu berganti-ganti, sebagai akibat dari pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing pihak lebih memperhatikan kepentingan partai atau kelompok. Setelah negara RI pada tahun 1950 dan sistem Demokrasi liberal yang dialami oleh masyarakat Indonesia selama hampir 9 tahun, rakyat Indonesia sadar bahwa UUD 1950 dengan sistem Demokrat Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD 1945.
·        Periode kembali ke UUD 1945 “5 Juli 1959 – 1966”
Karena situasi politik di Majelis Konstituante pada tahun 1959 di mana banyak kepentingan partai saling tarik ulur politik sehingga gagal menghasilkan sebuah konstitusi baru, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden yang satu itu memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi, menggantikan Sementara Konstitusi 1950 yang berlaku pada waktu itu.
·        Pada saat ini, ada berbagai penyimpangan 1945, termasuk :
Presiden menunjuk Ketua dan Wakil Ketua MPR / DPR dan Mahkamah Agung serta Wakil Ketua DPA sebagai Menteri Negara MPRS menetapkan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
·        Periode 1945 orde baru “11 Maret 1966 – 21 Mei 1998”
Selama Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila murni dan akibatnya. Selama Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi sangat “sakral”, di antara melalui sejumlah aturan :
  1. Keputusan No. I / MPR / 1983 yang menyatakan bahwa Majelis bertekad untuk mempertahankan UUD 1945, tidak wasiat akan membuat beberapa perubahan
  2. Keputusan No. IV / MPR / 1983 referendum yang antara lain, menyatakan bahwa jika keinginan Majelis mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui referendum.
  3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang referendum, yang merupakan implementasi dari Keputusan No. IV / MPR / 1983.
·        Masa “21 Mei 1998 – 19 Oktober 1999”.
Pada saat ini transisi diketahui. Waktu itu sejak Presiden Soeharto digantikan oleh BJ Habibie dengan hilangnya Timor Timur dari NKRI.
·        Periode Perubahan “Tahun 1945”.
Salah satunya adalah tuntutan Reformasi 1998 untuk perubahan amandemen UUD 1945 Latar Belakang tuntutan perubahan UUD 1945, antara lain, seperti di masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan Majelis dan di sebenarnya bukan di tangan rakyat, kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” yang dapat menyebabkan multitafsir, serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat pejabat negara yang belum cukup didukung oleh ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan 1945 adalah meningkatkan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan, hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, eksistensi demokrasi dan supremasi hukum, serta hal-hal lain sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan pembangunan bangsa. 1945 perubahan perjanjian yang tidak mengubah UUD 1945, tetap mempertahankan struktur negara staat structuur kesatuan atau selanjutnya dikenal sebagai Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
·        Pada periode 1999-2002, 1945 mengalami 4 kali perubahan amandemen yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan sbb:
a.      Sidang Umum 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 1945 Amandemen Pertama.
b.      Sidang Tahunan 2000, diadakan pada tanggal 7-18 Agustus 2000 1945 Perubahan Kedua.
c.      Sidang Tahunan 2001, tanggal 1-9 November 2001 1945 Perubahan Ketiga.
d.      Sidang Tahunan 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 1945 Perubahan Keempat.

2.        Eksitensi UUD 1945 Bagi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar dimaknai sebagai pemegang peranan penting bagi kehidupan suatu bangsa,terbukti dari kenyataan sejarah ketika Pemerintah Militer Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia. Sesuai janji Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944, maka dibentuklah badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ BPUPKI) pada tanggal 29 Arpil 1945 yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso, yang tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka (Undang-Undang Dasar). Niat Pemerintah Militer Jepang tersebut dilatarbelakangi kekalahan balatentara Jepang di berbagai front, sehingga akhir Perang Asia Timur Raya sudah berada diambang pintu. Janji Jenderal Mc Arthur “I shall return” ketika meninggalkan Filipina (1942) rupanya akan  menjadi kenyataan.
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar (Harun Al Rasid, 2002). Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 8 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang disebut Panitia Delapan. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan pertemuan antara gabungan paham kebangsaan dan golongan agama yang mempersoalkan hubungan antara agama dengan negara. Dalam rapat tersebut dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr.  Muh. Yamin. Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah  Piagam Jakarta.
Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan dan perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah hasil kerja Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo. Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Militer Jepang disertai usulan dibentuknya suatu badan baru yakni Dokutsu Zyunbi Linkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), yang bertugas mengatur pemindahan kekuasaan (transfer of authority) dari Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia. Atas  usulan tersebut maka dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan Wakil Ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian ditambah 6 orang. tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota BPUPKI, yaitu 69 orang. Menurut rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun terdapat rakhmat Allah yang tersembunyi (blessing in disguise) karena, sepuluh hari sebelum tibanya Hari-H tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi kepada Sekutu tanpa syarat  undconditional surrender).
Dalam tiga hari yang menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15, dan 16 Agustus 1945 menjelang Hari Proklamasi, timbul konflik antara Soekarno-Hatta dengan kelompok pemuda dalam masalah pengambilan keputusan, yaitu  mengenai cara bagaimana (how) dan kapan (when) kemerdekaan itu akan diumumkan. Soekarno-Hatta masih ingin berembuk dulu dengan Pemerintah Jepang sedangkan kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali dari campur tangan Pemerintah Jepang.
Pada hari Kamis pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa (diculik) oleh para pemuda ke Rengasdengklok, namun pada malam harinya dibawa kembali ke Jakarta lalu mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Bung Karno, pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia bagian Timur yang menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:“Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan, keesokan harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut dihilangkan.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa badan yang merancang UUD 1945 termasuk di dalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Setelah selesai melaksanakan tugasnya yaitu merancang UUD 1945 berikut rancangan dasar negara, dan rancangan pernyataan Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Pada era Orde Baru, pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Di bidang politik, pemerintah Orde Baru memiliki cara tersendiri untuk menciptakan stabilitas yang diinginkan, salah satunya dengan menjadikan Golkar sebagai mesin politik. Di dalam tubuh Golkar terdapat tiga jalur yang menjadi tumpuan kekuatannya, yaitu ABRI, birokrat, dan Golkar (jalur ABG). Keberadaan Golkar yang sebenarnya diperlukan sabagai sarana dan arena penyaluran aspirasi rakyat, ternyata dijadikan sebagai alat kekuasaan atau alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Sistem perwakilan pun bersifat semu, bahkan hanya dijadikan sarana untuk melanggengkan sebuah kekuasaan seecra sepihak. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara termasuk kehidupan politik, banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya karena demokratisasi yang dibangun melalui KKN. Ketidakberesan juga dapat dilihat dari konsep Dwifungsi ABRI yang telah berkembang menjadi kekaryaan. Peran kekaryaan ABRI semakin masuk kedalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dunia bisnis pun tak lepas dari intervensi TNI/POLRI. Segala produk kebijkan ekonomi dan politik selama Orde Baru teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN. Kondisi kian diperparah oleh upaya penegakan hukum yang sangat lemah.Kondisi sosial-politik tersebut semakin diperburuk oleh krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan Juli 1997. Di pasaran mata uang dunia nilai rupiah terus merosot terhadap dollar Amerika. Krisis moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi secara meluas. Perbankan nasional terpuruk dan banyak bank beku operasi (BBO). Dunia usaha tidak berkutik dan banyak yang gulung tikar. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di banyak tempat. Haraga sembako yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari melambung tinggi, bahkan sempat terjadi kelangkaan.
Berawal dari gerakan moral, aksi bergeser memasuki ranah politik, yaitu menuntut Soeharto mundur dari jabatan presiden. Semua ini merupakan puncak kekecewaan rakyat atas krisis yang melanda Indonesia. Aksi mahasiswa di sejumlah kota besar semakin berani dengan turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 petang, aksi mereka menimbulkan bentrok dengan pihak aparat keamanan hingga terjadi peristiwa tragis yaitu tragedi Trisakti. Dalam peristiwa itu, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas setelah bentrok dengan petugas yang berusaha membubarkan mimbar bebas dan aksi duduk di Jalan S. Parman, Grogol, Jakarta Barat dan puluhan orang lainnya luka parah. Keempat mahasiswa yang terbunuh adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
            Akibat peristiwa Trisakti dan kerusuhan massal pada tanggal 13-14 Mei 1998, muncul tuntutan rakyat agar MPR segera mengadakan sidang istimewa dengan meminta pertanggung-jawaban presiden atau pengunduran diri secara konstitusional. Para mahasiswa semakin gencar melakukan aksi menuntut diadakan reformasi menyeluruh termasuk penggantian kepemimpinan nasional. Mereka mengarahkan perhatian utama kepada wakil-wakil rakyat di DPR/MPR RI dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI. Menanggapi hal tersebut Presiden Soeharto berupaya membentuk komite reformasi, perubahan kabinet, tetapi tidak mendapat tanggapan positif dari mahasiswa dan kelompok kritis. Oleh karena itu, pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.05 pagi, di Istana Merdeka Jakarta, Presiden menyatakan berhenti, setelah 32 tahun, 7 bulan, dan 3 minggu masa kekuasaannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Selesai Presiden Soeharto mengumumkan pernyataan berhenti, B. J. Habibie mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden RI. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan dan menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, maka B. J. Habibie, mengucapkan sumpah jabatan Presiden di hadapan Mahkamah Agung RI. Gerakan reformasi belum selesai, para pengunjuk rasa tetap menuntut diadakannya reformasi secara menyeluruh serta memberantas praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Untuk  itu Presiden B. J. Habibie menyatakan akan mengadakan pemilu yang dipercepat, selambat-lambatnya pertengahan tahun 1999 (Sekretariat, 2001:26).
Era Presiden Habibie, Timor Timur yang menjadi provinsi ke-27 lepas dari NKRI. Terlepasnya Timor Timur menjadi faktor utama penolakan MPR atas pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie pada bulan Oktober 1999, B. J. Habibie akhirnya mengundurkan diri dari bursa calon presiden. Selanjutnya selama era reformasi berlabgsung telah terjadi empat kali pergantian Presiden yaitu : B.J Habibie; (mei 1998-Oktober 1999); Abdurahman Wahit (Oktobder 1999- Juli 2001); Megawati Soekano Putri (Juli 2001- September 2004); Susilo Bambang Yudhoyuno (September 2004 - Oktober 2014)

1 komentar:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
    ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.club ^_$
    add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^

    BalasHapus