Perjuangan Kearah Indonesia Merdeka
1. Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI.
Kemenangan sekutu dalam Perang Dunia
membawa hikmah bangsa Indonesia. Menurut pengumuman Nanpoo Gun (Pemerintahan
Tentara Jepang untuk seluruh daerah selatan), tanggal 7 Agustus 1945 (Kan Poo
No. 72/2605k.11), pada pertengahan bulan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritu Zyumbi Inkai. Untuk keperluasn
membentuk panitia itu pada tanggal 8 Agustus Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta dan
Dr. Radjiman diberang-katkan ke Siagon atas panggilan Jendral Besar Terauci,
Saiko Sikikan untuk daerah selatan (Naapoo Gun), jadi penguasa tersebut
meliputi kekuasaan wilayah Indonesia. Menurut Soekarno, Jendral Terauci pada
tanggal 9 Agustus memberikan kepadanya 3 cap yaitu :
1. Soekarno diangkat sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan, Moh.Hatta
sebagai Wakil ketua, Radjiman sebagai anggoata.
2. Panitia persiapan-persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus itu.
3. Cepat atau Tidaknya pekerjaan Panitia diserahkan sepenuhnya kepada Panitia.
Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritu
Zyumb Inkai itu sendiri atas 21 orang, termasuk ketua dan wakil ketua. Adapun susunan keanggotaan
PPKI tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Ir. Soekarno (Ketua)
2.
Drs. Moh.Hatta (Wakil
ketua)
Adapun
anggota-anggotanya sebagai berikut :
3.
Dr. Radjiman Widiodiningrat
4.
Ki Bagus Hadikusumo
5.
Oto Iskandardinata
6.
Pangeran Purbojo
7.
Pangeran Soejohamodjojo
8.
Soetardjo Kartohadidjojo
9.
Prof. Dr. Mr. Soepome
10. Abduil Kadir
11. Drs. Yap Tjwan Bing
12. Dr. Mohammad Amir…………….(didatangkan
dari Sumatra)
13. Mr.Abdul Abbas ………………….(didatangkan dari Sumatra)
14. Dr. Ratulangi………………………(didatangkan
dari Sulawesi)
15.
Andi pengeran ..........................(didatangkan
dari Sulawesi)
16.
Mr.Lamharhary
17.
Mr.Pudja .....................................(didatangkan dari Bali)
18.
A.H. Hamidan ..........................(didatangkan
dari Kalimantan)
19.
R.P Soeroso
20.
Abdul Wachid Hasyim
21.
Mr. Mohammad Hassan .............(didatangkan
dari Sumatra)
Berbeda dengan Badan Penyelidik (Dokuritu Zyumbi Inkai), dalam susunan
kepanitiaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Penyelidik (Dokuritu Zyumbi
Inkai),tidak duduk seorangpun bangsa Jepang, demikian pula dalam kantor tata
usahanya. Sekembalinya dari Saigon pada tanggal 14
Agustus 1946 di Kemayoran Ir. Soekarno mengumumkan dimika orang banyak bahwa
bangsa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat mungkin), dan
kemerdekaan bangsa Indonesia bukan merupakan hadiah Dari bangsa Jepang
melainkan perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itulah maka ketua
Panitia Persiapan Kemerdekaan Bangsa Indonesia kemudian menam-bahkan sejumlah
anggota atas tanggung jawabnya sendiri. Agar dengan demikian sifat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu berubah menjadi badan pendahuluan bagi
Komite Nasional. Dalam bathinnya sebagai omite Nasional, Panitia Persiapan
Kemerdekaan itu menyelenggarakan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia
dan kemudian memilih presiden dan wakil presiden. Dalam hal ini untuk tidak
dilupakan bahwa anggota-anggotanya datang dari seluruh kepulauan Indonesia
sebagai wakil-wakil daerah masing-masing, kemudian ditambah dengan enam orang
lagi sebgai wakil golongan yang terpenting dalam masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang pada hakikatnya juga
sebagai Komite Nasional memiliki sifat representatif, sifat perwakilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut nyata
bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang semula adalah merupakan
badan bentukan Pemerintahan Tentara Jepang, kemudian sejak Jepang jatuh dan
kemudian ditambahnya enam anggota baru atas tanggungan sendiri maka berubahlah
sifatnya dari badan Jepang menjadi badan nasional sebagai badan pendahuluan
bagi Komite Nasional. Adapun enam anggota baru tambahan tersebut adalah : (1)
Wiranatakusuma (2) KiHadjar Dewantara, (3) Kasman Singodimejo, (4) Sajuti
Malik, (5) Mr.Iwa Kusuma Sumantri, (6) Mr.Achmad Soebardjo.
2.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Setelah Jepang menyarahkepada sekutu, maka
kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh pejuang bangsa Indonesia. Namun
terdapat perbedaan pendapat dalam pelaksanaan serta waktu Proklamasi. Perbedaan
itu terjadi pada golongan pemuda antara lain : Sukarni , Adam Malik, Kusnaini,
Syahrir, Soedarsono, Soepomo dkk. Dalam masalah golongan ini gilongan pemuda
lebig bersikap agresifyaitu untuk lebih menghendaki kemerdekaan secepatnya
mungkin. Perbedaan itu memuncak dengan diamankannya Ir.Soekarno dan Moh. Hatta
ke Rengagdengklok, agar tidak mendapat pengaruh dari Jepang. Setelah diadakan
pertemuan di Pejambon Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945 dan diperoleh
kepastian bahwa Jepang telah menyerah, maka Dwitunggal Soekarno-Hatta setuju
untuk dilaksanakannya Proklamasi kemerdekaan, akan tetapi dilaksanakan di
Jakarta.
Untuk mempersiapkan Prokalmasi tersebut maka pada tengah
malam, Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard
(sekarang Jl. Imam Bonjol No.1 Jakarta) disitu telah berkumpul: B.M. Diah,
Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh dkk, untuk menegaskan
bahwa pemerintah Jepang tidak campur tangan dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan
larut malam dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M, Diah,
Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwa Kusuma sumantri dan beberapa anggota PPKI
bertugas merumuskan redaksi naskah proklamasi. Pada pertemuan tersebut akhirnya
konsep Soekarno-lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti melik.
Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur
56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at legi, jam 10 pagi waktu Indonesia Barat (jam
11.30 waktu Jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah
Proklamasi Kemerdekaan dengan khidmad dan diawali dengan pidato sebagai berikut
:
NASKAH PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta , 17 Agustus 1945
Atas Nama Bangsa
Indonesia
Soekarno – Hatta
3.
Sidang PPKI
Sidang
pertama "PPKI" pada
tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan
kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi
politik dari pihak-pihak kaum keagamaan yang non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum
kebangsaan (pihak "Nasionalis")
guna meyakinkan
pihak atau tokoh-tokoh kaum Islam guna
dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter". Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan yaitu keesokan harinya pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang pertama. Sebelum sidang resmi,
dimulai kira-kira 20 menit dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa
perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah Panitia Pembukaan UUD 1945
yang pada saat itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta, terutama yang menyangkut
perubahan sila pertama Pancasila. Dalam pertemuan tersebut para pendiri negara
kita bermusyawarah dengan moral yang luhur sehingga mencapai suatu kesepakatan,
dan akhirnya disempurnakan sebagaimana naskah yang kita lihat dalam Pembukaan
UUD 1945 sekarang ini.
a. Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
Sidang
pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai
berikut :
·
Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi :
·
Setelah melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta yang
kemudian berfungsi sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
·
Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan
Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan
karena berkaitan dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai
Undang-Undang Dasar 1945.
·
Memilih presiden dan wakil presiden yang pertama.
·
Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai
badan musyawarah darurat.
Tentang pembentukan Komite Nasioanl Indonesia Pusat, dalam masa
transisi dari pemerintahan jajahan kepada pemerintah nasional, hal itulah
ditentukan dalam pasal IV Aturan Peralihan. Adapun keanggotaan Komite Nasioanl
adalah PPKI sebagai panitia intinya ditambah dengan pemimpin-pemimpin rakyat
dari semua golongan, aliran dan lapisan masyarakat, seperti : Pamong Praja,
Alim Ulama, Kaum pergerakan, pemuda, pengusaha/pedagang, cendikiawan, wartawan
dan golongan lainnya. Komite Nasional tersebut dilantik pada tanggal 29 Agustus
1945 dan diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo. Adapun perubahan yang
menyangkut Piagam Jakarta menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah
sebagai berikut :
Piagam
Jakarta
(1) Kata Mukadimah
(2) Dalam suatu Hukum Dasar
(3) Dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan bagi
pemeluk-pemeluknya.
(4)
Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
|
Diganti
|
Pembukaan
UUD 1945
Pembukaan
Dalam suatu UUD Negara….
Dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusia yang adil dan beradab.
|
Adapun
perubahan yang menyangkut pasal-pasal UUD sebagai berikut :
Rancangan Hukum Dasar UUD 1945
(1) Istilah “Hukum Dasar”
(2) Dalam rancangan dua orang wakil presiden
(3) Presiden harus orang Indonesia Asli yang beragama islam
(4) Dalam rancangan
disebutkan ‘….. selama pegang pimpinan perang, dipegang oleh Pemerintah
Indonesia.
|
Diganti
Diganti
Diganti
|
Undang-Undang Dasar
atas usul Soepomo
Seorang wakil presidenDalam suatu UUD Negara….
Presiden harus orang Indonesia Asli
Dihapuskan.
|
Demikian berbagai perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta
menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 beserta pasal-pasalnya.
b. Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
Pada
sidang kedua PPKI berhasil menentukan ketetapan berikut:
·
Tentang daerah propinsi, dengan pembagian sebagai berikut :
1.
Jawa Barat.
2.
Jawa Tengah
3.
Jawa Timur
4.
Sumatra
5.
Borneo
6.
Sulawesi
7.
Maluku
8.
Sunda
·
Untuk sementara waktu kedudukan Kooti dan sebagainya
diteruskankan seperti sekarang.
·
Untuk sementara waktu kedudukan kota dan Gemeente diteruskan
seperti sekarang.
Hasil yang ketiga dalam sidang tersebut adalah dibentuknya
Kemerdekaan, atau Departemen yang meliputi 12 Departemen, sebagai berikut :
1.
Departemen Dalam Negeri
2.
Departemen Luar Negeri
3.
Departemen Kehakiman
4.
Departemen Keuangan
5.
Departemen Kemakmuran
6.
Departemen Kesehatan
7.
Departemen Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan
8.
Departemen Sosial
9.
Departemen Pertahanan
10.
Departemen Penerangan
11.
Departemen Perhubungan
12. Departemen Pekerjaan Umum (Sekertariat Negara, 1995: 461).
c.
Sidang Ketiga (20 Agustus 1945)
Pada sidang ketiga PPKI dilakukan
pembahasan terhadap angenda tentang ‘Badan Penolong Keluarga Korban Perang’.
Adapun keputusan yang dihasilkan adalah terdiri dari atas delapan pasal. Salah satu dari pasal
tersebut ‘Badan Kemanan Rakyat ‘ (BKR).
·
Sidang Kempat (22
Agustus 1945)
Pada
sidang keempat PPKI dilakukan pembahasan tentang Komite Nasional Partai
Nasional Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.
4.
Kondisi Setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Pasca
proklamasi kemerdekaan RI, para tokoh – tokoh Indonesia berusaha membenahi
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu negara yang baru merdeka pasti
memerlukan suatu dasar negara dan pepempin yang mampu melaknakan dan memimpin
pemerintahan. selain itu juga perlunya membentuk bdan – badan atau lembaga yang
berpungsi membantu pemimpin negara untuk menjalankan tugasnya. Hal ini dapat
kita lihat dalam rapat PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 yang hasilnya adalah
mengesahkan Undang-Undang Negara, mengangkat Presiden dan wakil presiden.
Adapun hasil hasil rapat PPKI selanjutnya adalah membentuk alat – alat
perlengkapan negaraseperti membentuk komite nasional, kabinet pertama RI,
d.l.l. pokoknya membahas mengenai hal – hal yang berkaitan dengan politik
Indonesia. Namun keadaan politik Indonesia pada masa tersebut belum stbil atau
baik hal ini dapat dilihat dari seringnya perubahan kabinet dan masih terdapat
penyimpangan – penyimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan. Secara ilmiah Proklamasi Kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai
berikut :
1. Dari sudut ilmu hukum (secara yuridis) Proklamasi merupakan saat tidak
berlakunya tertib hukum kolonial.
2. Secara polotis ideologi Proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia
terbebas dari dari penjajahan bagsa asing dan memiliki kedaulatan untuk
menentukan nasib sendiri dalam suatu negara Proklamasi Republik Indonesia.
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia
internasional, maka pemerintah R.I. mengeluarkan 3 buah maklumat :
1. Maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengehntikan
kekuasaan luar biasa dari presiden sebelum masa waktunya (seharusnya berlaku
selama 6 bulan). Kemudian Maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR
yang semula dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
2. Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang pembentukan partai
politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari
anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi partai.
Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia Barat menilai bahwa Negara
Proklamasi sebagai negara Demokratis.
3.
Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya
maklumat ini mengubah sistem Kabinet Presidentil menjadi Kabinet Parlementer
berdasarkan asas demokrasi liberal.
Keadaan
yang demikian ini telah membawa ketidak stabilan di bidang politik. Berlakunya
sistem demokrasi liberal adalah jelas-jelas merupakan penyimpangan secara
konstitusional terhadap UUD 1945, serta
secara ideologis terhadap pPancasila. Akibat penerapan sistem kabinet
parlementer tersebut maka pemerintah Negara Indonesia mengalami jatuh bangunya
kabinet sehingga konsekuensi yang sangat serius terhadap kedaulatan negara
Indonesia saat itu.
4.
Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai
hasil dari Konsekuensi Meja Bundar (KBM) maka ditandatangani suatu persetujuan
(Mantelresolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil Pemerintah R.I di kota Den
Haag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis
anak-anak persetujuan hasil KMB lainya dengan Konstitusi RIS, antara lain:
a.
Konstitusi RIS menentukan bentuk negara
serikat (federalis) yaitu 16 negara bagian (pasal. 1 dan 2)
b. Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas demokrasi
leberal dimana Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan
pemerintah kepada parlemen (pasal 118 ayat 2).
c. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat
maupun isi pembukaanUUD 1945, Proklamasi sebagai naskah proklamasi yang terinci.
5.
Terbentuknya NKRI Tahun 1950
berdirinya
negara RIS dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik
secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu negara persatuan dan kesatuan
sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa Pemerintahan Negara ………’ yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia
……’ yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis
secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu dengan
menggabungkan diri dengan negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta,
walaupun pada saat itu negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya
berstatus sebagai negara bagian RIS saja. Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggallah 3 buah negara bagian
saja yaitu:
- Negara
bagian RI Proklamasi
- Negara
Indonesia Timur (NIT)
- Negara
Sumatera Timur (NST)
Akhirnya
berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh
negara bersatu dalam negara kesatuan dengan Konstitusi sementara yang berlaku
sejak 17 Agustus 1950. Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju
cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih
berorientasi kepada pemerintah yang berasas demokrasi liberal sehingga isi
maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut:
- Sistem
multi partai dan kabinet parlementer berakibat silih bergantinya kabinet
yang rata-rata hanya berumur 6 sampai 8 bulan. Hal ini berakibat tidak
mampunya pemerintah untuk menyusun program serta tidak mampu menyalurkan
dinamika masyarakat kearah pembangunan, bahkan menimbulkan pertendangan,
gangguan keamanan serta penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat.
- Secara
ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati
perumusan otentik pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of
Indevendence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar
negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga UUDS 1950,
adalah merupakan suatu strategi kearah negara RI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
6.
Dekrit Presiden 5 Juli
1959
Pemilu
tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan keinginan
masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada bidang politik, ekonomi,
sosial maupun hankam. Keadaan seperti itu disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
1.
Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap prekonomian
Indonesia.
2.
Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintah tidak mampu
menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan terutama pembangunan bidang
ekonomi.
3.
Sistem liberal yang berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet
jatuh bangun, sehingga pemerintah tidak stabil.
4.
Pemilu 1955 ternyata tidak mampu mencerminkan dalam DPR suatu
perimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat. Misalnya
masih banyak kekuatan-kekuatan sosial politik dari daerah-daerah dan golongan
yang belum terwakili dalam DPR.
5.
Faktor yang paling menentukan adanya Dekrit Presiden adalah
karena konstituante yang bertugas membentuk UUD yang tetap bagi negara RI,
ternyata gagal, walaupun telah bersidang selama dua setengah tahun. Bahkan
separuh anggota sidang menyatakan tidak akan hadir dalam pertemuan-pertemuan
konstituante. Hal ini disebabkan Konstituante yang seharusnya bertugas untuk
membuat UUD negara RI ternyata membahas kembali dasar negara. Atas dasar
hal-hal tersebut maka Presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab
menyatakan bahwa hal-hal yang demikian ini mengakibatkan keadaan ketatanegaraan
yang membahayakan persatuan dan kesatuan serta keselamatan negara, nusa dan
bangsa. Atas dasar inilah maka Presiden akhirnya mengeluarkan Dekrit atau
pernyataan pada tanggal 5 Juli 959, yang isinya:
- Membubarkan Konstituante
- Menetapkan berlakunya kembali UUD
1945 dan tidak berlakunya kembali UUDS tahun 1950.
- Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya
Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD
1945 berlaku kembali di Negara Republik Indonesia hingga saat ini (Mardjo,
1978: 192). Dekrit adalah suatu putusan dari organ tertinggi (kepala negara
atau organ lain) yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak.
Dekrit dilakukan bilamana negara dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan
negara terancam oleh bahaya. Landasan hukum dekrit adalah ‘Hukum Darurat’ yang
dibedakan atas dua macam yaitu:
1.
Hukum Tata Negara
Darurat Subjektif
Suatu hukum dalam tatanegara dalam arti subjektif yaitu suatu
keadaan hukum ysng memberi wewenang kepada organ tertinggi untuk bila perlu
mengambil tindakan-tindakan hukum bahkan kalau perlu melanggar undang-undang
hak-hak azasi rakyat, bahkan kalau perlu UUD. Contohnya adalah Dekrit Presiden
dengan membubarkan Konstituante serta menghentikan UUDS 1950 dan diganti dengan
memberlakukan UUD 1945.
2.
Hukum Tatanegara Darurat
Objektif
Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum
yang memberikan wewenang kepada organ
tertinggi negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum, namun tetap
berlandaskan pada konstitusi yang berlaku, contohnya adalah Surat Perintah 11 Maret 1966. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli
1959 keadaan tatanegara Indonesia sudah mulai berangsur-angsur stabil. Nampakya
keadaan yang demikian dimamfaatkan oleh kalangan komunis, bahkan dalam
pemerintahan juga tidak luput dari bahaya tersebut, yaitu dengan menambahkan
ideologi bahwa ideologi belum selesai dan bahwa ditekankan tidak akan selesai
sebelum tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Maka revolusi permanen
merupakan suatu nilai ideologis tertinggi negara. Maka dengan keadaan yang
demikian ini berlakulah hukum-hukum revolusi. Akibatnya terjadilah pemusatan
kekuasaan ditangan Presiden sehingga Presiden memiliki kekuasaan dibidang hukum
misalnya:
a.
Presiden dengan penetapan Presiden membekukan DPR hasil pemilu
1955 yang kemudian disusul dengan pembentukan DPR GR, yang anggota-anggotanya
ditunjuk oleh Presiden sendiri (lihat Penpres no. 3,4 tahun 1959).
b.
Dengan sebuah Penpres dibentuklah MPRS sesuai dengan perintah
Dekrit bahkan pembentukan MPRS harus dilakukan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya yaitu berdasarkan Penpres no 2/ 1959.
c.
Pembentukan DPA oleh Presiden berdasarkan Penpres no 3/1959.
d.
Reorganisasi kabinet/integrasi badan-badan kenegaraan tertinggi
secara piramida didalam tubuh kabinet, yaitu dengan dibentuknya Menkor (Menteri
Koordinator) dan Presiden dapat mengendalikan langsung secara sentral dengan
melewati para Menko, hal itu dilakukan dalam reorganisasi ‘100 menteri’.
Ideologi Pancasila pada saat itu dirancang oleh PKI, yaitu
digantinya dengan ideologi Manipol Usdek serta konsep Nasakom. PKI pada saat
itu berusaha mencengkeram kekuatannya dengan membangun komunikasi internasional
terutama dengan RRC. Misalnya dengan dibukanya poros Jakarta-Peking. Peristiwa
demi peristiwa yang dicoba oleh komunis untuk menggantikan ideologi Pancasila.
Peristiwa-peristiwa itu antara lain dibangkitkan bangsa Indonesia untuk
berkonfrontasi dengan Malaysia peristiwa Kanigoro, Boyolali, Indramayu, Bandar
Betsy dan sebagainya. Puncak peristiwa tersebut yaitu meletusnya pemberontakan
Gestapu PKI atau dikenal dengan G 30 S PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk
merebut kekuasaan yang syah negara RI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus
1945, disertai dengan pembunuhan yang keji dari pada Jendral yang tidak
berdosa. Pemberontakan PKI tersebut berupaya untuk mengganti secara paksa
ideologi dan dasar filsafat negara Pancasila dengan ideologi komunis Marxis.
Berkat lindungan Allah Yang Maha Kuasa maka bangsa Indonesia
tidak goyah walaupun akan diganti dengan ideologi komunis secara paksa. Hal ini
dikarenakan karena Pancasila telah merupakan pandangan hidup bangsa serta
sebagai jiwa bangsa. Atas dasar peristiwa tersebut maka 1
Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai ‘Hari Kesaktian Pancasila’.
7. Masa Orde Baru
Suatu tatanan masyarakat serta pemerintah
sampai saat meletusnya pemberontakan G30 S PKI dalam sejarah Indonesia disebut
sebagai masa ‘Orde lama’. Maka tatanan masyarakat dan pemerintahan setelah
meletusnya G 30 S PKI sampai saat ini disebut sebagai ‘Orde Baru’, yaitu suatu
tatanan masyarakat dan pemerintahan yang menuntut dilaksanakannya Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Munculnya ‘Orde Baru’ diawali dengan
munculnya aksi-aksi dari seluruh masyarakat antara lain Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) dan lain
sebagainya. Gelombang aksi rakyat tersebut muncul dimana-mana dengan suatu
tuntutan yang terkenal dengan Tritura atau (Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat),
sebagai perwujutan dari tuntutan rasa keadilan dan kebenaran, adapun isi dari
Tritura tersebut sebagai berikut:
1.
Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
2.
Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
3.
Penurunan harga
Karena orde lama akhirnya tidak mampu lagi menguasai pimpinan
negara, maka Presiden/Panglima tertinggi memberikan kekuasaan penuh kepada
Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto, yaitu dalam bentuk suatu
‘Surat Perintah 11 Maret 1966’ (Super Semar). Tugas pemegang Super Semar cukup
berat, yaitu untuk memulihkan keamanan dengan jalan menindak pengacau keamanan
yang dilakukan oleh PKI beserta ormas-ormasnya serta mengamankan15 menteri yang
memiliki indikasi terlibat G 30 S PKI dan lain-lainnya. (Mardoyo, 1978:200).
Sidang MPRS IV/1966, menerima dan memperkuat Super Semar dengan
dituangkan dalam Tap no. IX/MPRS/1966. Hal ini berarti semenjak itu Super Semar
tidak lagi bersumberkan Hukum Tatanegara Darurat akan tetap bersumber pada
kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD 1945). Pemerintah Orde Baru kemudian
melaksanakan pemilu pada tahun 1973 dan terbentuknya MPR tahun 1973. Adapun
misi yang harus diemban berdasarkan Tap. No. X/MPR/1973 meliputi:
1.
Melanjutkan pembangunan lima tahun dan menyusun serta
melaksanakan Rencana Lima Tahun II dalam rangka GBHN.
2.
Membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan demokrasi
Pancasila
3.
Melaksanakan Politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan
orientasi pada kepentingan nasional.
Demikian Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan
program-programnya dalam upaya untuk merealisasikan pem-bangunan Nasional
sebagai perwujutan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 5 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-q
~domino99
~poker
~bandar66
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217