Rabu, 29 Agustus 2018

Pancasila dan Rumusannya

Pancasila dan Rumusan yang Autentik.
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal  5 Juli 1966 Dasar Negara kita tidak pernah secara resmi diberi nama, juga tidak nama Pancasila . Namun nama itu secara de facto hidup di mulut Rakyat, sehingga semua Dasar Negara di dalam tiga konstitusi Indonesia yang pernah ada disebut Pancasila. Kiranya jelas bagi kita semua, bahwa keadaan seperti itu mengadung kerawanan bagi autentisitas Pancasila Dasar Negara. Dengan demikian yang kokoh dalam nama Pancasila sedangkan rumusannya  dapat bertukar – tukar dan dapat ditukarkan.Karena itu haruslah kita sekarang ini juga mengukuhkan rumusan Pancasila yang autentik dan sah, yakni rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 . Jangan sampai kejadian rumusan Pancasila yang autentik dan sah itu diganti dengan rumusan yang lain meskipun namanya sama!!!. Untuk itu perlu diperhatikan apa yang dikatakan oleh Bung Hatta dalam surat balasannya kepada wartawan N.Soeroso tanggal 25 Februari 1974 yang berbunyi: “Yang terutama yang Sdr. Kemukakan dalam surat Sdr. Itu ialah masalah “lahirnya Pancasila”. Ditinjau dari jurusan  Konstitusionil  yang sah pendapat Nogroho Notosusanto bahwa Pancasila lahir tanggal 18 Agustus 1045, setelah UUD 1945 sahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia”.
            Melihat Kenyataan – kenyataan yang ada selama ini dan khususnya pengalaman sebagai bangsa selama jaman Orde lama, maka kemungkinan yang paling besar dalam rangka menganti isi Pancasila adalah suatu  move  untuk “ kembali “ kepada perumusan 1 Juni 1945 . Namanya sudah cocok dan dapat dikatakan, bahwa rumusan yang diberi nama Pancasila adalah“ memang rumusan 1 Juni 1945“. Menghadapi kemungkinan  ini kita patut bersyukur, bahwa paling tidak sejak tanggal 5 Juli 1966 dengan Ketetapan MPRS No . XX/ MPRS/1966 sudah ada penegasan , bahwa rumusan Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 di dalam Pembukuan Undang – Undang Dasar 1945 adalah Pancasila. Dengan demikian paling tidak sudah ada ketetapan resmi mengenai manunggalnya  nama pancasila dengan Rumusan Dasar Negara 18 Agustus. Dan Ketetapan resmi itu telah dikukuhkan oleh Sidang Umum MPR 1973 dan Sidang Umum MPR 1978.
            Kita mengalami, bahwa pada jaman Orde lama, yang resminya sudah bernaung di bawah Undang – Undang Dasar 1945, menurut kenyataannya rumusan Dasar Negara yang dipakai masih rumusan lain dari pada rumusan 18 Agustus 1945. Ada yang memakai rumusan 1 Juni 1945 dan ada pula yang memakai rumusan konstitusi RIS maupun Undang – Undang Dasar Sementara 1950 . adalah merupakan suatu fakta bahwa tidak kurang dari Presiden Soekarno sendiri pada tahun 1964 , lima tahun setelah Dekrit 5 Juli 1959 yang mencanagkan kita kembali kepada Undang – Undang Dasar 1945, tidak  memakai rumusan Pancasila Dasar Negara sebagaimana yang tercantum dalam Pembukuan Undang – Undang Dasar 1945 itu. Di dalam Kursus Pancasila di Istana Negara masih memakai rumusan : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial. Jika rumusannya saja sudah lain, tentunya tafsirannya pun akan berbeda pula.
            Dan sebagaimana sikap para pemimpin Partai Komunis Indonesia  (PKI) ? Bagi mereka yang penting adalah, bahwa PKI mendapat tempat di dalam kontelasi politik di Indonesia. Untuk itu diperlukan cantelan dan cantelan itu mereka temukan dalam rumusan 1 Juni 1945 , Khususnya sila kedua :internasionalisme atau peri-kemanusiaan. Pada tahun 1964 D.N. Aidit memberikan serangkaian ceramah di Sekolah Staf dan Komando (Sesko – Sesko) dengan judul “ Revolusi, Angkatan Bersenjata & Partai Komunis “. Dalam ceramah – ceramah itu ia selalu menyinggung mengenai Pancasila yang rumusnya bukan rumusan Undang – Undang Dasar 1945, melainkan campur-aduk namun selqalu dengan sila internasionalisme . Katanya : “tidak bisa dipungiri bahwa lima sila dari Pancasila itu mencerminkan kenyataan objektif, mencakup kepentingan-kepentingan semua golongan Rakyat Indonesia ,seperti sila Ketuhanan Yang Maha Esa atau Monoteisme,sila Perikemanusiaan atau internasionalisme sila Kebangsaan atau nasionalisme/ pattiotisme, sila Kerakyatan atau Demokrasi dan sila Keadilan social atau sosialisme. Dalam proses sejarah gerakan nasional di Indonesia sila – sila ini mencerminkan kenyataan objektif dan yang secara keseluruhannya sebagai kesatuan harus diterima dan dijadikan alat pemersatu dalam perjuangan Revolusioner.
            Perhatikan apa yang dikatakan oleh Nyoto pada Kongres Nasional ke VII PKI : “ Salah satu sila Pancasila, yaitu “Perikemanusiaan“, sudah sejak tahun 1945 ditafsirkan oleh Bung Karno sebagai juara internasionalisme (vet saya,NN). Ketentuan ini penting sekali, karena menjadi kepentingan seluruh rakyat Indonesialah untuk disatu pihak melawan kosmopolitanisme dan di pihak lain melawan sovinisme .Bagi kaum komunis internasionalisme bukanlah soal lagi. Sejak lalu kaum komunis sudah internasionalis. Ini dinyatakan dalam semboyan buku kaum komunis, yaitu “Kaum buruh semua Negeri, bersatulah!” Alasan bagi kaum internasionalisme ini terang sekali : karena kapitalisme itu bersifat klas bersifat internasional, melawannya pun harus secara internasional . Perjuangan klas bersifat internasional !”      Dan perhatikan apa ynag dikatakan oleh D.N. Aidit mengenai rumusan 1 Juni. “Kita berpendapat, bahwa pedoman dalam mengartikan“ Pancasila “ adalah penegasan – penegasan Presiden Soekarno yang terutama telah diutarakan dalam pidato “Lahirnya Pancasila“ tanggal 1 Juni 1945 dan pidato Presiden di muka Majelis Umum PBB tanggal 30 September 1960 “ Membangun Dunia Kembali” .
Pendapat D.N. Aidit mengenai Pantjasila sebagai pemersatu : “Dan disinilah betulnja Pantjasila sebagai alat pemersatu. Sebab kalau sudah “ satu “ semuanja para saudara , Pantjasila ndak perlu lagi (Kursif dari saya, NN) Sebab Pancasila alat pemersatu bukan ? Kalau sudah “ satu “ semuanya apa yang kita persatukan lagi. Djustru kita berbeda – beda perlunya Pantjasila itu. Ada Nas, Qada A, ada Kom, perlu Pancasila itu sebagai alat pemersatu . Djuga Bhineka Tuggal Ika harus kita pegang teguh , berbeda–beda tetapi satu djua. Berbeda – beda Ada Nas, ada A,  ada Kom tapi kita satu djua dan alat pemersatu kita. Ini, saja kira , sebagai peserta – peserta dalam persatuan NASAKOM, masing – masing pihak mengakui adanja berbagai – bagai aliran itu ……….”
           
Dari uraian di atas dapat mengerti letak kerawanan 1 Juni itu. Dan dengan pengalaman yang sangat banyak pada jaman Orde lama itu tentulah kita tidak akan mengulangi kekeliruan – kekeliruan yang telah terjadi pada jaman itu . Dalam rangka pengamana Pancasila Dasar Negara kiranya sikap irasional harus kita tinggalkan.Mulai saat ini hendaknya segala kesimpang – siuran dan kehamburan kita singkirkan. Karena kesimpang – siuran dan kekaburan itulah yang akan menambah kerawanan kita dalam usaha mengamankan Pancasila Dasar Negara. Anak – anak kita dan generasi – generasi selanjutnya harus kita beri keterangan yang benar sebagai hasil penelitian ilmiah dengan mengunakan metode sejarah , yang bebas dari mitos – mitos yang dibikin – bikin dengan mengingkari fakta – fakta sejarah dan mengaburkan persoalan. Hanya dengan cara demikian masa depan Pancasila Dasar Negara akan jelas dan masa depan Bangsa dan rakyat Indonesia terang benderang.

1 komentar:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
    dengan minimal deposit hanya 20.000
    add Whatshapp : +85515373217 ^_~

    BalasHapus