Kamis, 11 Juni 2020

Civic Menjadi PKN, PMP, Kewiraan, PPKn, PKN dan Kembali ke PPKn
Oleh: Hamid Darmadi
Cicivcs pada mulanya dipelajari Amerika Serikat (AS) 1790. Cicivcs digunakan oleh bangsa Amerika Serikat untuk menyatukan bangsa Amerika Serikat yang terdiri dari berbagai suku bangsa (imigran Asia, Eropa, Afrika, Australia dll) yang datang, hidup dan menetap di Amerika Serikat. Istilah menyatukan bangsa Amerika Serikat tersebut dikenal dengan istilah “Theory of Americanization”. Cicivcs masuk dan diajarkan  di Indonesia secara resmi 1948 setelah Indonesia merdeka. Di Indonesia Tujuan pengajaran Cicivcs untuk menyatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis , agama, budaya dan bahasa yang berbeda-beda.
Tahun 1954 Cicivcs berganti nama dengan “Kewarganegaraan”. Tahun 1961“ Kewarganegaraan” diganti dengan “Kewargaan Negara” atas usul Prof.Dr.Sahardjo,SH. sesuai pasal 26 UUD 1945. Karena Civic diganti dengan “Kewarganegaraan”, maka materi Civic tidak berlaku lagi sehingga materi Civic diganti dengan materi : Pancasila, UUD 1945, TAP MPRS, dan PBN ditambah dengan Orde Baru, Sejarah Indonesia dan Ilmu Bumi berdasarkan Instruksi Mendikbud/Dirjendikdas No.31/tanggal 28 Juni 1967. Tahun 1972 Civic diganti dengan Ilmu “Kewargaan Negara Sedangkan Civic Education digantikan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Kurikulum Tahun 1975 PKN berganti nama dengan PMP, KurikulumTahun 1984 PMP tetap PMP, Kurikulum Tahun 1994 PMP diganti PPKn, Kurikulum KBK Tahun 2004 sampai dengan Kurikulum KTSP Tahun 2006, istilah PPKn diganti dengan PKn, muncul lagi Kurikulum 2013 PKn kembali menjadi PPKn.
Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai salah satu Mata Pelajaran Ilmu Sosial tidak berdiri sendiri, tetapi didukung oleh Mata Pelajaran lainnya diantaranya seperti pendidikan ekonomi, geografi, sejarah dan Pendidikan IPS. Pendidikan ekonomi, geografi, dan sejarah yang terintegrasi dalam satu kesatuan mata pelajaran  IPS disebut Social Studies, sedang yang disajikan secara terpisah dan berdiri sendiri disebut Social Science. Pada tahun 1969 konsep Pendidikan IPS (Social Studies) disarankan dimasukan ke dalam kurikulum sekolah seperti yang diterapkan di Amerika Serikat.  Pendidikan IPS Secara resmi masuk dalam Kurikulum sekolah tahun 1975.
Tujuan Pendidikan IPS diajarkan di sekolah oleh Stopsky dan Sharonly (1988) disebut dengan  Konsep Tri Social Studies Tradition. Tri Social Studies Tradition meliputi
1.     Social Studies As Citizenship Transmission bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai, sikap dan budi pekerti yang baik (Good Citizenship)
2.     Social Studies As Social Science bertujuan untuk menanamkan Pengetahuan, Kecakapan berpikir, Peka Terhadap Perubahan, dan Inovatif.
3.     Social Studies As Reflective Inquiry : bertujuan Untuk membentuk keterampilan hidup  (Life Skills), Tepo saliro, Tenggangrasa, Empaty, dan Simpaty.  
Konsep tersebut sejalan dengan konsep; Romongsa handar beni, wajib melo harung kebi, mulat saliro hangrosa wami

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang dasar fungsi dan tujuan pendidikan Pasal 2 dikatakan:“Pendidikan Nasional Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Selanjutnya Pasal 3 dikatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. 
Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah menyangkut hubungan antara warganegara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Dalam pelaksanaannya selama ini pada jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Pendidikan Kewarganegaraan digabungkan dengan Pendidikan Pancasila menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), sedangkan di Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Kewiraan yang lebih menekankan pada Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa menetapkan bahwa: “Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarga-negaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum  (MKU) dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi”. Dengan demikian Pendidikan Kewiraan tidak hanya berisi PPBN tetapi juga berisikan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebutan Mata Kuliah Umum kemudian diganti dengan sebutan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadaian (MKPK).
Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, materi Pendidikan Kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga ditambah dengan pembahasan tentang hubungan antara warganegara dengan negara. Sebutan Pendidikan ”Kewiraan” kemudian diganti dengan sebutan ”Pendidikan Kewarganegaraan”. Selanjutnya Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 267/Dikti/2000, Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) merupakan suatu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam susunan kurikulum inti Perguruan Tinggi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar