PEMBELAJARAN CIVICS EDUCATION
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN MORAL PANCASILA HINGGA PENDIDIKAN
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn)
Oleh:Hamid Darmadi
Pendidikan Moral Pancasila Sebagai Mata Pelajaran
Dalam Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984 Pendidikan Moral Pancasila (PMP) adalah sebuah mata pelajaran wajib dan salah satu
dasar pembentukan landasan ideologis dan moral bangsa pada masa Orde Baru (Orba), Secara
umum, PMP berisi materi pembelajaran tentang Pancasila dan UUD 1945, serta
sedikit tentang sejarah bangsa Indonesia. Pada awal Reformasi, PMP
diganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan kemudian
menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Terdapat wacana untuk menghidupkan
kembali mata pelajaran tersebut.
Telah disebutkan di atas mata pelajaran PMP identik dengan
pemerintahan Orde
Baru. Kemudian mata pelajaran tersebut telah berganti nama
menjadi “Pendidikan Kewarganegaraan”. Selanjutnya PMP mulai dipelajari di
sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975. Nama mata pelajaran PMP melalui
kurikulum 1994 berubah menjadi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berdasarkan kurikulum
1994. Pemerintah menilai sosialisasi
Pancasila paling efektif adalah dengan memasukkannya ke dalam kurikulum
pendidikan. Peristiwa G-30-S/PKI atau
Gestok pada 1965 membuat Pemerintah ingin memasukkan pelajaran Pancasila.
Dalam kurikulum 1968, dikelompokkan beberapa mata pelajaran yang dianggap
berkaitan dengan Pancasila, yakni Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,
Pendidikan Bahasa Indonesia, Pendidikan Bahasa Daerah, dan Pendidikan Olahraga.
Mata pelajaran tersebut digolongkan dalam Pembina Jiwa Pancasila. Pemerintah
kala itu benar-benar ingin membuat tafsiran atas Pancasila sesuai dengan
keinginannya. Setelah PMP diterapkan sekitar tiga tahun, muncul Tap MPR No II
Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila alias P4. Isi P4
adalah penjabaran butir-butir Pancasila berdasarkan tafsir pemerintah. Setelah
mata pelajaran PMP berubah menjadi PPKn dan kini jadi Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn), pemerintah ingin mengembalikan lagi menjadi PMP.
HA.Rudolf Tilaar
dalam 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995 (1995:92)
menyebut pendidikan sebagai alat politik adalah wajar. Layaknya sebuah alat,
keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari hal-hal yang sifatnya
metodologis, tetapi juga tentang siapa dan tujuan penggunaannya. Tilaar memberi
catatan bahwa kegagalan target pendidikan lebih kerap ditimbulkan oleh hal-hal
yang bersifat ideologis.
Sejak masa
pemerintahan Sukarno, pendidikan di Indonesia mulai memiliki kecenderungan
politis. Pada tahun 1950, untuk pertama kalinya pemerintah membuat sebuah
sistem pendidikan menyeluruh atau yang dikenal dengan pendidikan nasional. Di
tangan Sukarno, pendidikan nasional kemudian dijadikan alat untuk mendorong
manifesto politik yang berlandaskan sosialisme, yang dimulai sejak tahun 1959.
Medio 1960-an, Demokrasi Terpimpin ala Sukarno perlahan mulai tergilas oleh
pawai parlemen jalanan yang digerakkan oleh mahasiswa dan kelompok angkatan
bersenjata. Mereka menilai ideologi yang berkembang telah mencemari Pancasila
dan UUD 1945 sehingga perlu diadakan restrukturisasi.
“Orde Baru merupakan orde yang ingin
mengoreksi dan mengadakan introspeksi secara mendasar dan menyeluruh atas
praktek pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 yang telah disalaharahkan oleh Orde
Lama,”. Tak lama setelah Orde Baru berkuasa, misi pendidikan dengan cara
memurnikan kembali Pancasila dan UUD 1945 perlahan mulai dijalankan. Rezim
Soeharto dengan tekun mulai melarang buku-buku Ilmu Kewarganegaraan (Civics)
yang dijadikan sarana penyebaran ideologi Sukarno. Memasuki tahun 1970-an,
pelajaran Civics resmi dihapus. Penggantinya bernama Pendidikan Moral Pancasila
(PMP) yang dianggap lebih ideal menghasilkan warga negara bermoral Pancasila
yang dapat memenuhi target pembangunan nasional Orde Baru.
1.
Menanamkan Doktrin
Ideologi Pancasila
Dalam kondisi
politik yang berangsur stabil sesudah Pemilihan Umum 1971, Orde Baru
mengeluarkan pola umum pembangunan jangka panjang melalui Ketetapan MPR No. IV
tahun 1973 (tentang GBHN). Sesuai dengan ketetapan tersebut, Pemerintah
menetapkan bahwa setiap warga negara wajib menyimak materi Pendidikan Moral
yang bernama Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).Di sekolah, PMP
diatur dalam Kurikulum 1975. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
memastikan setiap sekolah mendapatkan materi PMP sebagai pengganti pelajaran Civics. Sebagaimana P4, PMP memiliki
dasar konstitusional karena berlandaskan pada TAP MPR 1973 yang kemudian
disempurnakan pada tahun 1978 dan 1983.
“Untuk mencapai
cita-cita pembangunan jangka panjang, maka kurikulum di semua tingkat
pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila,” demikian garis besar
PMP dalam TAP MPR 1983 yang dicatat dalam Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi (Muhammadiyahm, 2009: 9).
Secara umum, PMP
berisi materi pembelajaran tentang Pancasila dan UUD 1945, serta sedikit
tentang sejarah bangsa Indonesia. Materi PMP didesain sedemikian rupa dengan
tujuan menanamkan doktrin ideologi Pancasila secara sistematis. Menurut Doni
Koesoema dalam Pendidikan Karakter (2007:50), langkah ini
sangat tepat karena berhasil menyatukan watak bangsa Indonesia di bawah
pemerintahan tunggal. “Tanpa pemahaman yang dinamis dan terbuka tentang
Pancasila, bangsa kita cenderung kembali pada ikatan-ikatan primordial yang
memecah belah,” tulisnya. Namun, implementasi pelajaran PMP juga menuai kritik.
Darmaningtyas dalam Pendidikan yang Memiskinkan (2004:10)
menyebut bahwa pergantian pelajaran Civics ke PMP memiliki implikasi politik
yang cukup besar. Pelajaran Civics pada praktiknya dianggap tidak berkontribusi
kepada penguasa sehingga patut diganti.
Sebaliknya, mata
pelajaran PMP justru dinilai dapat membendung sikap kritis siswa sekolah.
Melalui cara ini, para siswa didoktrin sejak dini kepada ideologi yang sesuai
kehendak rezim. Sepanjang pelaksanaannya, kurikulum Orde Baru yang sentralistik
menghasilkan model pengajaran PMP yang hanya berputar pada sistem hapalan
butir-butir Pancasila tanpa disertai pemahaman yang dalam.Lebih jauh Darmaningtyas
menyatakan bahwa “Mata pelajaran PMP tekanannya hanya menjadi orang yang taat
dan patuh pada ideologi negara saja, tapi tidak diperkenalkan dengan hak-haknya”.
2.
Perubahan
Kurikulum 1975 Menjadi Kurikulum 1984
Perubahan Kurikulum
1975 menjadi Kurikulum 1984 secara tidak langsung juga menimbulkan masalah bagi
pelaksanaan kegiatan pengajaran PMP. Kekacauan ini timbul karena upaya Nugroho
Notosusanto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu (1983-1985), yang
bersikeras memasukkan pelajaran Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa (PSPB)
ke dalam Kurikulum 1984. Materi baru ala Nugroho ini menimbulkan kontroversi
karena dinilai tumpang tindih dengan pelajaran Sejarah Nasional dan PMP.
Setelah Nugroho wafat pada tahun 1985, kekacauan dalam mata pelajaran PMP baru
diakui oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru. “Terus
terang saya katakan, saat ini terjadi tumpang tindih antara P4, PSPB, PMP, dan
Sejarah Nasional. Tumpang tindih tersebut akan mengakibatkan hilangnya waktu
yang bisa dipakai untuk keperluan lain, atau mendesak mata pelajaran lain,”
kata Fuad dalam Kompas (11/9/1985).
Beban yang
ditanggung para murid sebagai dampak politik pendidikan kian bertambah. Mereka
tak hanya wajib mempelajari PMP, tapi juga harus mengikuti penataran P4 yang
ditetapkan sebagai kegiatan wajib oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
sejak tahun 1982. Dalam Penjelasan Ringkas tentang Pendidikan Moral
Pancasila (1982), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan
bahwa “Hakikat PMP tiada lain adalah pelaksanaan P4 melalui jalur pendidikan
formal. Di samping pelaksanaan PMP di sekolah-sekolah, di dalam masyarakat umum
giat diadakan usaha pemasyarakatan P4 lewat berbagai penataran.”
3.
Menangkal Radikalisme
PMP kembali menjadi
pembicaraan hangat di kalangan pendidik sejak tahun November 2018 lalu. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mewacanakan untuk kembali menghidupkan pelajaran PMP
di sekolah.Supriano selaku Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan saat
itu menegaskan, rencana tersebut disusun sebagai respons terhadap kemunculan
paham radikalisme dan paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. Pada
Oktober 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu (Prof. Dr. Muhadjir Effendy) menegaskan tentang akan diterapkan
nya kembali pelajaran PMP. Menurut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan ketika, rencana ini akan direalisasikan pada tahun 2020 dengan
mengadopsi konsep pembelajaran yang baru.
Tidak sedikit yang mendebat keputusan pemerintah yang memisahkan materi
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan Pendidikan Pancasila. Pasalnya,
Pendidikan Pancasila sangat rawan dijadikan “alat untuk melanggengkan kekuasaan
melalui cara-cara indoktrinasi nilai-nilai Pancasila dan manipulasi terhadap
makna demokrasi yang sebenarnya.”
Pendidikan Moral Pancasila atau PMP adalah sebuah mata pelajaran
wajib dan salah satu dasar pembentukan landasan ideologis dan moral rakyat pada
masa Orde Baru (Orba). Secara umum, PMP berisi materi
pembelajaran tentang Pancasila dan UUD 1945, serta sedikit tentang sejarah
bangsa Indonesia. Pada awal Reformasi, PMP diganti menjadi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKN) dan kemudian menjadi Pendidikan Kewarganegaraan
(PKN) Terdapat wacana untuk menghidupkan kembali mata pelajaran tersebut
karena PMP PPKn dan PKN identic dengan Pendidikan Budi Pekerti.
Budi Pekerti adalah sebuah mata pelajaran yang pernah ada dalam pendidikan di Indonesia. Mata pelajaran tersebut mengajarkan
tentang pembelajaran moral di sekolah-sekolah. Mata
pelajaran tersebut mulai muncul pada akhir 1960an pada masa Orde Baru dengan
berlakunya Kurikulum 1968 hingga
pertengahan tahun 1980an
saat mata pelajaran tersebut digantikan
oleh mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan mata
pelajaran agama resmi masing-masing pelajar (Islam, Kristen Protestasn, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, dan kemudian Konghucu).
A. Pengertian Pendidikan
Moral Pancasila
Secara etimplogi, moral
berasal dari kata mos (mores) atau kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah
ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, maka pribadi itu
dianggap tidak bermoral. Dalam perwujudannya moral dapat berupsa peraturan,
prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika,
moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya.
Nilai, norma,
dan moral secara bersama mengatur
kehidupan masyarakat dalam berbagai asfek kehidupan Nilai nilai Pancasila
adalah nilai moral.Oleh karena itu nilai pancasila juga dapat di wujudkan ke
dalam norma norma moral (etik).Norma norma etik tersebut selanjutnya dapat di
gunakan sebagai acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Dalam dasawarsa terakhir ini ada kcenderungan Pendidikan Moral Pancasila
belum efektif dan teraktualisasi secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara Implikasinya, bangsa Indonesia mengalami banyak kemunduran moral yang
ditandai dengan tingginya angka freesex atau seks bebas di
kalangan remaja, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang, seringnya terjadi
bentrokan antar warga, antar pelajar, mahasiswa, antar mahasisw dengan aparat, geng
motor, pembunuhan di angkot, taxi online, begal motor, pembunuhan oleh anak
terhadap seorang anak kecil, dan seterusnya yang didasari oleh hal-hal sepele, serta
semakin banyaknya kasus korupsi yang terungkap ke permukaan juga menunjukan
degradasi moral yang tidak saja terjadi
di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga terjadi pada para pejabat yang
seharusnya menjadi contoh-teladan bagi warganya.
Pendidikan Moral Pancasila yang berkarakter adalah kunci untuk perbaikan
moral, menjunjung peradaban bangsa tinggi, berintegritas dan kemanusiaan.
Pendidikan Moral Pancasila adalah Sikap saling menghargai antar manusia dan
menghormati sebagai manusia yang bermoral dan beretika sesuai dengan Pancasila
(Darmadi Hamid:2009). Pendidikan Moral Pancasila amat penting dilaksanakan dan
diterapkan dikalangan remaja agar supaya generasi muda bisa bermoral dan
beretika baik sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila
sebagai Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan Moral Pancasila
adalah menghargai dan menghormati sesama manusia sesuai dengan nilai nilai yang
terkandung dalam nilai pancasila supaya bisa mendidik masyarakat, khususnya
siswa agar memiliki karakter dan moral yang tinggi.
Memperhatikan dinamika
kehidupan bermasyarakat yang berkembang saat ini, ada kecenderungan Pendidikan Moral
diabaikan. Masyarakat saat ini lebih dimanjakan oleh teknologi yang berbagai
macam hingga melupakan pentingnya moral dalam kehidupannya. Padahal moral
berkaitan dalam interaksi antar orang di masyarakat. Moral tidak lepas dari
norma-norma di masyarakat. Misalnya norma kesopanan,ada moral yang terdapat
saat seseorang berkomunikasi dengan orang lain.
Moral dalam dunia pendidikan
merupakan indikator optimisme dalam pembangunan masyarakat Indonesia ke
depan. Moral menuntut pelaksanaan apa yang baikdan penolakan apa yang
buruk. (Zuriah,2008:12). Seseorang yang paham dengan moral bisa membedakan apa
yang baik dan apa yang buruk. Seseorang yang
bermoral akan disegani serta dihargai masyarakat karena
berhasil memahami nilai-nilai serta norma yang dikehendaki masyarakat. Masyarakat lebih merasa nyaman “hidup”
berdampingan dengan seseorang yang memahami pendidikan moral. Seseorang yang bermoral
akan menjauhi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat.
(Zuriah,2008:13-19).
Nilai
Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri merupakan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali menjadi Dasar Negara yang secara
yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah
Indonesia merdeka. Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam norma
seprti norma agama, kesusilaan, kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum. Dengan
demikian, nilai Pancasila secara individu hendaknya dimaknai sebagai cermin
perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap dan dalam cara
bertindak. Suseno (1998) pendidikan pada
masa orde lama, pada
pemeritahan orla ingin Pendidikan Moral Pancasila menjadi pedoman tingkah laku
masyarakat agar menjadi pribadi manusia
Indonesia yang bermoral pancasila seperti yang termuat dalam UU No.20 tahun
2003.
Dalam UU No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
disebugtkan bahwa; Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia serta tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Telah disebutkan di atas bahwa Moral
berasal dari kata mos (mores) atau kesusilaan, tabiat, dan
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakat, dianggap
sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika terjadi sebaliknya, maka pribadi
itu dianggap “tidak bermoral”. Dalam perwujudannya moral dapat berupa
peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika,
moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma, dan moral secara bersama
mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. Nilai nilai Pancasila
adalah nilai moral.Oleh karena itu nilai Pancasila juga dapat di wujudkan ke
dalam norma norma moral (etik).Norma norma etik tersebut selanjutnya dapat di
gunakan sebagai pedoman/acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan moral adalah pendidikan untuk
menjadikan anak manusia bermoral atau bermanusiawi. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan saja
mengajarkan tentang akademik, namun juga non akademik khususnya tentang sikap
dan bagaimana perilaku yang baik diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Moral menjadi baik sering
mempersyaratkan sebuah tindakan nyata dari kemauan, suatu mobilitas energi
moral untuk melakukan apa yang menurut kita harus dilakukan, kemauan memerlukan
emosi berada di bawah kontrol nalar. Kemauan nalar memerlukan penglihatan dan
pemikiran tentang semua dimensi dari sebuah situasi. Kemauan diperlukan agar
kewajiban diletakkan mendahului kesenangan. Kemauan membutuhkan kemampuan untuk
menolak godaan, teguh menghadapi tekanan teman sebaya, dan melawan arus.
Kemauan adalah inti dari kebranian moral.
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) adalah
sebuah mata pelajaran dan salah satu dasar
pembentukan ideology dan Karakter bangsa. Sesungguhnya, Pendidikan Moral Pancasila mengandung
materi pembelajaran tentang Pancasila dan UUD 1945, dan Sejarah bangsa Indonesia. Pada awal Reformasi, PMP diganti menjadi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan tidak lama kemudian menjadi
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Pendidikan Moral
Pancasila berbicara tentang ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara Suseno (1998) Berkenaan dengan itu Ouska dan Whellan (1997)
menyebutkan bahwa Moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam
diri individu/seseorang.
Pendidikan Moral adalah suatu
tuntutan perilaku yang baik yang harus dimiliki oleh setiap individu sebagai warganegra
bangsa Indonesia yang bermoral, yang tercermin dalam pemikiran, sikap, dan
tingkah laku. Sedangkan Moral Pancasila adalah Tingkah laku atau sikap
yang menyangkut baik buruknya perbuatan manusia yang sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila. Moral merupakan
salah satu perilaku yang sangat erat dengan kehidupan manusia, melalui moral
kita dapat mengetahui di saat kita merasakan rasa saat sifat moral itu sendiri
tumbuh dan berkembang pada kehidupan kita. Melalui pengetahuan kita dapat
mengaplikasikan moral tersebut, selagi ada batasan batasan/ perilaku perilaku
yang tidak melanggar peraturan yang ada. pendidikan moral pancasila adalah
Sikap saling menghargai antar manusia dan menghormati sebagai manusia yang
bermoral dan beretika sesuai dengan pancasila. Pendidikan moral pancasila ini
sangat penting dilaksanakan dan diterapkan dikalangan remaja supaya generasi
muda bisa bermoral dan beretika baik sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung
didalam Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi Pendidikan
moral pancasila adalah menghargai dan menghormati sesama manusia sesuai dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam nilai Pancasila agar bisa mendidik masyarakat
khususnya siswa supaya bermoral yang baik.
Pendidikan Moral Pancasila sangat
penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk itu perlu adanya campur
tangan Pemerintah agar supaya Pendidikan
Moral Pancasila ini bisa digunakan dalam kehidupan sehari hari demi terciptanya
manusia yang berbudi luhur dan bermoral Pancasila sesuai cita-cita bangsa. Pendidikan Moral Pancasila bertujuan menanamkan
sikap saling menghargai antar sesama manusia,
sikap manusia dengan lingkungannya, sikap manusia dengan biota hidup di
sekitarnya, serta menujukkan “ucap, patrap dan perilaku terpuji” sebagai manusia
yang bermoral dan beretika sesuai dengan konsep dasar Pancasila dan UUD 1945.
Dalam konteks ini Pendidikan Moral Pancasila sangat penting dilaksanakan dan
diterapkan dikalangan generasi muda bangsa Indonesia agar generasi muda bangsa Indonesia
bermoral dan beretika baik sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi Negara. Pendidikan Moral Pancasila
mengamanahkan nangsa Indonesia
menghargai dan menghormati sesama manusia sesuai dengan nilai nilai yang
terkandung dalam Pancasila agar mewaraiskan nilai-nilai moral kepada masyarakat
khususnya siswa agar bermoral yang baik (Darmadi Hamid 2009).
Pendidikan Moral
Pancasila (PMP) mulai diajarkam melalui Kurikulum 1975 menjadi bagian dari
pelajaran yang pernah diterima siswa sejak SD sampai SMA dan Kejuruan di era
Orde Baru. Bagi mahasiswa, mendapatkan pelajaran itu melalui P4. Selanjutnya, PMP
dihapus dan digantikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
berdasarkan kurikulum 1994.
1.
Kronologis Pembelajaran PMP di Sekolah
Telah
disebutkan di atas bahwa Secara kronologis mata pelajaran PMP diajarkan dalam
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984. Ketika Kurikulum 1975 berjalan, muncul
Ketetapan MPR Nomor II tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan
Pancasila (P4). Pelajaran PMP kemudian merujuk pada tafsiran Pancasila dalam
P4. Nama mata pelajaran ini diubah lewat Kurikulum 1994 menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Namun perubahan PMP jadi PPKn hanya
sebatas pergantian nama. Mata pelajaran PPKn tetap mengisi jadwal pelajaran
siswa hingga ditetapkannya UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003. Mata
pelajaran PPKn kemudian berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tanpa
Pendidikan Moral
Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia bermula dari gagasan Presiden Sukarno. Pada tahun 1957, pemerintahan Presiden Sukarno menginisiasi
adanya mata pelajaran yang dikenal dengan nama Civics. Civics diterapkan
di pendidikan sekolah mulai tahun 1961, (Dr Baso Madiong SH MH, Dr Zainuddin
Mustapa, dan Andi Gunawan Ratu Chakti dalam buku 'Pendidikan Kewarganegaraan: Civic Education'). Mata pelajaran Civic
kala itu memuat pidato kenegaraan Presiden Sukarno hingga sejarah pergerakan
nasional, di samping mengenai Pancasila. Nama pelajaran itu juga dikenal dengan
'Kewarganegaraan'. Namun di tahun 1961 pula Dr Sahardjo SH mengusulkan agar
namanya diubah jadi 'Kewargaan Negara' yang menekankan pada kata 'Warga' di UUD
1945.
Pada tahun 1968, pelajaran Civics
memiliki materi berbeda di tiap jenjang. Untuk tingkat SD namanya adalah
'Pendidikan Kewarganegaraan' yang mempelajari sejarah dan geografi Indonesia,
tingkat SMP juga bernama 'Pendidikan Kewarganegaraan' namun ditambah dengan
materi tentang konstitusi, pada tingkat SMA materinya ditambah mengenai UUD
1945. Orde
Baru yang dipimpin Presiden Soeharto mulai memerintah pada tahun 1966. Di tahun
itu buku Kewarganegaraan yang ditulis Supardo dkk dilarang jadi buku pegangan
di sekolah-sekolah. Hingga akhirnya pemerintah membuat kurikulum tentang
pendidikan Kewarganegaraan tahun 1968.
Saat ini pelajaran
PMP menjadi perbincangan hangat di sejumlah media. PMP merupakan mata pelajaran
wajib di era 70-80-an. Saat itu, semua lapisan pendidikan mulai dari SD, SMP,
SMA dan Perguruan Tinggi wajib mendapatkan mata pelajaran ini. Direktur
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) saat itu Supriono mengatakan, pihaknya mengaktifkan kembali mata
pelajaran PMP (Pendidikan
Moral Pancasila).
Munculnya wacana diaktifkan kembali PMP disebut-sebut karena salah satu alasanya
adalah maraknya isu hoaks PKI (Partai Komunis Indonesia) yang hingga sekarang
masih tersebar di masyarakat.
Permasalahan
munculnya paham-paham radikalisme dan berbagai paham lain yang bertentangan
dengan norma Pancasila sebagai dasar negara menjadikan salah satu alasan
Pendidikan Moral Pancasila ini kembali diterapkan. Pancasila digunakan sebagai
pondasi untuk membentengi seseorang dari paham-paham radikal yang merusak
bangsa. "PMP akan kembalikan lagi karena ini banyak yang harus dihidupkan
kembali, bahwa Pancasila itu luar biasa
buat bangsa Indonesia, itu mungkin yang akan kita lakukan," (Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan,
Supriano dalam upacara peringatan hari guru di gedung Kemendiknas, Jakarta
Pusat, Senin 26 November, Selasa 27/11/2018).
2.
Pendidikan Moral Pancasila Era Orde Lama
Pada Era Orde Lama Pendidikan
Moral Pancasila belum sepenuhnya bisa dilaksanakan karena dilihat dari segi
keadaan negara Indonesia yang baru saja merdeka dan masih memerlukan banyak dukungan
dari berbagai komponen bangsa. Secara teoritis Pendidikan Moral Pancasila pada
masa Orde Lama sudah cukup baik karena Ir Soekarno ingin Pendidikan Moral yang
berbasis nilai nilai dari Pancasila itu dilakukan oleh rakyat Indonesia. Oleh
karena itu Presiden Soekarno bercita-cita mengembangkan Pendidikan Moral
Pancasila sebagai suatu pelajaran yang bisa membuat rakyat Indonesia pada
khususnya bisa mempunyai ajaran moral baik dan etika yang baik agar rakyat Indonesia
menjadi masyarakat yang bermoral dan beretika Pancasila sebagaimana cita cita
bangsa indonesia untuk menjadikan bangsa yang besar dan bermartabat.
Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara,
nilai Pancasila merupakan standar hidup bangsa yang berideologi Pancasila.
Nilai ini sudah pernah dikemas dan disosialisasikan melalui P4 (Pedoman,
Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila), dan dianjurkan disekolah-sekolah. Secara
historis, nilai-nilai Pancasila digali dari sari-sari kebudayaan, nilai agama,
dan adat istiadat bangsa Indonesia sendiri, bukan dicangkok dari negara lain.
Nilai ini sudah ada sejak bangsa Indonesia ada. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya jika Pancasila mendapat predikat sebagai jiwa bangsa Indonesia.
Nilai Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri
merupakan pandangan /panutan hidup bangsa Indonesia. Kemudian, ditingkatkan
kembali menjadi Dasar Negara yang secara yuridis formal ditetapkan pada tanggal
18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia merdeka. Secara spesifik, nilai
Pancasila itu telah tercermin dalam norma seprti norma agama, kesusilaan,
kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum. Dengan demikian, nilai Pancasila
secara individu hendaknya dimaknai sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari
yang terwujud dalam cara bersikap dan dalam bertindak. Suseno (1998)
pendidikan pada pemeritahan Orde Lama ingin Pendidikan Moral
Pancasila menjadi pedoman tingkah laku masyarakat agar menjadi pribadi yang
bermoral Pancasila.
3.
Pendidikan Moral Pancasila Era Orde Baru
Pada era Orde Baru
muncul tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari
pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945
demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak
jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa Orde Lama, dimana Pancasila
tetap pada posisinya sebagai alat pembenar Pemerintah Orde Baru di bawah otoritas
penguasa saat itu. Selama Orde Baru, pendidikan sebagai
instrumen pembentukan karakter warga negara nampak wujudnya dalam
standar-standartisasi karakter warganegara. standartisasi yang menrcerminkan civics vitures kebajikan-kebajikan
(warga negara) yang disarikan dalam mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila).
Pembelajaran Pendidikan
Moral Pancasila menurun dikarenakan doktrin Orde baru Tafsir ideologis dalam
bidang pendidikan pada era Orde Baru mulai menampakan kekuatannya secara
formal, GBHN 1973 menyebutkan perlunya "Kurikulum di semua tingkat pendidikan
yang berisikan Pendidikan Moral Pancasila...." Apabila dicermati, nampak
jelas bahwa Pancasila ditafsirkan dalam masing-masing pokok bahasan pokok
bahasan dan bahan pengajaran,dengan nuansa Civrcs
Kurikulum 1968. Tafsir ideologi nasional dalam PMP makin indoktrinatif ketika
MPR menetapkan Pedoman Penghayatand an Pengamalan Pancasila (P4) mengharuskan
setiap warga negara dan apararur negara untuk melaksanakannya.
Dalam bidang pendidikan,
P4 seakan-akan menjadi "roh" dan “mata air:-" dari mata
pelajaran PMP sampai dengan berubahnya
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Kurikulum 1994. Tidak salah jika dikatakan bahwa "Citirynship educationh as oftenn fleoedt he inlercsot f thotei n
poweri n particalars odcc and tbhu has been a macro indoctnnatioane
establishmeonft ideologtcahle gemorryatt hert ban of educaliotl' (Cogan,
1998, seperudrkuup Nfuchson, 2004:30). Hal ltu menimpa Pendidikan Kewarganeagraan
di Indonesia, khususnya selama Orde Baru. Darji Darmodiharjo, (1980) menyebutkan
Pendidikan Moral era Orde Baru ingin menciptkaan bangsa yang tertib bermoral
serta bersatu agar menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera, sesuai dengan UU
yang berlaku dan sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila. Pendidikan Moral
Pancasila era orde baru lebih ditekankan untuk membuat masyarakat indonesia
lebih tertib bermoral agar menjadi bangsa yang kuat dan bermoral Pancasila.
4.
Pendidikan Moral Pancasila Era Reformasi
Pada Era reflormsi Pancasila ditetapkan
sebagai sumber dari segala sumber hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila merupakan Maha karya pendahulu bangsa Indonesia yang tergali dari
jati diri dan nilai-nilai luhur bangsa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Dari
berbagai kajian didapat beberapa kandungan dan keterkaitan antara sila tersebut
sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan dikarenakan antar sila-sila
tersebut saling menjiwai satu dengan yang lainnya. Ini dengan sendirinya
menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta aktivitas desah nafas dan jatuh
bangunnya perjalanan sejarah bangsa yang telah melewati masa-masa sulit dari
jaman penjajahan hingga saat ini. Pancasila
sebagai dasar negara, merupakan ”roh” kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Landasan
hukum Pancasila sebagai dasar negara memberi akibat hukum dan filosofis; yaitu
kehidupan negara dari bangsa ini haruslah berpedoman kepada Pancasila.
Bagaimana bentuk implementasi
Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia
selama ini dan pentingnya upaya untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila
yang setelah reformasi mulai tergradiasi. Tahun
1999 setelah terjadinya pergantian Era Orde Baru menjadi reformasi keadaan
pendidikan pada saat itu kurang baik, akhirnya pemerintah mengambil tindakan
cepat mengatasi itu agar moral bangsa indonesia tidak luntur karena terjadinya
pergantian masa orde baru ke reformasi. Era reformasi Pendidikan Moral
Pancasila cenderung mengacu pada nilai moralnya saja, sehingga Pendidikan Moral
Pancasila pada saat itu cukup berkembang dengan baik karena dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang undangan. Keadaan Pendidikan Moral Pancasila pada
masa reformasi Lebih ditekankan pada nilai moral yang mengacu pada nilai nilai
yang terkandung didalam Pancasila, sebagaimana pendidikan moral itu berguna
bagi bangsa dan Negara (Margono, 2012) Pendidikan Moral Pancasila pada masa
reformasi lebih ditekankan pada nilai moralnya, sehingga masyarakat bisa lebih
memahami etika bermoral yang baik dan beasaskan sesuai dengan nilai nilai yang
terkandung dalam Pancasila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar