Selasa, 17 Juli 2018

Jenis-Jenis Pendidikan


Jenis-Jenis Pendidikan
1.     Pendidikan Umum. Pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuk satuan pendidikan  umum diantaranya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengertian Pendidikan Umum meliputi; Pendidikan yang berkenaan dengan perkembangan keseluruhan kepribadian seseorang dalam kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidupnya. Program pendidikan yang membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa dan mahasiswa; Program pendidikan bagi semua orang dan menitikberatkan kepada internalisasi nilai pada diri seseorang agar memiliki rasa tanggung jawab terdahap diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan warga dunia agar senantiasa berpikir kritis; konstruktif; ilmiah; menghormati gagasan orang lain; emosi stabil , dengan dilandasi prinsip-prinsip etika dan moral. (Sudirman, 2008: Dalam SK Mendiknas No.008-E/U/1975 disebutkan bahwa Pendidikan Umum ialah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup program Pendidikan Moral Pancasila yang berfungsi untuk pembinaan warga negara yang baik
2.     Pendidikan Kejuruan. Pendidikan Kejuruan yaitu Pendidikan Menengah yang bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu. Menurut Kurikulum 2013  Pendidikan Kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidangnya masing-masing. Pendidikan kejuruan dibangun dengan tujuan untuk membentuk tenaga kerja yang terampil, kompetitif dan berkompetensi sejak dini. Sehingga peserta didik lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sudah siap bekerja sesuai bidangnya. Prospek SMK menurut Renstra Dit PSMK 2015-2019 masih sangat memprihatikan karena masih banyak lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yang menganggur, padahal SMK mempunyai banyak peluang untuk menciptakan tenaga kerja yang ahli pada bidangnya dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas tetapi pada kenyataannya masih saja lebih banyak lulusan SMA yang bekerja dibandingkan dengan lulusan SMK. Menurut Kemendikbud RI untuk meningkatkan pendidikan kejuruan adalah meningkatkan sarana prasarana yang ada, mempekerjakan tenaga pendidik yang kompeten dalam bidangnya, memperbaiki mutu lulusan. SMK memiliki potensi untuk bekerja sesuai kebutuhan, SMK memiliki lima elemen kompetensi sesuai kebutuhan lapangan kepentingan seperti kebutuhan masyarakat, kebutuhan dunia kerja, kebutuhan profesional, kebutuhan generasi masa depan dan ilmu pengetahuan.Pendidikan kejuruan harus menganut kebijakan ‘Link and Match’ yang mengimplikasikan sumber daya manusia, wawasan masa depan, wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan profesionalisme, wawasan nilai tambah, dan wawasan ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan. Tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk menyiapkan peserta didik untuk bekerja dan mampu bersaing dalam proses pekerjaannya. Tujuan umum pendidikan kejuruan adalah:
1.     Menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak
2.     Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik
3.      Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab
4.     Menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia
5.     Menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni
6.     Menyiapkan peserta didik agar menerapkan, memelihara dan melestarikan budaya kearifan local sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa
Selain itu pendidikan kejuruan memiliki tujuan khusus dibandingkan dengan pendidikan menengah lainnya yaitu:
a.     Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha maupun dunia industri baik nasional maupun global.
b.     Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan vokasi pada program keahlian teknik yang memenuhi kompetensi dan sertifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja serta asosiasi-asosiasi profesi bidang teknik yang relevan dan mampu bersaing di pasar global.
c.     Menghasilkan berbagai produk penelitian dan program inovatif dalam disiplin ilmu Pendidikan Teknlogi Kejuruan (PTK) dan disiplin ilmu teknik yang berguna bagi peningkatan mutu sumber daya manusia dalam pembangunan nasional.
d.     Menjadi pusat informasi dan diseminasi bidang pendidikan teknologi dan kejuruan serta bidang teknik.
e.     Menghasilkan pendidik/pelatih di bidang teknologi kejuruan yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship).

Dalam pendidikan kejuruan dengan penerapan Kurikulum 2013 (K13) SMK tidak perlu khawatir akan hal-hal diluar, tuntutan dari K13 adalah menanamkan karakter yang baik, siswa memiliki kompetensi yang mewadahi serta memiliki kreativitas dan inovasi yang lebih untuk bekal saat lulus dari sekolahnya. Fungsi pendidikan kejuruan dengan K13 berfungsi  secara ganda yaitu sebagai ”akulturasi penyesuaian diri) dan ”enkulturasi” (pembawa perubahan). Karena itu, pendidikan kejuruan tidak hanya adaptif terhadap perubahan, tetapi juga harus antisipatif. Dalam proses pelaksanaan pendidikan kejuruan yang berbasis pada K13 yang mada siswa dituntut untuk dapat berfikir kreatif dan inovatis serta pengembangan diri yang mereka miliki haruslah dikelaurkan untuk menunjang pembelajaran. Dalam pembelajaran di SMK setelah masuknya K13 dapat dilihat dari penyampaian materi yang ada. Proses penyampaian materi dari tenaga pendidik (proses ceramah) hanya diberi waktu 45 menit pertama. Tujuan dari pelaksanaan ceramah hanya 45 menit pertama adalah melatih peserta didik agar lebih aktif dan mengeluarkan semua kreativitas dan kemampuan yang mereka miliki. Proses yang selanjutnya adalah proses diskusi. Dalam proses diskusi ini peserta didik diberi materi yang harus didiskusikan dan mencari pemecahannya untuk dapat mendalami mater yang disampaikan oleh tenaga pendidik pada saat awal pembelajaran. Selain itu proses diskusi ini akan memancing seberapa aktifkah peserta didik dalam proses pembahasan materi yang mereka dapatkan. Setelah proses diskusi peserta akan melaksanakan presetasi dari hasil diskusi yang mereka bahas dan mendapatkan pemecahannya. Dari proses-proses tersebut pendidikan kejuruan (SMK) dengan K13 sudah dapat berjalan lancar, ketika pembelajaran kejuruan maka peserta didik dapat membuat sesuatu yang mana produk atau barang yang dibuat tersebut adalah hasil dari kreativitas serta inovasi yang mereka gali dari proses pembelajaran yang mereka lakukan. Dalam proses pembelajaran K13 peserta didik dituntut aktif dalam proses pembelajaran.
3.      Pendidikan Akademik. Pendidikan Akademik yaitu Pendidikan Tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni tertentu (program sarjana dan pascasarjana).Pendidikan Akademik mencakup program pendidikan sarjana (S1), magister atau master (S2) dan doktor (S3). Contoh: lulusan sarjana ekonomi bergelar S.E., sarjana kedokteran mendapat gelar dr., sarjana teknik mendapat gelar S.T., dan sarjana hukum S.H dan sebagainya. Sama juga dengan Magister dan Doktor (DR.). Pendidikan akademik memusatkan kajiannya pada bidang ilmu, teori atau konsep sedang pendidikan profesi pada penguasaan pengetahuan dan kecakapan atau kompetensi untuk praktek. Pendidikan akademik lebih diarahkan pada menghasilkan ilmuwan, pengkaji, pengembangan ilmu, sedang pendidikan profesi lebih diarahkan pada menghasilkan tenaga profesional yang memiliki kemampuan, kecakapan atau kompetensi standar dan kinerja standar. Dari kedua jenis pendidikan tersebut sama-sama dituntut mengerjakan karya akhir. Pada pendidikan akademik karya akhir ini disebut sripsi, tesis, atau disertasi yang penulisannya didasarkan atas hasil penelitian (research based). Pada pendidikan profesi disebut sebagai karya akhir, tugas akhir, laporan praktik akhir, yang penulisannya didasarkan pada penangana atau pemecahan masalah dalam paraktik (problem based). Penelitian pada program pendidikan profesi lebih di arahkan pada aplikasi pada teori, bukan pada kajian dan pengembangan teori.
4.     Pendidikan Profesi. Pendidikan Profes yaitui Pendidikan Tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan profesi adalah sistem pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk menguasai keahlian khusus. Lulusan pendidikan profesi mendapatkan gelar profesi. Pengertian pendidikan profesi dapat ditinjau dari kata pembentuknya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan diartikan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Djaman Satori (2003:13) berpendapat bahwa “Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya.”Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Profesi terkait erat dengan profesional, kalau profesi berkenaan dengan bidang keahlianya, maka profesional berkenaan dengan tingkat kemampuan, kecakapan atau kompetensi dan cara kerjanya. Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan: “Profesional dirumuskan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kecakapan, atau kemahiran yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profess”. Profesional berkenaan dengan penguasaaan kemampuan, kecakapan atau kompetensi standar dan kinerja standar.  Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI Bandung (2007:392) menyebutkan bahwa “Kinerja standar atau kinerja profesional merupakan perwujudan dari tanggung jawab profesional (professional responsibility), sebab “professional responsibility is the core of professionalism” yang artinya tanggung jawab profesional adalah inti dari sifat profesional.” Bekerja secara profesional adalah bekerja secara terencana dan sistematis, bekerja secara cerdas masalah etika, efisien, efektif. Tanggung jawab profesi juga menyangkut karena pelaksanaan tugas profesi berpegang teguh dan sejalan dengan etika suatu profesi.
Menurut UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan profesi merupakan suatu program pendidikan formal yang disediakan atau diikuti untuk menjadi seorang profesional dalam suatu  Pendidikan dinyatakan bahwa pendidikan profesi, khususnya pendidikan guru dan dosen adalah pendidikan di atas program D-4 atau S1, dan ditujukan untuk mengembangkan kompetensi sebagai pendidik. Tidak setiap pendidikan di atas program D-4 atau S-1 adalah pendidikan profesi. Pendidikan program D-4 merupakan pendidikan vokasi atau kejuruan jenjang perguruan tinggi, sedang program S1 merupakan pendidikan akademik. Demikian juga program S2 dan S3 yang merupakan pendidikan akademik, walaupun program studi tertentu muatan profesionalnya cukup kuat.
Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan suatu wahana bagi guru untuk mengaplikasikan ilmu untuk mendapatkan profesionalisme guru.  Pendidikan Profesi Guru (PPG) tersebut diperkuat lagi dengan Permenristik DIKTI Nomor 55 Tahun 2017 Tentang Standar Pendidikan Guru. Berdasarkan Undang-Undang profesi yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, guru ditetapkan sebagai profesi. Dengan demikian pekerjaan guru selain harus mempunyai nilai tawar yang tinggi seperti profesi dokter dan profesional lainnya, guru harus mempunyai kompetensi yang dapat diandalkan. Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang dilakukan guru merupakan salah satu wadah agar guru mendapatkan pengalaman profesi yang dapat diandalkan. Dalam Pendidikan Profesi Guru (PPG) guru akan dihadapkan pada kondisi riil aplikasi bidang keilmuan, seperti: kemampuan mengajar, kemampuan bersosialisasi dan bernegosiasi serta kemampuan manajerial kependidikan lainnya. Pendidikan Profesi Guru (PPG) tidak hanya kegiatan mengajar yang harus ditempuh oleh guru, tetapi juga menyangkut kemampuan berpartisipasi, membangun, atau mengembangkan potensi pendidikan dimana ia berlatih. Partisipasi tersebut dapat berupa keterlibatan guru dalam kegiatan ekstra seperti penulisan kreatif, kelompok diskusi dan sebagainya.Profesi di Indonesia tidak hanya guru, melainkan ada yang lain seperti profesi dokter, arsitektur, bidan, perawat dan sebagainya dimana profesi-profesi tersebut diperoleh melalui lembaga pelatihan dan pendidikan sehingga mereka mempunyai keahlian khusus dan profesi tersebut juga mempunyai organisasi profesi serta kode etik masing-masing.
5.     Pendidikan Vokasi. Pendidikan Vokasi Adalah Pendidikan Tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu. Pendidikan Vokasi  yaitu Pendidikan Tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.Pada masa kepemimpinan Kemenristik DIKTI-RI M Nasir mempermudah syarat pendirian pendidikan vokasi. Hal itu untuk mendorong munculnya pendidikan vokasi di tiap-tiap daerah. Untuk mewujudkan itu, syarat-syarat pendidikan vokasi dipermudah. Jika awalnya syarat mendirikan pendidikan vokasi harus memiliki enam dosen, selanjutnya jumlah tersebut dikurangi, menjadi tiga dosen akademisi. Selama ini, kerja sama dengan industri oleh pengelola pendidikan vokasi cenderung diabaikan.(Kemenristik DIKTI di Universitas Negeri Malang,(5/12/2016). Pendidikan Vokasi  adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu. Pendidikan vokasi mencakup program pendidikan diploma I (D1), diploma II (D2), diploma III (D3) dan diploma IV (D4). Lulusan pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi, misalnya A.Ma (Ahli Madya), A.Md (Ahli Madya). Pendidikan Kejuruan atau dikenal sebagai Pendidikan Vokasi  atau skill based, semakin lama semakin populer. Bahkan banyak juga perusahaan yang lebih menyukai para lulusan pendidikan kejuruan yang telah menguasai keahlian praktikal, karena dianggap lebih siap kerja. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menekankan pada keahlian praktikal yang dibutuhkan untuk langsung terjun ke dunia kerja. Biasanya satu program membahas topik yang spesifik. Misalnya: Seni Kuliner Prancis: Patisserie, Multimedia: Character Design, dan lain sebagainya yang benar-benar membutuhkan keahlian praktikal.
Pendidikan kejuruan mengharuskan mahasiswanya untuk magang, sebelum menamatkan program pilihan mereka. Mahasiswa pendidikan kejuruan biasanya lulus dengan gelar Certificate, Diploma atau Advanced Diploma. Banyak juga gelar vokasi yang dapat dilanjutkan ke pendidikan tingkat sarjana atau pascasarjana. Durasi pendidikan vokasi sangat bervariasi, mulai dari satu semester, hingga beberapa tahun, tergantung program yang Anda pilih. Berbeda dengan pendidikan gelar sarjana dan sebagainya, pendidikan vokasi ditawarkan lebih banyak institusi, baik itu universitas, kolese, politeknik, pusat pelatihan ataupun institusi-institusi lainnya yang berspesialisasi menyelenggarakan program pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi cocok bagi mereka yang sudah jelas dan yakin dengan apa yang ingin mereka kejar sebagai karir masa depan. Banyak sekali bidang yang tersedia mulai dari pariwisata dan perhotelan, manajemen retail, pengembangan software, desain interior, teknik otomotif, penata rambut hingga kuliner. Pendidikan vokasi menekankan keahlian praktikal yang dibutuhkan untuk terjun langsung ke industri serta membahas topik yang lebih spesifik, jika dibandingkan dengan perkuliahan di universitas yang membahas topik yang lebih luas.
6.     Pendidikan agama. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (PP-55-07/2). Dalam Undang-Undang Dasar RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Pendidikan di definisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, berakhlak mulia serta keterampilan terhadap dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha dalam mengembangkan potensi jasmani dan rohani ke arah kesempurnaan. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (PP-55-07/2). Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya. (PP-55-07/2) Pendidikan Islam adalah bimbingan Jasmaniah dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. (PIH)
7.     Pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia. PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain. Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat (4)menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antar jenjang pendidikan dan/atau antar jenis kelainan. Belum banyak yang berkecimpung di dunia pendidikan khusus ini, dikarenakan peserta didiknya relatif dari kalangan minoritas. Cepiar Singanegara adalah aktivis pendidikan khusus sekaligus Direktur Pusat Kajian Pendidikan Khusus Indonesia 2010-2015, yang menjadi salah satu penyusun Buku Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Khusus yang diperuntukan untuk semua Penyelenggara Pendidikan Khusus se-Indonesia, bersama dengan beberapa penggiat pendidikan khusus lainnya serta ahli pendidikan dari Universitas Indonesia dan Universitas Negeri Jakarta yang difasilitasi oleh Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Dengan kesibukannya sebagai Street Teacher (Guru Jalanan) Cepiar tetap diamanahkan untuk menjadi Direktur Pusat Kajian Pendidikan Khusus (Center for Special Education Studies) untuk yang kedua kalinya, periode 2015-2020. “Bangsa bermartabat adalah bangsa yang terdidik dengan baik” ucap pengajar jalanan itu. Kesibukannya selain menulis adalah mengajar anak-anak jalanan di Sekolah Layanan Khusus Anak Jalanan. Sekolah Layanan Khusus merupakan perangkat penyelenggara dari Pendidikan Khusus.
Sekolah Layanan Khusus yang telah memiliki buku operasional Penyelenggaraan Pendidikan Khusus di antaranya Sekolah Layanan Khusus untuk Anak Terlantar, Sekolah Layanan Khusus Anak jalanan, Sekolah Layanan Khusus Anak Pedalaman, Sekolah Layanan Khusus Pekerja Anak, Sekolah Layanan Khusus Anak TKI (Tenaga Kerja Indonesia),  Sekolah Layanan Khusus Anak PSK, dan Sekolah Layanan Khusus Anak Berbakat. Selain itu Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak penyandang cacat (disabilities) juga termasuk perangkat penyelenggaraan Pendidikan Khusus. Integrasi antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) satu atap, yakni satu lembaga penyelenggara mengelola jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB dengan seorang Kepala Sekolah. Sedangkan Integrasi antar jenis kelainan, maka dalam satu jenjang pendidikan khusus diselenggarakan layanan pendidikan bagi beberapa jenis ketunaan. Bentuknya terdiri dari TKLB; SDLB, SMPLB, dan SMALB masing-masing sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri masing-masing dengan seorang kepala sekolah.
Altenatif layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan adalah Integrasi Antar Jenis Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah) dapat memberikan layanan yang tervokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak. Keuntungan bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan anak pada jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Penyelenggaran pendidikan khusus saat ini masih banyak yang menggunakan Integrasi antar jenjang (satu atap) bahkan digabung juga dengan integrasi antar jenis. Pola ini hanya didasarkan pada effisiensi ekonomi padahal sebenarnya sangat merugikan anak karena dalam praktiknya seorang guru yang mengajar di SDLB juga mengajar di SMPLB dan SMALB. Jadi perlakuan yang diberikan kadang sama antara kepada siswa SDLB, SMPLB dan SMALB. Secara kualitas materi pelajaran juga kurang berkualitas apalagi secara psikologis karena tidak menghargai perbedaan karakteristik rentang usia. Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda. Pemerintah dapat memberikan perlakuan yang sama kepada Anak Indonesia tanpa diskriminasi, kalau bisa mendirikan SD Negeri, SMP Negeri, SMA Negeri untuk anak bukan ABK, maka juga harus berani mendirikan SDLB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri bagi ABK. Di Indonesia yang sudah menyelenggarakan Pendidikan Berkebutuhan dan Pendidikan Layanan khusus adalah Provinsi Jawa Tengah dan DIY baru Pemerintah Kabupaten Cilacap yang berani mendirikan SDLB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri masing-masing berdiri sendiri sebagai satuan pendidikan formal. Satuan pendidikan penyelenggara
1.      Sekolah Luar Biasa (SLB)
2.      Pendidikan Khusus
3.      Pendidikan Layanan Khusus
4.      Pendidikan Inklusive
5.      Sekolah Rumah (Home Schooling)

Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5)Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)ayat (2)ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar