Jenis-Jenis Pendidikan
1.
Pendidikan Umum. Pendidikan dasar dan menengah yang
mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuk satuan pendidikan umum diantaranya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Pengertian Pendidikan Umum meliputi; Pendidikan
yang berkenaan dengan perkembangan keseluruhan kepribadian seseorang dalam
kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidupnya. Program pendidikan yang
membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa dan mahasiswa;
Program pendidikan bagi semua orang dan menitikberatkan kepada internalisasi nilai
pada diri seseorang agar memiliki rasa tanggung jawab terdahap diri, keluarga,
masyarakat, bangsa dan warga dunia agar senantiasa berpikir kritis;
konstruktif; ilmiah; menghormati gagasan orang lain; emosi stabil , dengan
dilandasi prinsip-prinsip etika dan moral. (Sudirman, 2008: Dalam SK Mendiknas
No.008-E/U/1975 disebutkan bahwa Pendidikan Umum ialah pendidikan yang bersifat
umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup program Pendidikan Moral
Pancasila yang berfungsi untuk pembinaan warga negara yang baik
2.
Pendidikan Kejuruan. Pendidikan Kejuruan yaitu Pendidikan Menengah yang bertujuan
mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu. Menurut
Kurikulum 2013 Pendidikan Kejuruan
adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja
dalam bidangnya masing-masing. Pendidikan kejuruan dibangun dengan tujuan untuk
membentuk tenaga kerja yang terampil, kompetitif dan berkompetensi sejak dini.
Sehingga peserta didik lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sudah siap
bekerja sesuai bidangnya. Prospek SMK menurut Renstra Dit PSMK 2015-2019 masih
sangat memprihatikan karena masih banyak lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yang
menganggur, padahal SMK mempunyai banyak peluang untuk menciptakan tenaga kerja
yang ahli pada bidangnya dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas tetapi pada
kenyataannya masih saja lebih banyak lulusan SMA yang bekerja dibandingkan
dengan lulusan SMK. Menurut Kemendikbud
RI untuk meningkatkan pendidikan kejuruan adalah meningkatkan sarana prasarana
yang ada, mempekerjakan tenaga pendidik yang kompeten dalam bidangnya,
memperbaiki mutu lulusan. SMK memiliki potensi untuk bekerja sesuai kebutuhan,
SMK memiliki lima elemen kompetensi sesuai kebutuhan lapangan kepentingan
seperti kebutuhan masyarakat, kebutuhan dunia kerja, kebutuhan profesional,
kebutuhan generasi masa depan dan ilmu pengetahuan.Pendidikan kejuruan
harus menganut kebijakan ‘Link
and Match’ yang mengimplikasikan sumber daya manusia, wawasan
masa depan, wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan profesionalisme, wawasan
nilai tambah, dan wawasan ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya
pendidikan kejuruan. Tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk menyiapkan peserta
didik untuk bekerja dan mampu bersaing dalam proses pekerjaannya. Tujuan umum
pendidikan kejuruan adalah:
1.
Menyiapkan
peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak
2.
Meningkatkan
keimanan dan ketakwaan peserta didik
3.
Menyiapkan
peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab
4.
Menyiapkan
peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa
Indonesia
5.
Menyiapkan
peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan
lingkungan, pengetahuan dan seni
6.
Menyiapkan
peserta didik agar menerapkan, memelihara dan melestarikan budaya kearifan local
sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa
Selain itu pendidikan kejuruan memiliki
tujuan khusus dibandingkan dengan pendidikan menengah lainnya yaitu:
a. Menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha maupun dunia industri baik
nasional maupun global.
b. Menghasilkan lulusan yang memiliki
kemampuan vokasi pada program keahlian teknik yang memenuhi kompetensi dan
sertifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja serta asosiasi-asosiasi
profesi bidang teknik yang relevan dan mampu bersaing di pasar global.
c. Menghasilkan berbagai produk
penelitian dan program inovatif dalam disiplin ilmu Pendidikan Teknlogi Kejuruan
(PTK) dan disiplin ilmu teknik yang berguna bagi peningkatan mutu sumber daya
manusia dalam pembangunan nasional.
d. Menjadi pusat informasi dan diseminasi
bidang pendidikan teknologi dan kejuruan serta bidang teknik.
e. Menghasilkan pendidik/pelatih di
bidang teknologi kejuruan yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship).
Dalam pendidikan
kejuruan dengan penerapan Kurikulum 2013 (K13) SMK tidak perlu khawatir akan
hal-hal diluar, tuntutan dari K13 adalah menanamkan karakter yang baik, siswa
memiliki kompetensi yang mewadahi serta memiliki kreativitas dan inovasi yang
lebih untuk bekal saat lulus dari sekolahnya. Fungsi pendidikan kejuruan dengan
K13 berfungsi secara ganda yaitu sebagai ”akulturasi” penyesuaian diri) dan ”enkulturasi” (pembawa
perubahan). Karena itu, pendidikan kejuruan tidak hanya adaptif terhadap perubahan,
tetapi juga harus antisipatif. Dalam proses pelaksanaan pendidikan kejuruan
yang berbasis pada K13 yang mada siswa dituntut untuk dapat berfikir kreatif
dan inovatis serta pengembangan diri yang mereka miliki haruslah dikelaurkan
untuk menunjang pembelajaran. Dalam pembelajaran di SMK setelah masuknya K13
dapat dilihat dari penyampaian materi yang ada. Proses penyampaian materi dari
tenaga pendidik (proses ceramah) hanya diberi waktu 45 menit pertama. Tujuan
dari pelaksanaan ceramah hanya 45 menit pertama adalah melatih peserta didik
agar lebih aktif dan mengeluarkan semua kreativitas dan kemampuan yang mereka
miliki. Proses yang selanjutnya adalah proses diskusi. Dalam proses diskusi ini
peserta didik diberi materi yang harus didiskusikan dan mencari pemecahannya
untuk dapat mendalami mater yang disampaikan oleh tenaga pendidik pada saat
awal pembelajaran. Selain itu proses diskusi ini akan memancing seberapa
aktifkah peserta didik dalam proses pembahasan materi yang mereka dapatkan.
Setelah proses diskusi peserta akan melaksanakan presetasi dari hasil diskusi
yang mereka bahas dan mendapatkan pemecahannya. Dari proses-proses tersebut
pendidikan kejuruan (SMK) dengan K13 sudah dapat berjalan lancar, ketika
pembelajaran kejuruan maka peserta didik dapat membuat sesuatu yang mana produk
atau barang yang dibuat tersebut adalah hasil dari kreativitas serta inovasi
yang mereka gali dari proses pembelajaran yang mereka lakukan. Dalam proses
pembelajaran K13 peserta didik dituntut aktif dalam proses pembelajaran.
3.
Pendidikan Akademik. Pendidikan Akademik yaitu Pendidikan Tinggi
yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan atau seni tertentu (program sarjana dan
pascasarjana).Pendidikan Akademik mencakup program pendidikan sarjana
(S1), magister atau master (S2) dan doktor (S3). Contoh:
lulusan sarjana ekonomi bergelar S.E., sarjana kedokteran mendapat gelar dr.,
sarjana teknik mendapat gelar S.T., dan sarjana hukum S.H dan sebagainya. Sama
juga dengan Magister dan Doktor (DR.). Pendidikan akademik memusatkan
kajiannya pada bidang ilmu, teori atau konsep sedang pendidikan profesi pada
penguasaan pengetahuan dan kecakapan atau kompetensi untuk praktek. Pendidikan
akademik lebih diarahkan pada menghasilkan ilmuwan, pengkaji, pengembangan
ilmu, sedang pendidikan profesi lebih diarahkan pada menghasilkan tenaga
profesional yang memiliki kemampuan, kecakapan atau kompetensi standar dan
kinerja standar. Dari kedua jenis pendidikan tersebut sama-sama dituntut
mengerjakan karya akhir. Pada pendidikan akademik karya akhir ini disebut
sripsi, tesis, atau disertasi yang penulisannya didasarkan atas hasil
penelitian (research based). Pada pendidikan profesi disebut
sebagai karya akhir, tugas akhir, laporan praktik akhir, yang penulisannya
didasarkan pada penangana atau pemecahan masalah dalam paraktik (problem
based). Penelitian pada program pendidikan profesi lebih di arahkan pada
aplikasi pada teori, bukan pada kajian dan pengembangan teori.
4. Pendidikan
Profesi. Pendidikan
Profes yaitui Pendidikan Tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta
didik agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan profesi adalah sistem pendidikan tinggi setelah program
pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk menguasai keahlian
khusus. Lulusan pendidikan profesi mendapatkan gelar profesi. Pengertian
pendidikan profesi dapat ditinjau dari kata pembentuknya. Menurut UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan diartikan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Djaman Satori (2003:13) berpendapat
bahwa “Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya.”Profesi
adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut
keahlian (expertise), menggunakan
teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Profesi terkait erat dengan
profesional, kalau profesi berkenaan dengan bidang keahlianya, maka profesional
berkenaan dengan tingkat kemampuan, kecakapan atau kompetensi dan cara
kerjanya. Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan: “Profesional
dirumuskan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kecakapan, atau
kemahiran yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profess”. Profesional berkenaan dengan penguasaaan kemampuan,
kecakapan atau kompetensi standar dan kinerja standar. Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI Bandung (2007:392) menyebutkan bahwa
“Kinerja standar atau kinerja profesional merupakan perwujudan dari tanggung
jawab profesional (professional responsibility), sebab “professional
responsibility is the core of professionalism” yang artinya tanggung
jawab profesional adalah inti dari sifat profesional.” Bekerja secara
profesional adalah bekerja secara terencana dan sistematis, bekerja secara
cerdas masalah etika, efisien, efektif. Tanggung jawab profesi juga menyangkut
karena pelaksanaan tugas profesi berpegang teguh dan sejalan dengan etika suatu
profesi.
Menurut UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang bertujuan
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian
khusus. Pendidikan profesi merupakan suatu program pendidikan formal yang
disediakan atau diikuti untuk menjadi seorang profesional dalam suatu Pendidikan dinyatakan bahwa pendidikan
profesi, khususnya pendidikan guru dan dosen adalah pendidikan di atas program
D-4 atau S1, dan ditujukan untuk mengembangkan kompetensi sebagai pendidik.
Tidak setiap pendidikan di atas program D-4 atau S-1 adalah pendidikan profesi.
Pendidikan program D-4 merupakan pendidikan vokasi atau kejuruan jenjang
perguruan tinggi, sedang program S1 merupakan pendidikan akademik. Demikian
juga program S2 dan S3 yang merupakan pendidikan akademik, walaupun program
studi tertentu muatan profesionalnya cukup kuat.
Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan suatu wahana bagi
guru untuk mengaplikasikan ilmu untuk mendapatkan profesionalisme guru. Pendidikan Profesi Guru (PPG) tersebut
diperkuat lagi dengan Permenristik DIKTI Nomor 55 Tahun 2017 Tentang Standar
Pendidikan Guru. Berdasarkan Undang-Undang profesi yang disahkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, guru ditetapkan sebagai profesi. Dengan demikian pekerjaan guru selain
harus mempunyai nilai tawar yang tinggi seperti profesi dokter dan profesional
lainnya, guru harus mempunyai kompetensi yang dapat diandalkan. Pendidikan
Profesi Guru (PPG) yang dilakukan guru merupakan salah satu wadah agar guru
mendapatkan pengalaman profesi yang dapat diandalkan. Dalam Pendidikan Profesi
Guru (PPG) guru akan dihadapkan pada kondisi riil aplikasi bidang keilmuan,
seperti: kemampuan mengajar, kemampuan bersosialisasi dan bernegosiasi serta
kemampuan manajerial kependidikan lainnya. Pendidikan Profesi Guru (PPG) tidak
hanya kegiatan mengajar yang harus ditempuh oleh guru, tetapi juga menyangkut
kemampuan berpartisipasi, membangun, atau mengembangkan potensi pendidikan
dimana ia berlatih. Partisipasi tersebut dapat berupa keterlibatan guru dalam
kegiatan ekstra seperti penulisan kreatif, kelompok diskusi dan
sebagainya.Profesi di Indonesia tidak hanya guru, melainkan ada yang lain
seperti profesi dokter, arsitektur, bidan, perawat dan sebagainya dimana
profesi-profesi tersebut diperoleh melalui lembaga pelatihan dan pendidikan
sehingga mereka mempunyai keahlian khusus dan profesi tersebut juga mempunyai
organisasi profesi serta kode etik masing-masing.
5.
Pendidikan Vokasi. Pendidikan Vokasi Adalah Pendidikan Tinggi yang menunjang
pada penguasaan keahlian terapan tertentu. Pendidikan Vokasi
yaitu Pendidikan Tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan
program sarjana.Pada masa kepemimpinan
Kemenristik DIKTI-RI M Nasir mempermudah syarat pendirian pendidikan vokasi.
Hal itu untuk mendorong munculnya pendidikan vokasi di tiap-tiap daerah. Untuk
mewujudkan itu, syarat-syarat pendidikan vokasi dipermudah. Jika awalnya syarat
mendirikan pendidikan vokasi harus memiliki enam dosen, selanjutnya jumlah tersebut
dikurangi, menjadi tiga dosen akademisi. Selama ini, kerja sama dengan industri
oleh pengelola pendidikan vokasi cenderung diabaikan.(Kemenristik DIKTI di
Universitas Negeri Malang,(5/12/2016). Pendidikan
Vokasi adalah sistem pendidikan
tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu. Pendidikan
vokasi mencakup program pendidikan diploma I (D1), diploma II (D2), diploma III
(D3) dan diploma IV (D4). Lulusan pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi,
misalnya A.Ma (Ahli Madya), A.Md (Ahli Madya). Pendidikan
Kejuruan atau dikenal sebagai Pendidikan Vokasi atau
skill based, semakin lama semakin populer. Bahkan banyak juga perusahaan yang
lebih menyukai para lulusan pendidikan kejuruan yang telah menguasai keahlian
praktikal, karena dianggap lebih siap kerja. Pendidikan
kejuruan adalah pendidikan yang menekankan pada keahlian
praktikal yang dibutuhkan untuk langsung terjun ke dunia kerja. Biasanya satu
program membahas topik yang spesifik. Misalnya: Seni Kuliner Prancis:
Patisserie, Multimedia: Character Design, dan lain sebagainya yang benar-benar
membutuhkan keahlian praktikal.
Pendidikan kejuruan mengharuskan mahasiswanya untuk magang, sebelum menamatkan
program pilihan mereka. Mahasiswa pendidikan kejuruan biasanya lulus dengan gelar Certificate,
Diploma atau Advanced Diploma. Banyak juga gelar vokasi yang dapat dilanjutkan
ke pendidikan tingkat sarjana atau pascasarjana. Durasi pendidikan vokasi sangat
bervariasi, mulai dari satu semester, hingga beberapa tahun, tergantung program
yang Anda pilih. Berbeda dengan pendidikan gelar sarjana dan sebagainya,
pendidikan vokasi ditawarkan lebih banyak institusi, baik itu universitas,
kolese, politeknik, pusat pelatihan ataupun institusi-institusi lainnya yang
berspesialisasi menyelenggarakan program pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi
cocok bagi mereka yang sudah jelas dan yakin dengan apa yang ingin mereka kejar
sebagai karir masa depan. Banyak sekali bidang yang tersedia mulai dari
pariwisata dan perhotelan, manajemen retail, pengembangan software, desain
interior, teknik otomotif, penata rambut hingga kuliner. Pendidikan vokasi
menekankan keahlian praktikal yang dibutuhkan untuk terjun langsung ke industri
serta membahas topik yang lebih spesifik, jika dibandingkan dengan perkuliahan
di universitas yang membahas topik yang lebih luas.
6. Pendidikan agama. Pendidikan
agama adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik
dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui
mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(PP-55-07/2). Dalam Undang-Undang Dasar RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Pendidikan di
definisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, berakhlak mulia
serta keterampilan terhadap dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Dengan
demikian pendidikan berarti, segala usaha dalam mengembangkan potensi jasmani
dan rohani ke arah kesempurnaan. Pendidikan agama adalah
pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan. (PP-55-07/2). Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama
dan mengamalkan ajaran agamanya. (PP-55-07/2) Pendidikan Islam adalah bimbingan
Jasmaniah dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran
Islam. (PIH)
7.
Pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah
Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara
khusus belum tersedia. PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa
Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b.
tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g.
berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan
motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat
adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain. Menurut pasal 130
(1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan
khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan
jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2)
Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan
khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan
pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat (4)menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan
pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antar jenjang
pendidikan dan/atau antar
jenis kelainan.
Belum banyak yang berkecimpung di dunia pendidikan khusus ini, dikarenakan
peserta didiknya relatif dari kalangan minoritas. Cepiar Singanegara adalah
aktivis pendidikan khusus sekaligus Direktur Pusat Kajian Pendidikan Khusus
Indonesia 2010-2015, yang menjadi salah satu penyusun Buku Operasional
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus yang diperuntukan untuk semua Penyelenggara
Pendidikan Khusus se-Indonesia, bersama dengan beberapa penggiat pendidikan
khusus lainnya serta ahli pendidikan dari Universitas Indonesia dan Universitas
Negeri Jakarta yang difasilitasi oleh Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Dengan kesibukannya sebagai Street
Teacher (Guru Jalanan) Cepiar tetap diamanahkan untuk menjadi Direktur
Pusat Kajian Pendidikan Khusus (Center for Special Education Studies)
untuk yang kedua kalinya, periode 2015-2020. “Bangsa
bermartabat adalah bangsa yang terdidik dengan baik” ucap pengajar jalanan itu.
Kesibukannya selain menulis adalah mengajar anak-anak jalanan di Sekolah
Layanan Khusus Anak Jalanan. Sekolah Layanan Khusus merupakan perangkat
penyelenggara dari Pendidikan Khusus.
Sekolah Layanan Khusus yang telah memiliki buku operasional Penyelenggaraan Pendidikan Khusus di antaranya Sekolah
Layanan Khusus untuk Anak Terlantar, Sekolah Layanan Khusus Anak jalanan,
Sekolah Layanan Khusus Anak Pedalaman, Sekolah Layanan Khusus
Pekerja Anak, Sekolah Layanan Khusus Anak TKI (Tenaga Kerja
Indonesia), Sekolah Layanan Khusus Anak PSK, dan Sekolah Layanan
Khusus Anak Berbakat. Selain itu Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak
penyandang cacat (disabilities) juga termasuk perangkat penyelenggaraan Pendidikan
Khusus.
Integrasi antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa
(SLB) satu atap, yakni satu lembaga penyelenggara mengelola jenjang TKLB, SDLB,
SMPLB dan SMALB dengan seorang Kepala Sekolah. Sedangkan Integrasi antar jenis
kelainan, maka dalam satu jenjang pendidikan khusus diselenggarakan layanan
pendidikan bagi beberapa jenis ketunaan. Bentuknya terdiri dari TKLB; SDLB,
SMPLB, dan SMALB masing-masing sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri
masing-masing dengan seorang kepala sekolah.
Altenatif layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan adalah Integrasi Antar Jenis Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah) dapat memberikan layanan yang
tervokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak. Keuntungan
bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena
sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan
anak pada jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Penyelenggaran
pendidikan khusus saat ini masih banyak yang
menggunakan Integrasi antar jenjang (satu atap) bahkan digabung juga dengan
integrasi antar jenis. Pola ini hanya didasarkan pada effisiensi ekonomi
padahal sebenarnya sangat merugikan anak karena dalam praktiknya seorang guru
yang mengajar di SDLB juga mengajar di SMPLB dan SMALB. Jadi perlakuan yang
diberikan kadang sama antara kepada siswa SDLB, SMPLB dan SMALB. Secara
kualitas materi pelajaran juga kurang berkualitas apalagi secara psikologis
karena tidak menghargai perbedaan karakteristik rentang usia. Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di
Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu,
SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E
untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda. Pemerintah dapat memberikan perlakuan yang sama kepada Anak Indonesia tanpa
diskriminasi, kalau bisa mendirikan SD Negeri, SMP Negeri, SMA Negeri untuk
anak bukan ABK, maka juga harus berani mendirikan SDLB Negeri, SMPLB Negeri,
dan SMALB Negeri bagi ABK. Di Indonesia yang sudah menyelenggarakan Pendidikan Berkebutuhan dan Pendidikan
Layanan khusus adalah Provinsi Jawa Tengah dan
DIY baru Pemerintah Kabupaten Cilacap yang berani mendirikan SDLB Negeri, SMPLB
Negeri, dan SMALB Negeri masing-masing berdiri sendiri sebagai satuan
pendidikan formal. Satuan pendidikan penyelenggara
2. Pendidikan
Khusus
3. Pendidikan
Layanan Khusus
4. Pendidikan
Inklusive
5. Sekolah
Rumah (Home Schooling)
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan
bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan
Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan
dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia
Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia
Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia
dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal,
dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal:
TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5)Pendidikan
usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai
pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)ayat (2)ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar