Jumat, 20 Juli 2018

Pancasila dalam Kehidupan Global

A.     Pancasila dalam Era Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui dari perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin kabur. Globalisasi berkenaan dengan suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lainnya sampai melintasi batas Negara tampa terkecuali. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan penggunaannya satu sama lain. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atas batas-batas Negara satu dengan Negara lainnya, dipihak lain mengunakan istilah internasionalisasi namun maksud keduanya sama
Memasuki abad XXI dunia tidak terkecuali Indonesia dihadapkan pada gerakan yang disebut globalisasi. Eksistensi globalisasi adalah keterbukaan dan kebebasan yang merupakan pencerminan hak asasi individu. Sedikitnya ada tiga bidang kehidupan yang mempunyai pengaruh besar sebagai akibat globalisasi, yaitu: bidang politik, ekonomi, dan teknologi informasi. Dalam bidang ekonomi globalisasi akan menampakkan wajahnya dalam bentuk perdagangan bebas atau liberalisasi perdagangan. Dengan liberalisasi perdagangan ini arus barang, jasa dan modal dengan mudah menembus batas-batas antar negara tanpa melalui prosedur yang berbelit-belit. Terjadinya kemudahan-kemudahan dalam arus atau perpindahan modal, tenaga dan hasil industri serta pertanian. Yang akan menentukan kualitas barang, atau jasa, atau di mana modal perlu ditanam adalah faktor pasar, faktor supply dan demand. Untuk dapat merealisasikan gagasan ini telah diciptakan instrumen-instrumen, dan lembaga-lembaga pendukung liberalisasi perdagangan. Lembaga-lembaga ini seperti WTO, NAFTA, APEC, MEE, AFTA, MEA dan sebagainya, sedangkan instrumen yang diperlukan seperti GATT, Bogor Declaration, Intellectual Property Rights, ISO, dan sebagainya. Dengan cara ini maka persaingan merupakan mekanisme yang dikembangkan dalam liberalisasi perdagangan.
Dalam bidang politik, globalisasi akan nampak dalam gerakan demokrasi dan hak asasi manusia. Dewasa ini dunia sedang dilanda oleh gerakan demokratisasi dan hak asasi manusia. Suatu negara yang tidak melaksanakan demokrasi dalam sistem pemerintahannya dan tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia dinilai tidak beradab, dan selayaknya dikucilkan dari kehidupan masyarakat dunia, dan bila perlu di-embargo. Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Universal Declaration of Human Rights, Covenant on Civil and Political Rights, Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, dan sebagainya. Eksistensi implementasi kesepakatan bangsa-bangsa tersebut perlu disesuaikan dengan adat dan budaya yang berkembang pada masing-masing negara. Namun ada pihak-pihak tertentu yang berusaha untuk memaksakan suatu sistem demokrasi dan hak asasi manusia yang berlaku di negaranya untuk diterapkan di negara lain. Keadaan ini pasti akan menimbulkan gejolak, karena tidak mustahil adanya prinsip-prinsip yang berbeda yang dianut oleh suatu negara tertentu yang tidak begitu saja diterima dengan konsep demokrasi yang dipaksakan dimaksud. Sehingga universalisasi dan unifikasi demokrasi dan hak asasi manusia sementara ini pasti akan mendapatkan hambatan. Upaya yang dilakukan oleh sementara pihak dengan menghambat bantuan kepada negara yang dinilai tidak menerapkan demokrasi dan hak asasi manusia, dinilai suatu bentuk paksaan baru. Gerakan demokratisasi dalam pemerintahan adalah dalam bentuk reinventing government, menciptakan clean government and good governance, desentralisasi pemerintahan, dan sebagainya.
Dalam bidang informasi, globalisasi terwujud dalam bentuk internet, cybernatic society and web society, suatu jaringan antar manusia yang bebas tidak dihambat oleh batas-batas antar negara dalam mengadakan tukar menukar informasi. Manusia dan negara-bangsa memiliki kebebasan untuk meng-akses informasi dari mana saja sesuai dengan keinginan dan kemampuan teknologi yang dikuasainya. Dengan perangkat teknologi komunikasi yang sangat canggih, seseorang dapat melakukan deteksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di segala penjuru dunia. Terjadilah persaingan yang luar biasa dalam mengembangkan teknologi kemunikasi ini, karena siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menguasai dunia.Sesuatu yang sedang terjadi dibelahan bumi bumi barat, seketika itu juga dapat diakses/diketahui pada belahan bumi lainnya.
Sejarawan menyebutkan globalisasi sebagai fenomena di abad ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, ebrio globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negerai sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negera lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia sperti yang kita kenal saat ini.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda mereka adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa-bangsa di dunia. Berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi yang menjamur saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indonesia misalnya, sejak pintu politik terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon mobil dari Amerika Serikat, unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan-akan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar bebas. termasuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang sudah mulai menggeliat maju.Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara berangsur-angsur mulai pudar.
Eksistensi realitas globalisasi yang mendunia tidak dapat kita hindari. Disamping adanya pengaruh positif yang kita dapatkan, globalisasi juga membawa dampak negatif. Tugas kita bukanlah menolak globalisasi, tetapi bagaimana caranya agar kita tidak terbawa arus derasnya globalisasi. Agar dapat mengambil manfaat positif dan menjauhikan diri dari dampak negatif, Pancasila tampil sebagai filter dalam menyaring setiap pengaruh yang masuk dan disesuaikan dengan karakter dan kepribadian bangsa. Permasalahannya  adalah mampukah ideologi Pancasila bertahan dalam derasnya arus era globalisasi yang menggelora mengaum laksana singa lapar Inya Allah, Tuhan bersama kita. Sebab eksistensi Pancasila adalah menempatkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.Bukankah dalam kitab suci disebutkan bahwa: “orang yang meninggikan dirinya akan direndahkan dan orang yang merendahkan dirinya akan ditinggikan”. “Kuasa kegelapan cepat atau lambat akan dilahkan oleh kuasa terang”. Dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila, masyarakat Indonesia memiliki kuasa terang yang menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak mudah lemah, dan tidak mudah diceraikan. Empu tantular pengarang buku “Sutasoma” di dalamnya memuat seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya yaitu bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat-bangsa Indonesia sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Dengan demikian derasnya arus globalisasi yang menggelora seperti sekarang ini dapat ditangkal dengan kekuatan Pancasila Sakti dalam mengarungi bahtera kehidupan berbangsa dan bernegara.Untuk itu adalah kewajiban bagi  setiap warga Negara Indonesia untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia dengan mempelajari,menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi Pendidikan Pancasila dalam arus era globalisasi saat ini tidak jarang terkontaminasi oleh adanya berbagai macam aspek yang membuat Pancasila menjadi tidak seperti layaknya. Dilihat dari kacamata politik, nilai-nilai Pancasila yang selama ini telah ditabur dan ditanamkan oleh para pendiri bangsa ini, tergelincir oleh adanya “dis-integrasi bangsa” yang telah jelas-jelas melanggar sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia, dan masih banyak yang lainnya. Jika dilihat lagi dari berbagai aspek masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, kita seharusnya kembali menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tersebut. karena pancasilalah yang merupakan pondasi bangsa indonesia untuk menghadapi bebagai masalah khususnya dalam arus era global seperti sekarang ini, yang membuat rentan sekali nilai-nilai pancasila tersebut memudar dikarenakan perubahan zaman oleh adanya globalisasi.Karena itu Pancasila Sakti satu-satu diluar ajaran agama yang dapat dijadikan pedoman hidup bermasyarakat berbsngsa dan bernegara.
Selain Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila sanggup menjawab berbagai tantangan globalisasi yang tidak kenal batas Negara, tidak peduli dibelahan bumi manapun dia berada tidak luput dari derasnya arus globalisasi. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, maka bangsa yang besar ini haruslah mempunyai sense of belonging dan sense of pride atas eksistensi pendidikan Pancasila. Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan suatu ideologi tetap eksis. Pertama adanya jumlah penganut atau pengikut. Semakin banyak pengikut dari suatu ideologi, maka ideologi itu akan semakin kuat. Pancasila merupakan ideologi yang diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia. Secara konseptual, Pancasila adalah ideologi yang kokoh-kuat. Pancasila tidak akan musnah sepanjang masih ada pengikut yang memperjuangkannya. Kedua adalah seberapa besar pengikut tersebut mempercayai dan menjadikan ideologi sebagai bagian dari kehidupannya. Semakin kuat kepercayaan seseorang sebagai warga negara, maka semakin kuat posisi ideologi (Pancasila) tersebut. Sebaliknya, walaupun banyak pengikut, tetapi apabila pengikutnya sudah tidak menjadikan ideologi sebagai bagian dari kehidupannya, maka ideologi itu akan menjadi lemah.
Posisi Pancasila dalam  derasnya arus globalisasi sangat rawan terhadap gangguan. Secara formal, Pancasila tetap diakui oleh seluruh bangsa Indonesia sebagai ideologi negara. Namun dalam tataran aplikatif, perilaku masyarakat banyak yang mengalami pergeseran nilai. Secara tidak langsung pergeseran nilai tersebut membuat masyarakat perlahan-lahan melupakan nilai-nilai ajaran Pancasila. Salah satu alasan Pancasila masih tetap eksis adalah karena Pancasila digali dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat Indonesia sendiri seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Ada atau tidak adanya Pancasila, nilai-nilai tersebut memang sudah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia jauh sebelum dikumandangkan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Jika masyarakat melaksanakan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan tersebut, maka secara otomatis masyarakat juga mengamalkan Pancasila. Sebagai contoh ketika warga Negara melaksanakan ibadah sesuasi dengan ajaran agamanya,maka warga Negara tersebut sudah melaksanakan Pancasila. Dasar seseorang sebagai warganegara melakukan ibadah adalah ketaatan terhadap ajaran agama, bukan karena Pancasila. Namun melaksanakan ibadah secara implicit sudah mengamalkan sila pertama Pancasila yaitu Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula dengan sila-sila yang lain, masyarakat pada dasarnya tidak mengamalkan Pancasila secara langsung. Mereka hanya mengikuti tata nilai dan hukum adat masing-masing. Tetapi karena nilai-nilai itu terangkum dalam Pancasila, maka secara tidak langsung masyarakat juga menjalankan Pancasila.
Dengan demikian eksis dan tidaknya Pancasila di era global sangat tergantung dari nilai-nilai masyarakat itu sendiri. Jika nilai-nilai tersebut tetap tumbuh dan berkembang, maka Pancasila juga akan terus eksis. Sebaliknya jika nilai tersebut mengalami desgradasi yang mengakibatkan pergeseran nilai, maka besar kemungkinan Pancasila juga akan mengalami pergeseran. Jika globalisasi mampu menggeser nilai-nilai di masyarakat dan mengganti dengan tatanan nilai yang baru, maka besar kemungkinan Eksistensi Pancasila akan runtuh. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman nilai-nilai Pancasila sebagai dasar, pandangan hidup, dan ideologi sekaligus sebagai benteng diri dan filterisasi terhadap nilai-nilai yang masuk sebagai dampak dari arus derasnya globalisasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar