A. Pancasila
dalam Era Globalisasi
Globalisasi
adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui dari
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin kabur. Globalisasi
berkenaan dengan suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar
negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama
lainnya sampai melintasi batas Negara tampa terkecuali. Dalam banyak hal,
globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi
sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan penggunaannya satu sama lain.
Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan
berkurangnya peran negara atas batas-batas Negara satu dengan Negara lainnya,
dipihak lain mengunakan istilah internasionalisasi namun maksud keduanya sama
Memasuki
abad XXI dunia tidak terkecuali Indonesia dihadapkan pada gerakan yang disebut
globalisasi. Eksistensi
globalisasi adalah keterbukaan dan kebebasan yang merupakan pencerminan hak
asasi individu. Sedikitnya ada tiga bidang kehidupan yang mempunyai pengaruh
besar sebagai akibat globalisasi, yaitu: bidang politik, ekonomi, dan teknologi
informasi. Dalam bidang ekonomi globalisasi akan menampakkan wajahnya dalam
bentuk perdagangan bebas atau liberalisasi perdagangan. Dengan liberalisasi
perdagangan ini arus barang, jasa dan modal dengan mudah menembus batas-batas
antar negara tanpa melalui prosedur yang berbelit-belit. Terjadinya
kemudahan-kemudahan dalam arus atau perpindahan modal, tenaga dan hasil
industri serta pertanian. Yang akan menentukan kualitas barang, atau jasa, atau
di mana modal perlu ditanam adalah faktor pasar, faktor supply dan demand.
Untuk dapat merealisasikan gagasan ini telah diciptakan instrumen-instrumen,
dan lembaga-lembaga pendukung liberalisasi perdagangan. Lembaga-lembaga ini
seperti WTO, NAFTA, APEC, MEE, AFTA, MEA dan sebagainya, sedangkan instrumen
yang diperlukan seperti GATT, Bogor Declaration,
Intellectual Property Rights, ISO, dan sebagainya. Dengan cara ini maka
persaingan merupakan mekanisme yang dikembangkan dalam liberalisasi
perdagangan.
Dalam
bidang politik, globalisasi akan nampak dalam gerakan demokrasi dan hak asasi
manusia. Dewasa ini dunia sedang dilanda oleh gerakan demokratisasi dan hak
asasi manusia. Suatu negara yang tidak melaksanakan demokrasi dalam sistem
pemerintahannya dan tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia dinilai tidak
beradab, dan selayaknya dikucilkan dari kehidupan masyarakat dunia, dan bila
perlu di-embargo. Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Universal Declaration of Human Rights, Covenant on Civil and Political
Rights, Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, dan sebagainya. Eksistensi implementasi kesepakatan
bangsa-bangsa tersebut perlu disesuaikan dengan adat dan budaya yang berkembang
pada masing-masing negara. Namun ada pihak-pihak tertentu yang berusaha untuk
memaksakan suatu sistem demokrasi dan hak asasi manusia yang berlaku di
negaranya untuk diterapkan di negara lain. Keadaan ini pasti akan menimbulkan
gejolak, karena tidak mustahil adanya prinsip-prinsip yang berbeda yang dianut
oleh suatu negara tertentu yang tidak begitu saja diterima dengan konsep
demokrasi yang dipaksakan dimaksud. Sehingga universalisasi dan unifikasi
demokrasi dan hak asasi manusia sementara ini pasti akan mendapatkan hambatan.
Upaya yang dilakukan oleh sementara pihak dengan menghambat bantuan kepada
negara yang dinilai tidak menerapkan demokrasi dan hak asasi manusia, dinilai
suatu bentuk paksaan baru. Gerakan demokratisasi dalam pemerintahan adalah
dalam bentuk reinventing government,
menciptakan clean government and good
governance, desentralisasi pemerintahan, dan sebagainya.
Dalam
bidang informasi, globalisasi terwujud dalam bentuk internet, cybernatic society and web society,
suatu jaringan antar manusia yang bebas tidak dihambat oleh batas-batas antar negara
dalam mengadakan tukar menukar informasi. Manusia dan negara-bangsa memiliki
kebebasan untuk meng-akses informasi dari mana saja sesuai dengan keinginan dan
kemampuan teknologi yang dikuasainya. Dengan perangkat teknologi komunikasi
yang sangat canggih, seseorang dapat melakukan deteksi peristiwa-peristiwa yang
terjadi di segala penjuru dunia. Terjadilah persaingan yang luar biasa dalam
mengembangkan teknologi kemunikasi ini, karena siapa yang menguasai informasi,
dialah yang akan menguasai dunia.Sesuatu yang sedang terjadi dibelahan bumi
bumi barat, seketika itu juga dapat diakses/diketahui pada belahan bumi
lainnya.
Sejarawan
menyebutkan globalisasi sebagai fenomena di abad ini yang dihubungkan dengan
bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam
hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila
ditelusuri, ebrio globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal
perdagangan antar negerai sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para
pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negera lain baik melalui
jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk
berdagang.Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di
Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan antara lain
meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai
Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan
dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama,
abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia sperti yang kita
kenal saat ini.
Fase
selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa
Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda mereka adalah pelopor-pelopor
eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang
meningkatkan keterkaitan antar bangsa-bangsa di dunia. Berbagai teknologi mulai
ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi yang menjamur saat ini,
seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di
dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia. Semakin
berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga
memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indonesia misalnya,
sejak pintu politik terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai
cabangnya di Indonesia. Freeport dan
Exxon mobil dari Amerika Serikat, unilever dari Belanda, British Petroleum
dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini
tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase
selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan-akan memberi
pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan
kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan
diri sebagai pasar bebas. termasuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang sudah
mulai menggeliat maju.Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi
komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara berangsur-angsur
mulai pudar.
Eksistensi realitas globalisasi yang mendunia tidak dapat kita hindari.
Disamping adanya pengaruh positif yang kita dapatkan, globalisasi juga membawa
dampak negatif. Tugas kita bukanlah menolak globalisasi, tetapi bagaimana
caranya agar kita tidak terbawa arus derasnya globalisasi. Agar dapat mengambil
manfaat positif dan menjauhikan diri dari dampak negatif, Pancasila tampil
sebagai filter dalam menyaring setiap pengaruh yang masuk dan disesuaikan
dengan karakter dan kepribadian bangsa. Permasalahannya adalah mampukah
ideologi Pancasila bertahan dalam derasnya arus era globalisasi yang menggelora
mengaum laksana singa lapar Inya Allah, Tuhan bersama kita. Sebab eksistensi
Pancasila adalah menempatkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan.Bukankah dalam kitab suci disebutkan bahwa: “orang yang
meninggikan dirinya akan direndahkan dan orang yang merendahkan dirinya akan
ditinggikan”. “Kuasa kegelapan cepat atau lambat akan dilahkan oleh kuasa
terang”. Dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila, masyarakat Indonesia
memiliki kuasa terang yang menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala
bangsa. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak mudah lemah, dan tidak
mudah diceraikan. Empu tantular pengarang buku “Sutasoma” di dalamnya memuat
seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya
walaupun berbeda namun satu jua adanya yaitu bangsa Indonesia dari Sabang
sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Nilai-nilai Pancasila
sepatutnya menjadi karakter masyarakat-bangsa Indonesia sehingga Pancasila
menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Dengan demikian derasnya
arus globalisasi yang menggelora seperti sekarang ini dapat ditangkal dengan
kekuatan Pancasila Sakti dalam mengarungi bahtera kehidupan berbangsa dan
bernegara.Untuk itu adalah kewajiban bagi
setiap warga Negara Indonesia untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian
bangsa Indonesia dengan mempelajari,menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa eksistensi Pendidikan Pancasila dalam arus era
globalisasi saat ini tidak jarang terkontaminasi oleh adanya berbagai macam
aspek yang membuat Pancasila menjadi tidak seperti layaknya. Dilihat dari
kacamata politik, nilai-nilai Pancasila yang selama ini telah ditabur dan
ditanamkan oleh para pendiri bangsa ini, tergelincir oleh adanya “dis-integrasi
bangsa” yang telah jelas-jelas melanggar sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia,
dan masih banyak yang lainnya. Jika dilihat lagi dari berbagai aspek masalah
yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, kita seharusnya kembali
menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tersebut. karena
pancasilalah yang merupakan pondasi bangsa indonesia untuk menghadapi bebagai
masalah khususnya dalam arus era global seperti sekarang ini, yang membuat
rentan sekali nilai-nilai pancasila tersebut memudar dikarenakan perubahan
zaman oleh adanya globalisasi.Karena itu Pancasila Sakti satu-satu diluar
ajaran agama yang dapat dijadikan pedoman hidup bermasyarakat berbsngsa dan
bernegara.
Selain
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila sanggup menjawab berbagai tantangan
globalisasi yang tidak kenal batas Negara, tidak peduli dibelahan bumi manapun
dia berada tidak luput dari derasnya arus globalisasi. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, maka bangsa yang besar ini haruslah mempunyai sense
of belonging dan sense of pride atas eksistensi pendidikan
Pancasila. Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan suatu ideologi tetap
eksis. Pertama adanya jumlah penganut atau pengikut. Semakin banyak pengikut
dari suatu ideologi, maka ideologi itu akan semakin kuat. Pancasila merupakan
ideologi yang diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia. Secara konseptual,
Pancasila adalah ideologi yang kokoh-kuat. Pancasila tidak akan musnah
sepanjang masih ada pengikut yang memperjuangkannya. Kedua adalah seberapa
besar pengikut tersebut mempercayai dan menjadikan ideologi sebagai bagian dari
kehidupannya. Semakin kuat kepercayaan seseorang sebagai warga negara, maka
semakin kuat posisi ideologi (Pancasila) tersebut. Sebaliknya, walaupun banyak
pengikut, tetapi apabila pengikutnya sudah tidak menjadikan ideologi sebagai
bagian dari kehidupannya, maka ideologi itu akan menjadi lemah.
Posisi
Pancasila dalam derasnya arus
globalisasi sangat rawan terhadap gangguan. Secara formal, Pancasila tetap
diakui oleh seluruh bangsa Indonesia sebagai ideologi negara. Namun dalam tataran
aplikatif, perilaku masyarakat banyak yang mengalami pergeseran nilai. Secara
tidak langsung pergeseran nilai tersebut membuat masyarakat perlahan-lahan
melupakan nilai-nilai ajaran Pancasila. Salah satu alasan Pancasila masih tetap
eksis adalah karena Pancasila digali dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
Indonesia sendiri seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Ada atau tidak adanya Pancasila, nilai-nilai tersebut memang sudah
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia jauh sebelum dikumandangkan
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Jika
masyarakat melaksanakan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan tersebut, maka secara otomatis masyarakat juga mengamalkan Pancasila.
Sebagai contoh ketika warga Negara melaksanakan ibadah sesuasi dengan ajaran
agamanya,maka warga Negara tersebut sudah melaksanakan Pancasila. Dasar
seseorang sebagai warganegara melakukan ibadah adalah ketaatan terhadap ajaran
agama, bukan karena Pancasila. Namun melaksanakan ibadah secara implicit sudah
mengamalkan sila pertama Pancasila yaitu Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Demikian
pula dengan sila-sila yang lain, masyarakat pada dasarnya tidak mengamalkan
Pancasila secara langsung. Mereka hanya mengikuti tata nilai dan hukum adat
masing-masing. Tetapi karena nilai-nilai itu terangkum dalam Pancasila, maka
secara tidak langsung masyarakat juga menjalankan Pancasila.
Dengan demikian eksis dan tidaknya Pancasila di
era global sangat tergantung dari nilai-nilai masyarakat itu sendiri. Jika
nilai-nilai tersebut tetap tumbuh dan berkembang, maka Pancasila juga akan
terus eksis. Sebaliknya jika nilai tersebut mengalami desgradasi yang
mengakibatkan pergeseran nilai, maka besar kemungkinan Pancasila juga akan
mengalami pergeseran. Jika globalisasi mampu menggeser nilai-nilai di
masyarakat dan mengganti dengan tatanan nilai yang baru, maka besar kemungkinan
Eksistensi Pancasila akan runtuh. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar, pandangan hidup, dan ideologi sekaligus
sebagai benteng diri dan filterisasi terhadap nilai-nilai yang masuk sebagai
dampak dari arus derasnya globalisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar