Senin, 30 Juli 2018

Nilai-Nilai Pancasila dan Sejarah Perjuangan

A.     Nilai Nilai Pancasila dalam Sejarah Perjuangan Bangsa

Nilai nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Nilai-Nilai Pancasila itu sudah ada sebelum disyahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945. Nilai-nilai Pancasila telah ada pada tertanam dalam diri kepribadian bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia merdeka yaitu berupa nilai-nilai adat istiadat yang tertanam dan terselenggara dalam praktek kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut adalah dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila, Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat negara Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama. Sidang panitia”9” sidang BPUPKI kedua. Serta akhirnya disyahkan secara yuridis sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka untuk memahami Pancasila secara lengkap dan utuh terutama dalam kaitannya dengan jati diri bangsa Indonesia, mutlak diperlukan pemahaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk suatu negara yang berdasarkan suatu asas hidup bersama demi kesejahteraan hidup bersama yaitu negara yang berdasarkan Pancasila. Selain itu msecara epistemologis sekaligus sebagai pertanggung jawaban ilmiah, bahwa Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesia juga sebagai pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian seluruh bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: ketuhanan Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara. Proses pembentukan negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya. Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada sumpah pemuda pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mendirikan negara tercapai dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945.

1.        Zaman Kerajaan Kutai

Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman menurut prasasti tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para brahmana membangun yupa itu sebagai tanda terima kasih raja yang darmawan (Bambang Sumadio, dkk.,1977 :33-32). Masyarakat kutaio yang membuka zaman sejarah Indonesia pertamakalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana. Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini tampak dalam kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian di Jawa dan Sumatra. Dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan wilayah yang meliputi hampir separoh Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.

2.        Zaman Kerajaan Sriwijaya

Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu: pertama zajam Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400), yang bercirikan kedatuan. kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan negara kebagsaan Indonesia lama. Kemudian ketiga negara kebangsaan modern yaitu negara Indonesia merdeka (sekarang negara proklamasi 17 Agustus 1945). (Sekretariat Negara RI, 1995:11).
Pada abad ke VII muinculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Sriwijaya, dibawah kekuasaan wangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedukan bukit di kaki bukit Siguntang dekat palembang yang bertarikh 605 Caka atau 683 M, dalam bahasa melayu kuno dan hurup pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu lintas laut disebelah barat dikuasainya seperti selat sunda (686), kemudian selat malaka (775). Pada zaman itu Sriwijaya merupakan suatu kerajaan besar yang cukup disegani dikawasan Asia selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan dengan pedagang pengerajin dan pegawai raja yang disebut Tuha An vatakvarah sebagai pengawas dan pengumpul semacam koprasi sehingga rakyat mudah untuk memasarkan barang dagangannya (Keneth R. Hall, 1976:75-77). Demikian pula dalam sistem pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehinga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkannya dengan mendirikan suatu Universitas agama Budha, yang sangat terkenal dinegara lain di Asia. Banyak musyafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di Universitas tersebut terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari india yang mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahtraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua Criwijaya siddhatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur) (Sulaiman, tampa tahun:53)

3.      Zaman Kerajaan-Kerajan Sebelum Majapahit

Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti, kerajaan kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu membangun candi Kalasan untuk untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti syailendra (abad  ke VII dan IX). Refleksi puncak budaya dari Jawa Tengah dalam priode-proide kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi-candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur munculah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X) Darmawangsa (abad ke X) demikian juga kerajaan Airlangga pada abad ke IX. Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu dan agama Syiwa yang hidup berdampingan secara damai (Toyibin 1997:26). Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan berkerjasama dengan Banggala, Chola dan Champa hal ini menunjukan nilai-nilai kemanusiaan. Demikianlah pula Airlangga mengalami pengembangan lahir dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja, meneruskan tradisi Istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahtraan pertanian rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima (T0yibin, 1997:28,29).Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.
4.      Zaman Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh laksaman Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari sepanjang melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara. Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam suatu kerajaan. Empu prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila” Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang bunyi lengkapnya “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua:, artinya walaupun berbeda, namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu. Yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu bawahan kekuasaannya yaitu pasai justru telah memeluk  agama Islam. Toleransi positif dalam bidang  agama dijunjung tinggi semenjak bahari yang telah silam.
Sumpah palapa yang diucapkan oleh Majapahit Gajah Mada dalam sidang ratu dan Mentri-mentri di paseban keprabuan Majapahit pada tahu 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut: ‘saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk dibawah kekuasan negara, jikalau Gurun, Seram. Tanjung Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan (Yamin, 1960:60). Selain itu dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk senantiasa mengadakan hubungan bertetangga baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayodya, Champa dan Kamboja. Menurut prasasti Brumbung (1329), dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan Ihalu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Majapahit menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia 17 Agustus 1945. Kemudian disebabkan oleh faktor keadaan dalam negeri sendiri seperti perselisihan dan perang saudara pada permulaan abad XV, maka sinar kejayaan Majapahit berangsur-angsur mulai memudar dan akhirnya mengalami keruntuhan dengan “Sinar Hilang Kertaning Bumi” pada permulaan abad XVI (1520).

5.      Zaman Kerajaan Demak

   Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersamaan dengan itu berkembang pulalah kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu antara lain orang pertugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah. Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang adalah orang-orang bangsa pertugis. Namun lama-kelamaan bangsa pertugis mulai menunjukan perannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh portugis. Pada akhir abad ke XVI bangsa belanda datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan penuh kesulitan. Untuk menghindarkan persaingan di antara meraka sendiri (Belanda), kemudian meraka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C., (verenigde Oost Indische Compagnie) yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompent’ Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan. Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan dan menyerang kebatavia pada tahun 1628 dan tahun 1929, walaupun tidajk berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral J.P.Coen tewas dalam serangan sultan agung yang kedua itu.
Beberapa saat setelah sultan Agung mangkat maka Mataram menjadi bagian kekuasan kompeni. Bangsa Belanda mulai memainkan peranan politik dengan licik di Indonesia. Di Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhasil juga dikuasai oleh kompeni tahun (1667) dan timbulah perlawanan dari rakyat Makasar dibawah Hasanudin. Menyusul pula wilayah Baten (Sultan Ageng Tirtoyoso) dapat ditundukan pula oleh kompeni pada tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo, untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu Iskandar pimpinan armada dari Minang Kabau untuk mengadakan perlawanan bersama terhadap kompeni juga tidak mendapat sambutan yang hangat. Perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah yang terpencar-pencar dan tidak memiliki koordinasi tersebut banyak mengalami kegagalan sehingga banyak menimbulkan korban bagi anak-anak bangsa. Demikianlah Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis dan kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke XVII dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa belanda berusaha keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Mereka ingin membulatkan hegemoninya sampai kepelosok-pelosok nusantara kita. Melihat praktek-praktek penjajahan belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat diberbagai daerah nusantara, antara lain: Patimura di Maluku (1817) Baharudindi Palembang (1819), Imam Bonjol di Minang Kabau (1821-1837). Pangeran dipenegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860) anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895). Dan masih banyak perlawanan rakyat di berbagai daerah di nusantara. Dorngan akan cinta tanah air menimbulkan semangat untuk melawan penindasan dari bangsa Belanda, namun sekali lagi karena tidak adanya kesatuan dan persatuan diantara mereka dalam perlawanan melawan penjajah, maka perlawanan tersebut senantiasa kandas dan menimbulkan banyak korban. Penghisapan mulai memuncak ketika belanda mulai menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak berdosa. Penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi dan Belanda sudah tidak peduli lagi dengan ratap penderitaan tersebut, bahkan mereka semakin gigih dalam menghisap rakyat untuk memperbanyak kekayaan bangsa Belanda.

6.      Zaman Kebangkinan Nasional

Pada abad XX di panggung politik internasional terjadilah pergolakan kebangkitan Dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri. Republik pilipina ((1898) yang dipelopori Joze Rizal. Kemenangan Jepang atas Rusiadi Tsunia (1905). Gerakan sun Yat Sen dengan dengan republik Cinanya (1911). Paratai kongres di India dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun di Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangsaan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan budi utomonya. Gerakan inilah yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuatannya sendiri. Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 10 Mei 1909 inilah yang merupakan pelopor pegerakan nasional, sehingga segera setelah itu munculah organisasi-organiosasi pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakan nasional itu antara lain: sarekat Dagang Islam (SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi serikat Islam (SI) tahun (1911) dibawah H.O.S Cokroaminoto.
Berikutnya munculah Indische Partiji (1913) yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu: Douwes Dekker. Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat. (yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro). Sejek semula partai ini menunjukan keradikalannya. Sehingga tidak dapat berumur panjang karena pimpinannya di buang keluar negeri (1913). Dalam situasi yang menggoncangkan itu munculah partai nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Ciptomangun-kusumo, Sartono, dan tokoh lainya. Mulailah kini perjuangan nasional Indonesia dititik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Tujaun itu diekspresikan dengan kata-kata yang jelas kemudian diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya antara lain: Muh. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbopranoto, setokoh pemuda lainya. Perjuangan rintisan kesatuan nasional kemudian di ikuti oleh Sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia raya pada saat pertama kali dikumandangkan dan sekaligus sebagai pengerak kebangkitan kesadaran berbangsa. Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bantuknya dengan partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931). Kemudian golongan Demokrat antara lain Moh. Hatta dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.

7.      Zaman Penjajahan Jepang

Setelah Nederland diserbu oleh tentara Nazi Jerman pada tanggal 5 Mei 1940 dan jatuh pada tanggal 10 Mei 1940, maka Ratu Wihelmina dengan segenap aparat pemerintahannya mengungsi ke Inggris, sehingga pemerintahan Belanda masih dapat berkomunikasi dengan pemerintah jajahan Indonesia. Janji belanda tentang Indonesia merdeka dikelak kemudian hari dalam kenyataanya hanya suatu kebohongan belaka sehingga tidak pernah menjadi kenyataan. Bahkan sampai akhir pendudukan pada tanggal 10 Maret 1940 Kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak pernah terwujud.
Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, jepang saudara tua bangsa”. Akan tetapi dalam perang melawan Sekutu Sekutu Barat yaitu (Amerika, Inggris, Rusia, Prancis, Belanda dan negara Sekutu lainnya) nampaknya jepang semakin terdesak. Oleh karena itu agar mendapat dukungan dari banghsa Indonesia, maka pemerintahan Jepang bersikap bermurah hati terhadap bangsa Indonesia, yaitu menjajikan Indonesia merdeka dikelak kemudian hari.Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang belau memberikan hadiah “ulang tahun” kepada bangsa Indonesia yaitu janji kedua pemerintah jepang berupa kemerdekaan tampa syarat. Janji itu disampaikan kepada bangsa Indonesia sehingga sebelum bangsa Jepang menyeret dengan Maklamat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari pemerintah Militer Jepang  diseluruh Jawa dan Madura). No. 23. Dalam janji kemerdekaannya yang kedua tersebut bangsa Indonesia diperkenankan untuk memperjuangkan kemerdekaanya. Bahkan dianjurkan kepada bangsa Indonesia untuk berani mendirikan negara Indonesia merdeka dihadapan musuh-musuh jepang yaitu sekutu termasuk kaki tangannya Nica (Nitherlands Indie Civil Administration), yang ingin mengembalikan kekuasan kolonialnya di Indonesia. Bahkan Nica telah melancarkan serangannya dipulau Tarakan Morotai.Untuk menciptakan simpati dan dukungan dari bangsa Indinesia maka sebagai realisasi janji tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu badan penyelidik Usaha-Usaha kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritu Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan nama-nama ketua dan enam puluh (60) orang anggotanya dengan ketua dan ketua muda sebagai berikut :
Ketua (Kaicoc
:   Dr. K.R.T.Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda
:   Iclubangse (seorang anggota luar biasa) (Fuku Kaicoo Tokubetsu Iin)
Ketua Muda
:   R.P. Soeroso (Merangkap kepala) (Fuku Kaicoo atau Zimukyoku Kucoo)
Enampuluh (60) orang anggota biasa Bangsa Indonesia (tidak termasuk ketua dan ketua muda), yang kebanyakan dari pulau Jawa, tetapi terdapat beberapa dari sumatra, Maluku, Sulauwesi, dan beberapa orang peranakan Eropa, Cina Arab. Semuanya itu bertempat tinggal di Jawa, karena badan penyelidik itu diadakan oleh Saikoo Sikikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar