Ruang lingkup penilaian hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Bahasan utama ditekankan pada berbagai tingkatan kemampuan dari masing-masing ranah hasil belajar. Selanjutnya dari masing-masing tingkatan diberikan beberapa contoh bentuk instrumen penilaian.
A. Ruang Lingkup Hasil Belajar Peserta Didik
Seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut dapat ditunjukkan diantaranya dari kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu obyek. Perubahan dari hasil belajar ini dalam Taxononiy Bloom dikelompokkan dalam tiga ranah (domain), yakni: (1) domain kognitif atau kemampuan berpikir, (2) domain afektif atau sikap, dan (3) domain psikomotor atau keterampilan.
Peserta didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika pada diri mereka telah terjadi perubahan dari minimal salah satu aspek di atas. Contoh perubahan dalam aspek kemampuan berpikir misalnya dapat terjadi jika terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, atau perubahan dari tidak paham menjadi paham dan seterusnya. Contoh perubahan aspek sikap misalnya dari sikap yang buruk menjadi sikap yang baik, atau dari semula bersikap tidak sopan menjadi sikap yang sopan dan seterusnya. Contoh perubahan dalam aspek keterampilan misalnya, dari tidak dapat melakukan wudlu menjadi terampil berwudlu, dari tidak terampil melukis menjadi terampil melukis dan seterusnya.
Dalam pelaksanaan penilaian ketiga ranah atau domain penilaian hasil belajar di atas, harus dinilai secara menyeluruh, sebab prestasi belajar siswa seharusnya menggambarkan perubahan menyeluruh sebagai hasil belajar siswa. Untuk itulah guru atau pendidik dituntut untuk memahami dan menguasai beberapa aspek perubahan teknik untuk menilai beberapa aspek perubahan belajar peserta didik. Tiap-tiap aspek belajar memilik
beberapa tingkatan sebagaimana yang dijabarkan oleh Benjamin Bloom sebagai berikut: |
Masing-masing tingkatan dalam setiap ranah atau domain menuntut kemampuan atau kecakapan yang berbeda-beda dari setiap peserta didik untuk memberikan respon terhadapnya. Semakin tinggi tingkatan yang dituntut semakin tinggi pula tingkat kekomplekan jawaban atau respon yang dikehendaki. Untuk kepentingan ini, maka seorang guru harus memahami bahwa semakin rendah tingkatan yang diujikan, maka seharusnya semakin rendah pula bobot skor yang diberikan; demikian sebaliknya bahwa semakin tinggi tingkatan yang diujikan, maka seharusnya semakin tinggi pula bobot skor yang diberikan.
Hal di atas dapat dimaklumi, sebab untuk dapat mencapai kemampuan pada tingkat tertinggi, maka seorang siswa harus menguasai tingkatan di bawahnya sebelumnya; demikian seterusnya. Sebagai contoh, seorang siswa dapat melakukan penerapan (application) suatu rumus misalnya jika sebelumnya ia mampu memahami (comprehension) rumus yang ia terapkan demikian sebaliknya ia akan mampu memahami (comprehension) sesuatu, jika sebelumnya ia mampu atau memiliki pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu yang harus ia pahami.
Masing-masing ranah atau domain di atas dapat digambarkan sebagai tangga dan dalam setiap tangga terdapat anak tangga sejumlah tingkatan yang ada dalam setiap ranah atau domain sebagai berikut
Berdasar gambar di atas menjadi semakin jelas bahwa untuk mencapai anak tangga yang lebih atas, maka harus melewati anak tangga yang ada di bawahnya. Pemikiran ini sama halnya ketika seseorang ingin memasuki gedung yang ada di lantai atas, maka ia harus melalui lantai gedung-gedung yang ada di bawahnya. Hal ini juga berlaku bagi ranah atau domain yang lainnya.
B. Tingkatan Kemampuan dari Masing-Masing Ranah Hasil Belajar
Untuk memperoleh penjelasan yang lebih komprehensif berikut dikemukakan arti tiap tingkatan dan contoh kegiatan belajar pada setiap domain penilaian hasil belajar.
|
|
|
|
|
|
|
c. Instrumen Penilaian Hasil Belajar
Untuk memperoleh informasi keberhasilan belajar peserta didik dibutuhkan alat untuk mengumpulkan data, alat inilah yang kita sebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Instrumen untuk mengumpulkan data hasil belajar sesungguhnya sama saja dengan instrumen yang umumnya digunakan untuk mengumpulkan data penelitian (instrumen penelitian). Instrumen ini dapat kita bagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Secara terperinci pembagian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
|
Masing-masing instrumen memiliki keunggulan dan kelemahan, kelemahan yang satu dapat menutupi kelemahan instrumen yang lainnya. untuk itulah dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa hendaknya guru dapat menggunakan beberapa jenis dan bentuk instrumen yang ada; karena perlu disadari bahwa tidak ada penilaian tunggal (satu jenis dan bentuk penilaian) yang mampu menggambarkan keberhasilan peserta didik dalam belajar secara utuh. Misalnya kelebihan atau keunggulan instrumen penilaian jenis tes tulis obyektif bentuk pilihan ganda yang biasanya digunakan dalam berbagai ujian, misalnya ujian nasional (UN), ujian seleksi penerimaan pegawai negeri, ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dan sebagainya adalah obyektif, penskorannya lebih mudah dan cepat, relatif murah, terutama untuk digunakan untuk skala yang luas. Dalam konteks ini, variasi tingkatan kemampuan dalam level kognitif mulai dari |
tingkat pertama yakni tingkatan pengetahuan sampai tingkat keenam yakni evaluasi dapat diujikan. Namun demikian perlu disadari bahwa, tes hanya mampu memberikan gambaran sesaat hasil belajar siswa serta tidak terlepas dari aspek kesalahan pengukuran.
Sementara untuk menutupi kelemahan dari intrumen penilaian tes, guru hendaknya dapat menggunakan dan mengembangkan instrumen penilaian non tes, seperti portofolio, proyek, produk, dan lain sebagainya; di samping harus mampu mengembangkan format-format pengamatan dan penilaian skala sikap yang seringkah dibutuhkan untuk menilai aspek atau domain psikomotor dan afektif.
assalamu'alaikum, maaf kenapa ya banyak tulisan/gambar yang tidak bisa tampil. padalah saya suka dengan apa yang anda tulis . .
BalasHapusterimakasih