Abstrak
Penelitian ini berjudul “Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan: (1) tingkat kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang; (2) sumbangan latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos kerja terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang. Populasi penelitian ini seluruh guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang yang berjumlah 149 orang guru yang dibedakan menjadi lima kelompok guru yang mengajar bidang studi IPS, yaitu :(1) Ekonomi, (2) Geografi, (3) Sejarah, (4) Sosiologi dan (5) Antropologi. Sampel penelitian ini berjumlah 112 orang, ditentukan dengan berpedoman pada formula Cohen. Pengambilan sampel untuk masing-masing kelompok bidang studi menggunakan teknik proportional random sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan angket dengan memakai skala Likert dan test.Teknik analisis data yang digunakan adalah analsis deskriptif dan analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang:19,6 % tergolong tinggi, 59,8 % tergolong cukup, dan 20,5% tergolong kurang. Berdasarkan perhitungan korelasi parsial menunjukkan bahwa: (1) latar belakang pendidikan guru memberi sumbangan sebesar 11,11 % ( ry1.23 = 0,3333; p < 0,05) terhadap kompentensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang, (2) pengalaman mengajar guru memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520; p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang, (3) etos kerja memberi sumbangan positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang. Hasil analisis regresi ganda mengungkapkan adanya sumbangan positif yang signifikan secara bersama-sama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos kerja sebesar 46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap kompetensi mengajar IPS SMA Kabupaten Bengkayang.
Kata kunci : kompetensi, pengalaman mengajar, tingkat pendidikan, etos kerja
Pendahuluan
Pemberlakuan kurikulum baru tahun 2006 yang berbasis kompetensi
menuntut peningkatan kualitas guru. Kepala Pusat Kurikulum, Siskandar mengatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi yang diberlakukan sekarang memerlukan kualitas guru yang memadai. Oleh karena itu agar pelaksanaan kurikulum berjalan seperti yang diharapkan banyak pihak, perlu diadakan upgrade terhadap kemampuan guru (http://www.puskur.or.id/kurikulum masa depan-shtml:1 Mei 2008).
Kebutuhan akan peningkatan kompetensi guru tidak semata-mata karena adanya
kurikulum baru, namun juga karena adanya kenyataan bahwa tidak sedikit guru yang
kompetensinya tidak seperti yang diharapkan. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian
tentang mutu dan kompetensi guru yang dilakukan oleh Kanwil Diknas DKI Jakarta pada
tahun 2001. Hasilnya sungguh mengagetkan. Dalam uji pemahaman ilmu dan kurikulum
terhadap 3000 guru SMA di Jakarta, 421 di antaranya adalah guru fisika. Dari jumlah itu,
lebih dari 90 % hanya mendapat nilai di bawah lima. Bahkan dalam seminar tentang
rivalitas sumber daya manusia dalam upaya pemberdayaan madrasah di Jakarta,
pertengahan bulan September 2001, terungkap bahwa jumlah guru madrasah yang
berkualitas di Indonesia hanya 203.485 orang saja atau 53,2 % dari jumlah seluruh guru
madrasah yang ada di Indonesia. Sedangkan sisanya, 179.329 atau 46,8 % dianggap tidak
berkualitas (http:// www. gamma.co.id/artikel/31-3/pendidikan-GM.10109-98,shtml,:19
Juni 2004). Bahkan menurut Fuad Hasan, hanya 30% guru-guru masa kini yang layak mengajar (http://www.Mentawai.org./pot.9htm: 10 Oktober 2004). Di sisi lain sekitar
20% guru SLTA masih berpendidikan kurang dari yang dituntut (under qualified),
sehingga dari hasil uji kompetensi guru yang dilaksanakan oleh tim Direktorat Tenaga
Kependidikan bekerjasama dengan Pusat Kurikulum, PGRI, dan LPTK, hasilnya
menunjukkan bahwa penguasaan guru terhadap materi pelajaran untuk semua pelajaran
rata-rata di bawah 50%. Hasil tersebut menurut Siskandar masih konsisten dengan hasil
penelitian sebelumnya, di mana penguasaan guru terhadap materi pelajaran yang
diajarkan di SD, SLTP, dan SLTA masih rendah (http://www suara merdeka harian.
com./harian/0304/21/htm : 10 Oktober 2003)
Dilihat dari Nilai Ebatanas Murni (NEM), perolehan hasil pembelajaran IPS di
sejumlah SMA Kabupaten Bengkayang belum menunjukkan hasil yang maksimal karena rata-rata di bawah angka 5. Hasil tersebut berlaku tidak hanya untuk sekolah swasta tetapi juga untuk sekolah negeri. Bahkan untuk sekolah swasta nilai rata-rata untuk bidang studi IPS (Sosiologi dan Ekonomi) berada di bawah angka 4. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil pembelajaran bidang studi IPS di tingkat SMA untuk wilayah Kabupaten Bengkayang kurang menggembirakan. Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagi subyek pendidikan sangat
menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman &
Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan
(input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa)
sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah
keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang
berkembang. Lengkapnya hasil studi itu adalah : di 16 negara sedang berkembang, guru
memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%,
waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah
36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% ( Dedi Supriadi, 1999:
178 )
Rendahnya prestasi belajar siswa dalam bidang IPS disebabkan oleh berbagai
macam faktor. Di antaranya adalah faktor guru ,tidak sedikit mata pelajaran IPS yang
disampaikan oleh guru-guru yang bukan berasal dari pendidikan IPS, penelitian yang
dilaksanakan oleh Konsorsium Ilmu Pendidikan mengungkapkan bahwa 33% guru SMA
mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya (Neni Utami. 2003: 1). Di sisi lain
tidak menutup kemungkinan guru yang mengajar mata pelajaran IPS kompetensi maupun
tingkat pendidikannya kurang dari yang dituntut.
Rumusan Masalah
1. Seberapa tinggi kompetensi mengajar guru IPS, SMA Kabupaten Bengkayang ?.
2. Seberapa besar sumbangan latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos
kerja guru baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama terhadap tingkat
kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang ?.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beberapa hal berikut :
1. Kompetensi mengajar guru IPS , SMA Kabupaten Purworejo.
2. Besarnya sumbangan latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru dan
etos kerja guru baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama terhadap
kompetensi mengajar guru SMA Kabupaten Purworejo
Kajian Teori
1. Kompetensi Guru
a. Pengertian Kompetensi
Istilah kompetensi berasal dari bahasa Inggris, yakni “competence means
fitness or ability” yang berarti kemampuan atau kecakapan,. Depdikbud (1982:
51) menyebutkan: kompetensi menunjukan kepada kemampuan melaksanakan
sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan. Dalam hubungannya
dengan tenaga professional kependidikan, kompetensi menunjuk kepada
perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu di dalam
melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
Kompetensi guru adalah kemampuan melakukan tugas mengajar dan
mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan (Sahertian,1994: 73).
Menurut rumusan Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGPK),
kompetensi adalah kemampuan professional yang berhubungan dengan suatu
jabatan tertentu, atau dalam hal ini kompetensi professional guru dan tenaga
kependidikan lainnya (Depdikbud, 1982). Senada dengan itu Soeleman (1985)
mengartikan kompetensi mengajar sebagai kemampuan dasar yang dapat
mengimplikasikan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya.
Adapun kompetensi guru (teacher competency) menurut Barlow (1985:
132) adalah ”the ability of teacher to responsibly perform his or her duties
appropriately”. Artinya kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru
dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab.
b. Komponen-komponen Kompetensi Guru
Menurut Cece Wijaya (1994 : 30) kemampuan dasar professional guru
dalam proses pembelajaran meliputi :
1) Kemampuan menguasai bahan bidang studi.
2) Kemampuan merencanakan program pembelajaran
3) Kemampuan melaksanakan program pembelajaran
Menurut Winarno Surakhmad (1982 : 61-62) seorang guru hendaknya
memiliki kecakapan serta pengetahuan dasar dalam empat bidang utama, yaitu:
1). Guru harus mengenal setiap murid yang dipercayakan kepadanya.
2). Guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan.
3). Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan
pendidikan di Indonesia.
4). Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai
ilmu yang diajarkannya. Guru yang dapat mengajar dengan baik
adalah guru yang benar-benar menguasai pengetahuan yang akan
diajarkannya.
National Project on the Quality of Teaching and Learning (NPQTL)
Australia membedakan kompetensi guru menjadi tiga macam, yaitu : a) teaching
competencies, b) organizational competencies, dan c) educational competencies
(Colin, 1996: 322). Atau kompetensi mengajar, kompetensi organisasi dan
kompetensi pendidikan. Menurut konsep pendidikan berdasarkan kompetensi
guru, haruslah orang yang memiliki tiga macam kompetensi. Ketiga macam
kompetensi itu adalah kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi
pribadi (Universitas Terbuka 1984/1985 : 31).
Kompetensi profesioanl seorang guru berkenaan dengan keahlian
profesinya. Ada sepuluh kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh seorang
guru, guru SMTP maupun SMA. Kesepuluh kompetensi profesional yang
dimaksud adalah :
1). Menguasai bahan yang diajarkan
2). Mengelola program belajar dan mengajar
3). Mengelola kelas
4). Penggunaan media/sumber
5). Menguasai landasan-landasan kependidikan
6). Mengelola interaksi belajar mengajar
7). Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8). Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan
penyuluhan
9). Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10). Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian
pendidikan guna keperluan pengajaran. (Universitas Terbuka
1984/1985 : 25-26)
Kompetensi sosial atau kompetensi kemasyarakatan menuntut seorang
guru untuk berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dalam kaitannya
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan kompetensi pribadi berkaitan dengan
nilai pribadi guru sebagai individu.(Universitas Terbuka, 1984/1985 : 46)
Jika ditelaah maka delapan dari sepuluh kompetensi profesional guru
yang disebutkan di atas lebih diarahkan kepada kompetensi guru sebagi pengajar.
Untuk keperluan analisis tugas sebagai pengajar, maka kemampuan guru yang
banyak berhubungan dengan usaha meningkatkan proses dan hasil pembelajaran
dapat digolongkan ke dalam empat kemampuan, yaitu :
(1) merencanakan program pembelajaran, (2) melaksanakan proses
pembelajaran, (3) menilai kemajuan proses pembelajaran, (4) menguasai
bidang studi atau mata pelajaran yang diajarkannya. Keempat kemampuan
tersebut merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dimiliki oleh guru
yang bertaraf professional (Nana Sudjana, 2002 : 19)
1) Merencanakan Program Pembelajaran
Kemampuan merencanakan program pembelajaran merupakan muara dari
segala pengetahuan teori, ketrampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam
tentang obyek belajar dan situasi pembelajaran.
Kemampuan dalam merencanakan program pembelajaran dapat dilihat dari
kemampuan :
a. Merencanakan pengorganisasian bahan pembelajaran
b. Merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran
c. Merencanakan pengelolaan kelas
d. Merencanakan penggunaan media dan sumber pembelajaran
e. Merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pembelajaran
(Depdikbud, 1985 : 87)
2) Melaksanakan Proses Pembelajaran
Pada tahap ini selain memerlukan pengetahuan tentang pembelajaran juga
memerlukan ketrampilan membuka dan menutup pembelajaran, ketrampilan
memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat, ketrampilan
memilih dan menggunakan media pembelajaran, ketrampilan mendorong
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Hasibuan, dkk. (1988: 121 - 125) kemampuan membuka pelajaran
meliputi : kemampuan menarik perhatian siswa dan kemampuan menumbuhkan
motivasi siswa. Kemampuan menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan
gaya mengajar guru yang bervariatif, memberi acuan dan membuat kaitan antara
pokok bahasan yang akan dipelajari dengan pengetahuan maupun pengalaman
yang telah dimiliki siswa serta dengan mengadakan pre-test. Sedangkan untuk
menutup pelajaran dapat dilakukan dengan mengadakan post-test, maupun
dengan merangkum kembali bahan pelajaran yang baru dipelajari.
3) Menilai Kemajuan Proses Pembelajaran
Kemampuan melaksanakan penilaian kemajuan proses pembelajaran dapat
dilihat dari : kemampuan melakukan penilaian selama proses pembelajaran
berlangsung, baik secara lisan, tertulis maupun dengan pengamatan, kemampuan
memilih alat evaluasi yang tepat, kemampuan menyusun alat evaluasi yang
bervariatif
4) Menguasai Bahan Pelajaran
Guru yang profesional harus menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran akan memberi pengaruh yang besar
terhadap hasil belajar siswa. Seperti dikemukakan oleh Peters (Nana Sudjana,
2002 : 22) bahwa : ”proses dan hasil belajar siswa tergantung pada penguasaan
guru atas mata pelajaran yang diampunya dan ketrampilan mengajarnya”.
Penelitian dalam bidang pendidikan kependudukan di Indonesia menunjukkan
bahwa 32,58% dari hasil belajar siswa dipengaruhi oleh penguasaan guru dalam
hal materi pelajaran (Dedi Supriadi, 2002 : 22-23).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru
Kompetensi guru dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan mengadopsi
pendapat Sutermeister (1976: 82) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kerja
karyawan, maka kompetensi guru juga dipengaruhi oleh faktor diri atau faktor
internal dan faktor situasional atau faktor eskternal. Faktor internal adalah faktor
yang berasal dari diri individu guru yang meliputi: latar belakang pendidikan,
pengalaman mengajar, penataran dan pelatihan, etos kerja, dan sebagainya,
sedangkan faktor situasional yang dapat mempengaruhi kompetensi guru meliputi:
iklim dan kebijakan organisasi, lingkungan kerja, sarana dan prasarana, gaji,
lingkungan sosial dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan
mempengaruhi kompetensi guru dalam mengajar. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kompetensi guru perlu dikaji faktor-faktor yang kemungkinan besar
mempengaruhinya.
1). Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian
antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang
pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga
pendidikan keguruan. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan
lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah
dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya.
sedangkan guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan akan
banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru mungkin dengan
tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan (Djamarah.
1997: 17).
2). Pengalaman Mengajar
Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan rangkuman dari
pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga
hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik tentang pengetahuan,
ketrampilan maupun nilai-nilai yang menyatu pada dirinya. Apabila dalam
mengajar seseorang guru menemukan hal-hal yang baru, dan hal-hal yang baru
dipahaminya, maka guru tersebut akan memperoleh pengalaman kerja baru.
Dengan pengalaman kerja seseorang akan banyak mendapatkan tambahan
pengetahuan dan ketrampilan tentang bidang kerjanya.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek
yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan
pengajaran (Djamarah, 1997: 28). Guru pemula dengan latar belakang
pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai
pendukung pengabdiannya. Pengalaman mengajar guru dapat diukur dari
jumlah tahun lamanya ia mengajar, khususnya dalam mata pelajaran yang
diampunya.
Menurut Dedi Supriadi (1999 : 180) bahwa profesionalisme guru
merupakan hasil dari profesionalisasi yng dijalaninya secara terus menerus.
Artinya semakin lama seseorang menekuni profesi sebagai seorang guru akan
samakin tinggi juga tingkat profesionalismenya, begitu juga sebaliknya.
3). Etos Kerja
Dalam kamus umum bahasa Indonesia (Depdikbud,1991 ) etos kerja
diartikan sebagai semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau suatu kelompok.
Tinggi rendahnya etos kerja seseorang banyak dipengaruhi oleh
lingkungan kerja dan faktor diri seseorang. Seorang guru yang mempunyai etos
kerja yang tinggi akan mengerjakan pekerjaannya lebih semangat dan
menekuni pekerjaannya dengan tanggung jawab besar,sehingga akan
berpengaruh terhadap keberhasilan kerjanya.Guru yang memiliki etos kerja
yang tinggi akan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. Hamid Hasan
(1998 : 73) mengatakan bahwa Guru yang memiliki motivasi tinggi dalam
mengajar ilmu-ilmu sosial akan memperlihatkan unjuk kerja yang jauh berbeda
dari guru yang memiliki motivasi rendah.
Metode Penelitian
Dilihat dari segi permasalahan yang diangkat dan tujuan penelitian ini, maka
penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat ”Ex-post facto”. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh guru bidang studi IPS di tingkat SMA di lingkungan Dinas
Pendidikan Nasional Kabupaten Purworejo yang berjumlah 149 orang guru. Bidang
studi IPS masih dibedakan menjadi empat sub bidang studi, yaitu : Ekonomi, Geografi,
Sejarah, Sosiologi dan Antropologi.
Penentuan ukuran sampel menggunakan formula yang dikemukan oleh Cohen
(1977), dengan asumsi bahwa penelitian yang bersifat korelasional dengan
mempertimbangkan besarnya signifikansi (), power (1-), jumlah ubahan bebas (u) dan
effect size (f2). Selanjutnya dengan menggunakan rumus dari Cohen diperoleh diperoleh
sample sejumlah 112. Pengambilan sampel dari masing-masing kelompok bidang studi
menggunakan teknik proportional random sampling. Metode pengumpulan data
menggunakan angket dan observasi. Isi angket dikelompokkan menjadi tiga, yaitu isian
tentang sikap, self report dan test untuk penguasaan materi. Teknika analisis data yang
digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis inferensial
menggunakan korelasi parsial dan regresi ganda.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang dalam penelitian ini
ditinjau dari empat aspek, yaitu: aspek kemampuan merencanakan program
pembelajaran, aspek kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, aspek kemampuan
melaksanakan evaluasi pembelajaran dan aspek penguasaan materi
pembelajaran.Berdasarkan hasil analisis deskriptif, secara umum dapat diketahui bahwa
kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang pada umumnya dalam
kategori cukup (59,8%). Berdasarkan hasil perbandingan skor rerata ideal (mean ideal) sebesar 141,50 dengan skor rerata yang diperoleh sebesar 149,85 maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang
berada pada kategori cukup.
Dilihat dari latar belakang pendidikan maka guru dengan latar belakang
pendidikan lebih tinggi pada umumnya cenderung memiliki kompetensi mengajar lebih
baik dibandingkan dengan guru yang latar belakang pendidikannya lebih rendah. Hal ini
dapat dibuktikan dari persentase kecenderungan latar belakang pendidikan guru dengan
kategori cukup 28,4% mempunyai kompetensi dengan kategori tinggi sedangkan guru
yang memiliki latar belakang pendidikan rendah tidak ada yang mempunyai kompetensi
tinggi. Untuk kompetensi mengajar dengan kategori kurang, guru dengan latar belakang
pendidikan rendah mencapai 28,6% sedangkan yang latar belakang pendidikannya cukup
hanya 20,3%.
Pengalaman mengajar guru mempunyai pengaruh terhadap tingkat kompetensi
mengajar guru. Hal ini dapat dilihat dari persentase kecenderungan bahwa guru dengan
pengalaman belajar tinggi 66,7% mempunyai kompetensi mengajar yang tinggi dan tidak
ada yang mempunyai kompetensi mengajan kategori kurang, sedangkan untuk guru
dengan pengalaman mengajar kategori rendah hanya 4,8% yang memiliki kompetensi
tinggi, untuk kompetensi kategori kurang mencapai 35,7%. Temuan ini memperkuat
pendapat yang mengatakan bahwa latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar
adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan
dan pengajaran (Djamarah,1997: 17).
Etos kerja seorang guru cukup berperan dalam menentukan tingkat kompetensi
mengajar. Hal ini dibuktikan dari persentase kecenderungan yang menunjukkan bahwa
guru dengan etos kerja tinggi, 23,7% memiliki kompetensi mengajar yang tinggi dan
hanya 11,8% yang memiliki kompetensi mengajar kategori kurang. Untuk guru dengan
etos kerja cukup tidak ada yang memiliki kompetensi kategori tinggi, tetapi justru lebih
banyak yang memiliki kompetensi mengajar kategori kurang, yaitu mencapai 63,2%.
Temuan ini selaras dengan pendapat Hamid Hasan (1998 : 73) mengatakan bahwa guru
yang memiliki motivasi tinggi dalam mengajar ilmu-ilmu sosial akan memperlihatkan
unjuk kerja yang jauh berbeda dari guru yang memiliki motivasi rendah.
Kemampuan guru menguasai materi pembelajaran (materi IPS) pada
umumnya cenderung pada kategori baik (60,7%). Dibandingkan skor rerata ideal (mean
ideal) sebesar 9 dengan skor rerata yang diperoleh sebesar 13,80 memberi gambaran
bahwa tingkat kemampuan guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang dalam penguasaan
materi pembelajaran berada pada kategori baik.
Dilihat dari aspek latar belakang pendidikan maka guru yang memiliki latar
belakang pendidikan lebih tinggi pada umumnya cenderung lebih menguasai materi
pembelajaran dibandingkan dengan guru yang latar belakang pendidikannya lebih
rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari persentase kecenderungan latar belakang
pendidikan guru dengan kategori cukup 75,7% mempunyai kemampuan penguasaan
materi dengan kategori baik, sedangkan guru yang memiliki latar belakang pendidikan
rendah hanya 14,3% yang menguasai materi pembelajaran dengan kategori baik.
Pengalaman mengajar guru mempunyai pengaruh terhadap guru dalam menguasai
materi pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari persentase kecenderungan guru yang
memiliki pengalaman belajar tinggi 100% mampu menguasai materi pembelajaran IPS
dengan baik, sedangkan guru dengan pengalaman mengajar kategori rendah hanya 42,9%
yang mampu menguasai materi pembelajaran IPS dengan baik, sedangkan sisanya
kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran masuk dalam kategori cukup.
Etos kerja yang dimiliki oleh seorang guru cukup berperan dalam menentukan
tingkat penguasaan materi pembelajaran. Hal ini dibuktikan dari persentase
kecenderungan yang menunjukkan bahwa guru yang mempunyai etos kerja tinggi, 66,7%
mampu menguasai materi pembelajaran dengan baik dan hanya 33,3% yang memiliki
kemampuan penguasaan materi pembelajaran dengan kategori cukup, sedangkan untuk
guru dengan etos kerja cukup hanya 31,6% yang mampu menguasai materi pembelajaran
dengan baik sedangkan sisanya (68,4%) mempunyai kemampuan penguasaan materi
pembelajaran dengan kategori cukup.
Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial dengan mengendalikan variabel
pengalaman mengajar dan etos kerja diketahui bahwa latar belakang pendidikan guru
mempunyai sumbangan signifikan terhadap tingkat kompetensi mengajar guru. Hal ini
ditunjukkan dari nilai ry1.23 sebesar 0,3333 (p=0,000<0,05). Sedangkan besarnya
sumbangan latar belakang pendidikan terhadap kompetensi mengajar guru adalah
11,11% (r2y1.23= 0,1111). Atau dengan kata lain 11,11% kompetensi mengajar guru IPS
SMA Kabupaten Purworejo ditentukan oleh latar belakang pendidikan guru.
Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial dengan mengendalikan variabel latar
belakang pendidikan dan etos kerja diketahui bahwa pengalaman mengajar guru
mempunyai sumbangan signifikan terhadap kompetensi mengajar guru. Hal ini
ditunjukkan dari nilai ry2.13 = 0,2520 (p= 0,000 < 0,05). Sedangkan besarnya sumbangan
pengalaman mengajar terhadap kompetensi mengajar guru adalah 6,35% (r2y2.13 =
0,0635). Atau dengan kata lain 6,35% kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang ditentukan oleh pengalaman mengajar guru.
Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial dengan mengendalikan variabel latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar diketahui bahwa etos kerja guru
mempunyai sumbangan signifikan terhadap kompetensi mengajar guru. Hal ini
ditunjukkan dari nilai ry3.12 sebesar 0,4074 (p=0,000<0,05). Besarnya sumbangan etos
kerja guru terhadap kompetensi mengajar guru adalah 16,59% (r2y3.12 = 0,1659). Dengan
kata lain 16,59% kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang ditentukan
oleh tingkat latar belakang pendidikan guru.
Berdasarkan hasil analisis regresi ganda ditemukan koefisien determinan (R2) =
0,463 yang berarti sekitar 46,3% perubahan-perubahan pada variabel kompetensi
mengajar guru dapat dijelaskan oleh ketiga variabel prediktor, secara bersama-sama,
yaitu: latar belakang pendidikan guru (X1), pengalaman mengajar guru (X2) dan etos
kerja guru (X3). Hasil uji F diperoleh Fhitung = 30,990 (sig=0,000<0,05). Dengan kata lain
ketiga variabel independen tersebut (latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar
dan pengalaman mengajar) secara bersama-sama memberikan sumbangan yang cukup
berarti terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang.
Berdasarkan besarnya nilai koefisien korelasi parsial masing-masing variabel
independen menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan sumbangannya terhadap
kompetensi mengajar guru adalah etos kerja (16,59%), diikuti oleh variabel latar
belakang pendidikan guru (11,11%) dan terakhir adalah pengalaman mengajar guru
(6,35%).
Kesimpulan
Berdasarkan analisis deskriptif menunjukkan bahwa kompetensi mengajar guru
IPS SMA Kabupaten Bengkayang: 19,6 % tergolong tinggi, 59,8 % tergolong cukup, dan
20,5% tergolong kurang.
Berdasarkan perhitungan korelasi parsial menunjukkan bahwa: (1) latar belakang
pendidikan guru memberi sumbangan sebesar 11,11 % ( ry1.23 = 0,3333; p < 0,05)
terhadap kompentensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang, (2) pengalaman
mengajar guru memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520; p < 0,05) terhadap
kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang, (3) etos kerja memberi
sumbangan positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap kompetensi
mengajar guru IPS SMA Kabupaten Bengkayang.
Hasil analisis regresi ganda mengungkapkan adanya sumbangan positif yang
signifikan secara bersama-sama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar
dan etos kerja sebesar 46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap kompetensi
mengajar IPS SMA Kabupaten Purworejo.
Daftar Pustaka :
Ani M.Hasan. (2003). Pengembangan profesionalisme guru di abad pertengahan.
Artikel diakses pada tanggal 4 Oktober 2003 dari http://www.artikel.us/
amhasan.html.
Cece Wijaya dan Tabarani Rusyan. (1994). Kemampuan dasar guru dalam proses
belajar – mengajar . Bandung : Remaja Rosdakarya
Charles E, Johson Cs. (1974). A meaning for competency. New York : Sage Publication.
Dedi Supriadi. (1999). Mengangkat citra dan martabat guru. Yogyakarta : Adicita Karya
Nusa
Depdiknas. (2001). Standar kompetensi dasar guru. Jakarta : Ditjen Dikti.
Djamarah, Saiful Bakri. (1994). Prestasi belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional
Hamid Darmadi, (2008) Profesi Kependidikan. Landasan Konsep Dasar dan Implementasi
Penerbit Bandung ; Alfabeta
Laureance J. Peter. (1979). Competencies for teaching: Teacher education. Belmont:
Wadsworth Publising Company, Inc.
Neni Utami. (2003). Kualitas dan profesionalisme guru. artikel diambil pada tanggal 4
Oktober 2003 dari http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/102/15/ 0802/htm
Parkay, Forrest W. & Stanford. (1998). Becoming a teacher (4th ed.), Boston: Allyn &
Bacon A Viacom Company
Said Hamid Hasan, (1998). Pendidikan ilmu sosial. Jakarta ; Proyek Pendidikan Tenaga
Akademik Ditjen Dikti, Depdikbud
Singgih Santoso. (2002). SPSS statistik multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Suara Merdeka. (2003), Rendah, penguasaan guru atas materi pelajaran, artikel,
Diambil pada tanggal 10 Oktober 2003, dari http:// www.suara merdeka
harian.com/harian/0304/21/htm
Universitas Terbuka. (1984/1985). Pendidikan tenaga kependidikan berdasar kompetensi
(PTKBK). Jakarta
Usman, M.U. (2002). Menjadi guru profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar