- Latar Belakang Wawasan Kebangsaan Indonesia
Untuk dapat memahami konsep wawasan kebangsaan Indonesia, kiranya perlu disimak berbagai hal yang melatarbelakangi lahirnya konsep tersebut dari telaah dan dokumenter berikut ini.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada abad ke-7 sampai dengan 16, bangsa Indonesia berada dalam periode yang sering disebut sebagai masa “Kerajaan Nusantara”. Pada masa itu terdapat 2 (dua) kerajaan besar, yaitu Sriwijaya (abad ke-7 s.d 12) dan Majapahit (abad ke-13 s.d 16), yang ternyata telah mampu membawa bangsa Indonesia mencapai puncak kemegahannya sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, serta berperan penting di kawasan Asia Tenggara. Politik Luar Negeri Majapahit dikenal dengan “mitreka satata” atau dapat disamakan sekarang dengan prinsip bertetangga yang baik (good neighbour policy). Juga pada waktu itu dikenal istilah “bhinneka tunggal ika” (lengkapnya : bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrua” yang artinya walaupun berbeda, satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda). Di sini ditunjukkan betapa kerukunan hidup umat beragama di Indonesia telah berkembang sejak dulu.
Karena kedatangan bangsa barat seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis yang menggunakan tipu muslihat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, maka berakhirlah periode Kerajaan Nusantara itu dan mulailah periode penjajahan yang menindas bangsa Indonesia dan menghisap kekayaan alamnya, sehingga periode itu merupakan periode penderitaan lahir batin. Sekalipun demikian, sejarah juga membuktikan bahwa menghadapi pengaruh dan tekanan dari luar itu bangsa di nusantara tidak pernah berhenti untuk mengadakan perlawanan.
Semua perlawanan tersebut mengalami kekalahan. Perjuangan yang bersifat lokal senantiasa gagal karena belum adanya persatuan dan kesatuan sedangkan di sisi lain pihak kolonial terus menggunakan politik “devide et impera” (pecah belah dan kuasai). Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah padam mengusir penjajah.
Dalam perkembangan berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata.
Pergerakan Budi Oetomo, yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, merupakan tonggak awal sejarah perjuangan yang bersifat nasional. Pergerakan yang dijiwai cita-cita Wahidin Soedirohusodo tersebut menandai pula kebangkitan nasional untuk menentang penjajahan secara terorganisasi dan terbuka untuk semua golongan bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional. Bangsa yang bangkit karena tekad untuk merdeka, bangsa yang mempunyai harga diri.
Di samping itu bangkit pula gerakan-gerakan di bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers dan kewanitaan. Dalam perjalanan sejarah itu timbul pula gagasan sikap, dan tekad yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral rakyat yang luhur. Sikap dan tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan.
a. Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki 6 (enam) dimensi manusia yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu :
1) Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa;
2) Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan bersatu;
3) Cinta akan Tanah Air dan Bangsa;
4) Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat;
5) Kesetiakawanan Sosial;
6) Masyarakat adil-makmur;
Dengan demikian wahana kehidupan religius diwujudkan dengan memeluk agama dan menganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dilindungi oleh negara, den sewajarnya mewarnai hidup kebangsaan. Wawasan Kebangsaan membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya sebagai obyek dan subyek usaha pembangunan nasional menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia menunjukkan, bahwa Wawasan Kebangsaan mengetengahkan manusia ke dalam pusat hidup bangsa. Hal ini berarti bahwa dalam persatuan dan kesatuan bangsa masing-masing pribadi harus dihormati. Bahkan lebih dari itu Wawasan Kebangsaan menegaskan, bahwa manusia seutuhnya adalah pribadi, subyek dari semua usaha pembangunan bangsa. Semua usaha pembangunan dalam segala bidang kehidupan berbangsa bertujuan agar masing-masing pribadi bangsa dapat menjalankan hidupnya secara bertanggungjawab demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, maju, dan mandiri akan berhasil dengan persatuan bangsa yang kokoh. “Cinta akan Tanah Air dan Bangsa” menegaskan nilai sosial dasar. Dengan ini Wawasan Kebangsaan menempatkan penghargaan tinggi akan kebersamaan yang luas, yang melindungi masing-masing warga dan menyediakan tempat untuk perkembangan pribadi bagi setiap warga. Tetapi sekaligus mengungkapkan hormat terhadap solidaritas manusia. Solidaritas itu mengakui hak dan kewajiban azasi sesamanya, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
Paham kebangsaan dapat berwawasan luas dapat pula berwawasan sempit. Fasisme, Naziisme sebagai nasionalisme yang sempit jelas ditolak oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian esensi nasionalisme sebagai suatu tekad bersama yang tumbuh dari bawah untuk bersedia hidup sebagai suatu bangsa dalam negara merdeka. Kebangsaan/nasionalisme adalah paham kebersamaan, persatuan dan kesatuan.
Nasionalisme atau kebangsaan selalu berkaitan erat dengan demokrasi, karena tanpa demokrasi, kebangsaan akan mati bahkan merosot menjadi Fasisme/Naziisme, yang bukan saja berbahaya bagi berbagai minoritas dalam bangsa yang bersangkutan, tetapi juga berbahaya bagi bangsa lain.
Kesetiakawanan sosial sebagai nilai merupakan rumusan lain dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Wawasan Kebangsaan menegaskan, bahwa kesejahteraan rakyat lebih dari hanya kemakmuran yang paling tinggi dari sejumlah orang yang paling hebat. Kesejahteraan rakyat lebih dari keseimbangan antara kewajiban sosial dan keuntungan individu. Kesejahteraan sosial boleh disebut kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum itu mencakup keseluruhan lembaga dan usaha dalam hidup sosial, yang membangun dan memungkinkan masing-masing pribadi, keluarga dan kelompok sosial lain untuk mencapai kesempurnaan mereka secara lebih penuh dan dengan lebih mudah. Kebangsaan dan demokrasi bukanlah tujuan, tetapi merupakan sarana dan wahana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Salah satu ciri khas negara demokratis yang membedakannya dari negara yang totaliter adalah toleransi. Wawasan Kebangsaan Indonesia menegaskan, bahwa demokrasi tidak sama dengan kemenangan mayoritas atau minoritas. Dalam demokrasi kita segala sesuatu dapat diputuskan dengan cara musyawarah dan tidak mengutamakan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting). Hal yang sama nampak dalam kerukunan hidup beragama dan berkepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam rangka integrasi nasional terdapat sikap sling hormat-menghormati dan bekerja sama antara para pemeluk agama yang berbeda-beda dan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing.
b. Makna Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan Indonesia mengamatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Diharapkan manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa. Sehubungan dengan itu hendaknya dipupuk penghargaan terhadap martabat manusia, cinta kepada Tanah Air dan Bangsa, demokrasi dan kesetiakawanan sosial.
Wawasan Kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan. Persatuan tidak boleh mematikan keanekaan dan kemajemukan. Sebaliknya keanekaan dan kemajemukan tidak boleh menjadi pemecah belah namun menjadi kekuatan yang memperkaya persatuan.
Wawasan Kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang picik. Misi yang diamanatkan ialah agar para warga negara Indonesia membina dengan jiwa besar dengan setia terhadap Tanah Air, tetapi tanpa kepicikan jiwa. Cinta Tanah Air dan Bangsa selalu sekaligus diarahkan pada kepentingan seluruh umat manusia yang saling berhubungan dengan berbagai jaringan antara ras, antar bangsa dan antar negara.
Mencermati makna Wawasan Kebangsaan tersebut, dapatlah dikemukaan bahwa Wawasan Kebangsaan Indonesia pada hakekatnya dilandasi oleh Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa kita.
Dengan Wawasan Kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menyelenggarakan misinya di tengah-tengah tata kehidupan di dunia.
Untuk dapat memahami hakekat Wawasan Kebangsaan Indonesia perlu kiranya dipahami jati diri bangsa kita dan untuk itu perlu pula dipahami pandangan dan falsafah hidup yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Kalau kita teliti secara mendalam, maka asas pembangunan; wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan; serta kaidah penuntun bagi penentuan kebijaksanaan pembangunan nasional tidak lain adalah penjabaran dari Pancasila.
Untuk dapat memahami bagaimana wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia, perlu dipahami secara mendalam falsafah Pancasila, yang mengandung nilai-nilai dasar yang akhirnya dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku yang bermuara pada terbentuknya karakter bangsa.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terbuka dan suka berkoeksistensi dengan bangsa lain. Sudah sejak dulu kala bangsa Indonesia menikmati dan menghayati arti hidup berdampingan secara damai dengan bangsa lain. Dengan letak geostrategik Nusantara di posisi silang hubungan antar bangsa, maka wawasan kebangsaan Indonesia tidak hanya bersifat “inward looking” dan mengisolasi diri. Laut bagi bangsa Indonesia bukan menjadi pemisah tetapi justru keluar sebagai wahana dalam berhubungan dengan bangsa lain, sedangkan ke dalam merupakan unsur pemersatu.
Wawasan Nusantara yang mengemuka di tengah-tengah silang pendapat antara federalisme dan unitarisme di masa setelah lahirnya Indonesia Serikat, esensinya dapat dikatakan implementasi dari wawasan kebangsaan yang dijiwai semangat bangsa bahari. Dalam wawasan Nusantara dinyatakan bahwa wilayah laut adalah bagian dari wilayah negara kepulauan yang kemudian diakui dunia sebagai “Archipelagic Principle”.
Wawasan Nusantara adalah pandangan yang menyatakan bahwa negara Indonesia merupakan suatu satu kesatuan dipandang dari segala aspeknya. Wawasan Nusantara adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam mendayagunakan konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk mengejawantahkan segala dorongan dan rangsangan di dalam usaha mencapai perwujudan aspirasi bangsa dan tujuan nasional, yang mencakup :
1) Kesatuan Politik, dalam arti :
a) Bahwa kedaulatan nasional dengan segala kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa serta merupakan modal dan milik bersama bangsa Indonesia;
b) Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, meyakini dan menganut berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu kesatuan bangsa yang utuh di dalam arti seluas-luasnya;
c) Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air serta memiliki suatu tekad bulat dalam mencapai perwujudan cita-cita bangsa;
d) Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara, yang dilandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya;
e) Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan wilayah hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
2) Kesatuan sosial Budaya, dalam arti:
a) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu perikehidupan bangsa yang harus merupakan kehidupan yang serasi dengan tingkat perkembangan masyarakat yang sama, seimbang dan merata serta keselarasan hidup sesuai dengan kemajuan bangsa;
b) Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan terdapatnya berbagai corak ragam budaya menggambarkan kekayaan khazanah budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya nasional secara keseluruhan yang dinikmati hasilnya oleh seluruh bangsa.
3) Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a) Bahwa kekayaan yang terdapat dan terkandung di dalam wilayah nusantara beserta kawasan yuridisnya, baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air;
b) Bahwa tingkat perkembangan ekonomi harus sesuai dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya;
4) Kesatuan Pertahanan Keamanan Negara, dalam arti :
a) Bahwa ancaman terhadap sesuatu pulau atau daerah pada hakekatnya merupakan ancaman seluruh bangsa dan negara;
b) Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam kerangka menunaikan tanggung jawab masing-masing dalam usaha pembelaan negara.
Realisasi penghayatan dan pengisian Wawasan Nusantara pada satu pihak menjamin keutuhan wilayah nasional dan melindungi sumber-sumber kekayaan alam beserta pengelolaannya, sedangkan pada lain pihak menunjukkan wibawa kedaulatan negara Republik Indonesia.
Kejayaan bangsa Indonesia akan dapat diraih kembali dengan menghidupkan kembali jiwa baharinya berlandaskan wawasan Nusantara. Menuju ke sama semua pemikir, pemimpin dan perencana serta pelaksana pembangunan Indonesia penerus generasi 45 harus mewujudkan wawasan tersebut dengan dukungan jiwa bahari yang kuat. Artinya pembangunan bukan wilayah darat saja dan di pulau utama saja secara terpisah-pisah, melainkan pembangunan wilayah darat dan laut secara terintegrasi dari Sabang sampai Merauke.
Wawasan kebangsaan Indonesia adalah wawasan yang terbuka dan bukan wawasan yang dilandasi paham kebangsaan yang sempit. Kemungkinan orang dapat mempertanyakan budaya khas yang dapat menjadi ciri identitas insan Indonesia di atas keragaman budaya daerah yang berkembang subur.
Demikian pula mengenai implementasi kesatuan dan persatuan, perlu menjadi fokus dalam mengembangkan pembangunan masa yang akan datang. Pembangunan industri dan proses industrialisasi di Indonesia misalnya harus menjamin interdependensi perkembangan antar pulau utama yang didukung oleh pembangunan wilayah laut sebagai wahana pemersatu. Hanya dengan bangkitnya kembali jiwa bahari wilayah laut antar pulau dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian kesatuan politik yang kini telah dicapai akan diikuti dengan kesatuan ekonomi hasil pembangunan yang akan datang. Demikian pula kesatuan budaya tidak boleh diabaikan. Desentralisasi pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pengembangan otonomi daerah mutlak dilakukan. Kebijakan desentralisasi yang dirumuskan berdasarkan wawasan kebangsaan Indonesia, harus mencegah desintegrasi negara kesatuan, merongrong wibawa pemerintah pusat dan mencegah timbulnya pertentangan antara pemerintah pusat dengan daerah. Perlu dicegah timbulnya krisis kewibawaan pemerintah Pusat.
Intrinsik dalam penegakan kewibawaan tersebut adalah terwujudnya pemerintahan pusat yang bersih dan akuntabel. Daerah harus tumbuh dan berkembang secara mandiri dengan daya saing yang sehat antar daerah tanpa mengabaikan terwujudnya kesatuan ekonomi, memperkokoh kesatuan politik dan mengembangkan kesatuan budaya.
Dalam upaya ke arah itu, maka prasyarat sebagai penjamin antara lain adalah warga bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri kebangsaan (nation wide oriented), netralitas birokrasi pemerintahan yang berwawasan kebangsaan, perkembangan, serta system pendidikan yang menghasilkan kader pembangunan yang berwawasan kebangsaan.
Bangsa Indonesia tidak perlu khawatir bahwa Pancasila akan berbenturan dengan proses globalisasi. Sebab Pancasila sudah mencakup dan menjamin realisasi dari apa yang menjadi tuntutan hak asasi manusia. Pancasila adalah ideologi terbuka yang akan menyerap semua perkembangan sesuai dengan zamannya. Dengan demikian wawasan kebangsaan yang tidak lepas dari induknya yaitu Pancasila tidak akan menjadi penyebab alienisasi bangsa Indonesia dengan eksistensi bangsa lain. Wawasan kebangsaan juga tidak perlu dikhawatirkan menjadi penghambat integrasi ekonomi Indonesia dengan sistem ekonomi pasar. Namun bangsa Indonesia harus waspada dan tanggap mengenai implementasinya di dalam negeri, karena induk dari ekonomi pasar adalah sistem kapitalisme dan liberalisme yang ditentang oleh aspirasi perjuangan rakyat Indonesia. Keterbukaan dan kebersamaanlah yang menjadi kunci dari keberhasilan, baik Pancasila maupun wawasan kebangsaan dalam membawa bangsa Indonesia ke tujuan nasional yang masih harus terus menerus diperjuangkan.
Dalam pelaksanaannya pembangunan ekonomi pasar Indonesia harus berperan dalam mengembangkan sistem ekonomi pasar internasional yang bermanfaat bagi umat manusia khususnya bangsa yang sedang berkembang dalam rangka mengembangkan tatanan ekonomi dunia baru. Indonesia misalnya secara minimal harus aktif dalam pasar ASEAN dan ASPAC secara maksimal di pasar internasional serta mampu bersaing dengan negara industri maju.
Bangsa Indonesia harus pro-aktif dalam mengantisipasi dalam mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis. Indonesia dengan wawasan kebangsaannya justru harus dapat memberi contoh bagi bangsa lain dalam membina identitas, kemandirian, dan menghadapi tantangan dari luar tanpa konfrontasi. Indonesia harus dapat meyakinkan bangsa-bangsa lain bahwa eksistensi bangsa bukan merupakan sumber konflik dalam pergaulan umat manusia, namun merupakan aset yang diperlukan dalam mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab (Sumito, 1993).
- Wawasan Nasional Kebangsaan Bangsa-Bangsa dalam PKn
Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dikatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan harus diajarkan pada :
1. Setiap jenis, jalur & jenjang pendidikan wajib memuat Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama & Pendidikan Kewarganegaraan
2. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adlh hubungan antara warga negara & negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
3. Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan & Pendidikan Pendahuluan Bela Negara merupakan salah satu komponen yg tdk dpt dipisahkan dr Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian dlm susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
1) Tujuan Umum. Memberikan pengetahuan & kemampuan dasar kepada mhs mengenai hubungan antara WN dngan Negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agr mnjdi WN yg dpt diandalkan oleh bangsa & negara.
2) Tujuan Khusus. Agr mhs dpt memahami & melaksanakan hak & kewajiban scr santun, jujur & demokratis srt ikhlas sbg WN RI terdidik & bertanggung jawab.
a. Agr mhs menguasai & memahami berbagai mslh dsr dlm kehidupan bermasyarakat, berbangsa & bernegara, srt dpt mengatasinya dng pemikiran kritis & bertanggungjawab yg berlandaskan PS, Wasnus & Tahnas.
b. Agr mhs memiliki sikap & perilaku yg sesuai dng nilai2 kejuangan, cinta tanah air, srt rela berkorban bg nusa & bangsa.
Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
1. Menjadi warga negara yang memiliki wawasan berbangsa dan bernegara.
2. Menjadi warga negara yang komit terhadap nilai-nilai HAM dan demokrasi, serta berpikir kritis terhadap permasalahannya.
3. Berpartisipasi dalam hal:
a. Upaya menghentikan budaya kekerasan dengan damai dan menghormati supremasi hukum.
b. Menyelesaikan konflik dalam masyarakat dilandasi sistem nilai Pancasila dan universal.
4. Berkontribusi terhadap berbagai persoalan dalam kebijakan publik.
5. Memiliki pengertian internasional tentang civil society, menjadi warga negara yang kosmopolit.
Landasan Ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan
1. Warga negara dituntut hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya
2. Untuk itu diperlukan bekal ilpengtek dan seni yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai budaya bangsa.
3. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Sebagai perbandingan, di berbagai negara juga dikembangkan materi pendidikan umum (general education/humanities) sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku warga negaranya.
1. Amerika Serikat : History, Humanity, Philosophy.\
2. Jepang : Japanese History, Ethics, Philosophy.
3. Filipina : Philipino, Family Planning, Taxation and Land Reform, The Philipine New Constitution, Study of Human Rights.
4. Beberapa negara lainnya : Civics Education.
Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
1. Objek Material. Segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non-empirik, yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara.
2. Objek Formal. Mencakup dua segi, yaitu segi hubungan antara warga negara dan negara (termasuk hubungan antar warga negara) dan segi pembelaan negara.
3. Rumpun Keilmuan. Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu Kewarganegaraan diambil dari berbagai disiplin ilmu.
Landasan Hukum
1. UUD 1945[1]
a. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita tujuan dan aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).
b. Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan.
c. Pasal 27 (3), hak dan kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan negara.
d. Pasal 30 (1), hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
e. Pasal 31 (1), hak warga negara mendapatkan pendidikan.
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
- PENGERTIAN DAN KONSEP INTEGRASI NASIONAL
1. Pengertian Integrasi Nasional
Untuk dapat menguraikan subyek atau pokok bahasan tersebut di atas, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian dan istilah Integrasi Nasional dari segi bahasa.
Istilah Integrasi Nasional terdiri dari dua kata yaitu “Integrasi” dan “Nasional”. Istilah Integrasi mempunyai arti “pembauran atau penyatuan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat”. Sedangkan istilah “Nasional” mengandung pengertian : (1) kebangsaan; (2) bersifat bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa, misalnya cita-cita nasional; tarian nasional, perusahaan nasional” (KBBI, 1989). Hal-hal yang menyangkut bangsa itu sendiri dapat juga berupa adat istiadat, suku, warna kulit, keturunan, agama, budaya, wilayah/daerah dan sebagainya.
Mengacu pada penjelasan kedua istilah tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Integritas Nasional adalah identik dengan Integritas bangsa yang mempunyai pengertian “suatu proses penyatuan atau pembauran berbagai aspek sosial-budaya ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan identitas nasional atau bangsa” (Ibid).
Integritas Nasional sebagai upaya atau proses pembauran berbagai aspek yang menjadi ciri dan atribut bangsa harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai satu bangsa.
a. Keselarasan adalah keadaan yang menggambarkan suasana yang tertib, teratur, aman dan damai sehingga akan timbul ketentraman lahir dan batin. Keselarasan akan terwujud bila setiap orang melaksanakan tugas sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawab. Benturan-benturan tidak perlu terjadi, segalanya berlangsung secara wajar dalam perkembangan lingkungan dan masyarakatnya.
b. Keserasian adalah keadaan yang menggambarkan terpadunya unsur-unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat-istiadat, agama, bahasa (daerah) dan sebagainya. Keragaman itu diakui, dihormati, dengan penuh toleransi. Kesemuanya terikat menjadi satu kesatuan dan kekuatan bangsa dalam wadah negara kebangsaan Indonesia.
c. Keseimbangan adalah keadaan yang menggambarkan bahwa masing-masing unsur yang terlibat dalam hidup bersama dalam hubungan bersama diperlakukan dengan sewajarnya. Masing-masing mendapat perlakuan sesuai dengan kodrat, harkat, martabat, tugas, hak, wewenang dan kewajibannya. Dengan adanya keseimbangan akan tercipta suasana keadilan.
Integritas Nasional sebagai konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya berlandaskan pada aliran pemikiran atau paham integralistik yang dicetuskan oleh G.W.F. Hegi (1770-1831). Teori ini dikemukakan dalam hubungan dengan paham idealisme.
Menurut paham tersebut untuk mengenal dan memahami sesuatu harus dicari kaitannya dengan yang lain. Untuk mengenal manusia misalnya, harus dikaitkan dengan masyarakat dimana ia hidup dan untuk mengenal suatu masyarakat harus dicari kaitannya dengan proses sejarahnya. Bagaimana pemikiran atau konsep integritas nasional dalam kerangka negara kesatuan kita? Berikut ini akan diuraikan tentang konsep Integrasi Nasional dimaksud.
2. Konsep Integrasi Nasional Indonesia
Pemahaman integralistik yang dianut oleh bangsa Indonesia bersumber dari pemikiran Mr. Soepomo yang disampaikan di depan sidang BPUPKI pada tahun 1945. Paham integralistik ini merupakan salah satu aliran dalam teori tentang negara.
Menurut aliran pikiran integralistik ini negara dibentuk tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara ialah suatu masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Hal yang terpenting dalam negara yang berdasarkan aliran pikiran integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Berdasarkan pemikiran itu, maka semangat dan struktur kerohanian, dan bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, poersatuan kawulo dan gusti yaitu persatuan antar dunia luar dan dunia batin, antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai seseorang, golongan manusia dalam suatu masyarakat dan golongan-golongan lain dari masyarakat itu, dan tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia seluruhnya dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri menurut kodrat alam. Segala golongan makhluk, segala sesuatu saling berpengaruh dan kehidupan mereka bersangkut-paut. Hal itu merupakan idea totaliter, idea integralistik dari bangsa Indonesia, yang terwujud juga dalam susunan tatanegaranya yang asli.
Dalam suasana persatuan antara rakyat dan pimpinannya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh “semangat gotong royong, dan semangat kekeluargaaan”.
Menurut aliran pikiran tentang negara integralistik yang dianggap sesuai dengan semangat Indonesia asli itu, negara tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat), akan tetapi mengatasi segala golongan dan segala seseorang, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya.
Dari uraian Mr. Soepomo di atas dapat dikemukakan bahwa di dalam masyarakat yang integralistik, setiap anggota, warga, dan setiap golongan diakui dan dihormati kehadiran dan keberadaannya (eksistensinya), diakui hak dan kewajiban serta fungsinya masing-masing dalam mencapai tujuan bersama. Sebaliknya setiap warga berkewajiban dan bertanggung jawab atas terlindunginya kepentingan, keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat seluruhnya. Dengan paham integralistik dan kebersamaan, bangsa Indonesia percaya akan dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Secara rinci ciri-ciri tata nilai integralistik menurut Suprapto (1994) adalah sebagai berikut:
a. Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis.
b. Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya secara keseluruhan. Masing-masing anggota, bagian, golongan memiliki tempat dan kewajiban (dharma) sendiri-sendiri merupakan persatuan hidup.
c. Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting.
d. Tidak terjadi dominasi mayoritas dan tirani minoritas.
e. Tidak memberi tempat bagi pahamindividualisme, liberalisme, dan totalitarisme.
f. Mengutamakan keselamatan maupun kesejahteraan, kebahagiaan bagi seluruh bangsa dan negara.
g. Mengutamakan penunaian kewajiban daripada penuntutan pada hak-hak dan pribadi/golingan.
h. Mengutamakan upaya memadu pendapat daripada mencari menang sendiri.
i. Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kaean, dan gotong royong.
j. Saling menolong, membantu, dan bekerja sama.
k. Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, pria dan wanita, individu dan masyarakat serta lingkungan.
Penerapan nilai keberhasilan dalam kehidupan menuntut pada setiap manusia untuk mengendalikan diri, yakni untuk mengarahka manusia melakukan pengendalian diri, yakni untuk mengarahkan aktivitas pribadinya menuju terselenggaranya kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang demi tercapainya kehidupan bersama yang sejahtera, adil, makmur, dan bahagia lahir dan batin. Nilai kebersamaan menuntut kepada tiap individu untuk meletakkan kepentingan dan keinginan pribadi dalam rangka kebersamaan hidup, dan dalam rangka mewujudkan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal ini tidak berarti bahwa kepentingan pribadi atau golongan justru merupakan motivasi terbinanya kesejahteraan bersama. Dengan menerapkan nilai kebersamaan diharapkan tercipta suatu keselarasan dan keseimbangan antara kehidupan jasmani dan rohani, antara wanita dan pria, antara kepentingan individu dan masyarakat dan antara kehidupan duniawai dan kehidupan akherat.
Nilai-nilai yang merupakan penjabaran tata nilai integralistik ini diterapkanoleh bangsa Indonesia dalam mengatur tata hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dengan bangsanya, dan dengan alam sekitarnya. Nilai-nilai keselarasan, keserasian, keseimbangan, ke Bhinneka TunggalIkaan, kekeluargaan mewarnai hubungan-hubungan tersebut. Inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila, pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar Negara Republik Indonesia dan ideologi bangsa.
Persoalan yang perlu kita pertanyakan adalah setelah kita terima paham negara integralistik Indonesia, kemudian bagaimana implementasinya? Berikut ini disajikan tulisan Moerdiono (1991) pada Refreshing Course Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah bagi Pejabat Eselon I dan Wakil Gubernur.
Integrasi nasional dapat dipahami dari dua segi yaitu (1) integrasi nasional secara Vertikal dan (2) integrasi Nasional secara Horizontal.
Integrasi nasional secara vertikal membahas bagaimana mempersatukan pemerintah nasional dengan rakyatnya, yang tersebar dalam daerah yang luas.
Oleh karena rakyat itu hidup di bawah kepemimpinan pimpinannya masing-masing, maka Integrasi nasional secara vertikal ini juga akan berarti mempersatukan pemerintah pusat dengan kepemimpinan di tingkat daerah.
Integrasi nasional secara horizontal membahas bagaimana mempersatukan rakyat yang majemuk, hidup dalam berbagai golongan primordial yang beranekaragam nilai lembaga serta adat kebiasannya, sehingga merasa bagian dari satu bangsa yang sama.
Khusus tentang Integrasi nasional yang vertikal ada (empat) tugas konstitusional yang bersifat abadi dari pemerintah Indonesia: yaitu ( ) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. () memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan akhirnya (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Empat tugas pemerintah yang juga disebut “tujuan nasional”, sekaligus menjadi tolok ukur bagi keberhasilan atau kegagalannya. Keadaan yang harus diciptakan oleh pemerintahan yang baik adalah (1) terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) majunya kesejahteraan umum; (3) cerdasnya kehidupan bangsa dan (4) ikutnya kita dalam pelaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UUD 1945, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Sudah barang tentu Presiden tidak bekerja sendiri. Di tingkat pusat, Presiden dibantu oleh Wakil Presiden, para menteri serta para Kepala lembaga pemerintah non departemen. Di tingkat daerah Presiden dibantu oleh para Gubernur Kepala Daerah beserta seluruh jajarannya. Di luar negeri Presiden dibantu oleh para Duta Besar dan para Duta. Sekretariat Negara memberikan pelayanan kepada Presiden dari segi Administratif.
Undang Undang Dasar tahun 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensil sudah barang tentu banyak memberikan ketentuan tentang lembaga kepresidenan ini. Jauh lebih banyak dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya.
Untuk tingkat daerah, kelihatannya UUD 1945 mengenal perbedaan antara satuan masyarakat sosiokultural dan satuan masyarakat sosial politik. Perbedaan ini kiranya amat penting untuk kita pahami benar-benar.
Secara kultural, bangsa kita adalah majemuk dan kemajemukan itu sendiri adalah produk dari sejarah yang panjang dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Oleh karena itulah, secara sadar kita mengambil sesanti Bhinneka Tunggal Ika sebagai lambang negara.
Kemajemukan ini akan mempunyai relevansi ideologi, politik dan pemerintahan. Ideologi persatuan yang disepakati para pemimpin di tingkat, masih harus dipahami dan didukung oleh masyarakat kita yang tersebar di daerah kepulauan yang luas ini. Hal itu jelas akan dilakukan masyarakat sesuai dengan sistem nilai budayanya sendiri. Hal ini adalah wajar saja dan memang demikianlah seharusnya.
Dari sisi politik dan pemerintahan, kita bersama mengetahui bahwa walaupun seluruh peraturan perundang-undangan kita berlaku sama untuk seluruh daerah, namun implementasinya di lapangan akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya ini. Kampanye organisasi kekuatan sosial politik, misalnya jelas perlu bersifat “taylor-made” untuk daera-daerah. Kekeliruan dalam memilih tema kampanye, seandainya yang akan menyinggung nilai-nilai dasar yang dianut masyarakat daerah tersebut, akan berarti hilangnya dukungan pemilih.
Sudah barang tentu dalam setiap masyarakat sosial budaya tersebut juga akan terjadi dinamika dan perubahan, di samping adanya kesinambungan. Perubahan dan kesinambungan itu harus dikaji secara sungguh-sungguh, agar kebijakan yang akan kita ambil mendapat dukungan masyarakat di lapangan. Hal itu bisa dilakukan dengan dimulai apa yang disebut sebagai studi kewilayahan (“regional studies”). Pemerintah Hindia Belanda dahulu menamakan sebagai ideologi.
Gagasan satuan masyarakat sosial politik ditemukan dalam pasal 18 UUD 1945 sebagai berikut:
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.
6) Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Dengan demikian, satuan masyarakat sosial politik ini merupakan masyarakat hukum, dibentuk dengan undang-undang, merupakan bagian dari sistem pemerintahan nasional.
Secara ideologis dan secara konstitusional, masalah sistem pemerintahan di tingkat daerah yang kita hadapi adalah bagaimana menyusun tatanan pemerintahan yang bisa memberi peran fungsional terpadu baik pada satuan masyarakat sosiokultural yang bersifat asli ini maupun pada satuan masyarakat sosiopolitik yang dirancang secara nasional.
Hal itu bisa dilakukan dengan memberi peluang untuk mengadakan penyesuaian secara lokal pada ketentuan-ketentuan hukum yang secara nasional dibuat dalam garis-garis besar saja. Beberapa daerah bahkan sudah menemukan wujudnya yang operasional, seperti gerakan “Manunggal Sakato” yang dikembangkan di daerah Sumatera Barat.
Cara berpikir seperti ini juga sudah mulai diperkenalkan dalam pendidikan, dengan memberi peluang untuk adanya muatan lokal dalam kurikulum, yang bersifat komplementer dan suplementer dengan kurikulum yang bersifat nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Bumi Aksara,
2006.
Hamid Darmadi, Pendidikan Kewarganegaraan, Alfabeta Bandung, 2009
Hamid Darmadi, Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan, Alfabeta Bandung, 2010
Lemhanas, Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Tim Dosen UGM, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, 2002.
Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education), Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press,2000.
Sobirin dan Suparman (Penyunting), Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak
asasi Manusia, UII Press, 2003.
Musthafa Kamal, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Citra Karsa
Mandiri, 2002.dan lain lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar